Alice tersengal mengatakannya. Ia berpikir Fien marah karena rahasia penting perusahaan, nyatanya Fien hanya marah karena americano yang menjadi dingin. Alice segera mengambil kopi itu kembali dan menuju keluar pintu.
"Ah ya, jangan sampai kau mengatakan apapun tentang pembicaraan kami atau aku akan menggigit bibirmu sampai hilang," ujar Fien santai dan membuat Alice menoleh garang.
"Brengsek," lirih Alice pelan. Sayangnya gerakan bibir Alice bisa tertangkap jelas oleh Fien sehingga Fien tahu apa yang diucapkan Alice.
Alice menghilang dari balik pintu, tapi Fien terkekeh karenanya. Ia berhasil membuat gadis comel itu mengumpat dirinya.
"Kau tahu kalau aku sangat brengsek bukan? Jadi jangan coba-coba bermain-main denganku Alice. Kurasa Erick juga tak menyukai gadis comel sepertimu sehingga kau harus pergi dari perusahaan ini. Tapi baiklah, setidaknya kau bukan penggemar Erick sehingga aku harus memberikan penghargaan kepadamu," ujarnya kemudian.
*
"Hari pertama yang melelahkan," lirih Alice saat keluar dari area perkantoran yang sudah mulai sepi. "Untungnya bayarannya besar, kalau tidak ini tak akan setimpal," gerutunya.Alice menenteng sebuah kantong berisi makanan yang dibuang Fien Clark. Ya, makanan pemberian Grace terpaksa harus Alice bawa pulang karena terlalu sia-sia kalau dimasukkan ke dalam kantong sampah. Alice harus mampir ke sisi jembatan dimana ada beberapa gelandangan yang biasa tidur di sana.
Ia mulai menyusuri trotoar dan menuju tempat tersebut. Dulu dirinya dan Erick bahkan sering berjalan bersama di tempat tersebut.
"Ini adalah jalan kita, Erick. Seakan kau masih ada bersamaku," lirihnya dengan setitik air mata.Mengenang Erick membuatnya lupa berapa jauh ia berjalan. Tak terasa ia telah sampai di dekat jembatan. Alice bahkan tak tahu kalau sepasang mata mengawasinya.
"Apa rumahnya di kawasan kumuh ini?" Fien bergidik ngeri. Bagaimana mungkin gadis itu melayaninya sedang mungkin saja ia datang dengan banyak sekali kuman yang menempel di tubuhnya.Fien semakin penasaran saat Alice mendatangi sebuah gubuk kecil. Ia mendekatinya dan melihat apa yang dilakukan Alice.
Seorang kakek tua mendapatkan perlakuan dari Alice sedemikian rupa. Alice menyuapinya dengan makanan yang dibawa Grace untuknya. Lalu ia berjalan lagi menuju rombongan anak kecil dan membagikan makanan untuk mereka.Pemandangan itu membuatnya takjub. Sebenarnya ia sedang ingin menyendiri dan duduk di sebuah tembok pembatas jembatan di sungai Cameron, sungai kecil yang memiliki pemandangan temaram di malam hari. Ia sering menyendiri di tempat tersebut untuk berpikir.
Alice telah berlalu dan menyetop sebuah taksi yang melintas, Fien hanya melihatnya dari kejauhan.
"Tuan Fien Clark, Grace benar-benar akan menarik sahamnya untuk periode mendatang," suara Eddie terdengar di benda pipih miliknya.
"Lalu bagaimana dengan apa yang aku katakan tadi siang? Bisakah kau melakukannya?"
"Tentu saja Tuan, tentu saja aku telah melakukannya. Anda sungguh beruntung karena penjualan kebun anggur tersebut tidaklah terlalu sulit. Saya sudah mendapatkan uang tersebut Tuan. Lalu apa yang akan kita lakukan?"
"Gantikan saham ayahku dan Grace yang tiga puluh lima persen itu. Akan tetapi, sepuluh persen adalah milikmu Eddie, dan sepuluh persen adalah milik Alice Greyson."
"Apa? Alice Greyson? Bukankah dia adalah pelayan anda, Tuan Fien?"
"Lakukan saja seperti yang aku katakan. Aku akan memberikan sepuluh persen untuknya, Eddie."
"Ba-baik Tuan."
Eddie menautkan alisnya. Firasat yang ada di hatinya mulai tak menentu. Bagaimanapun Eddie tahu siapa Alice Greyson sebenarnya, hanya saja motif Alice Greyson untuk kembali ke perusahaan belum ia ketahui.
Eddie tahu Erick menjalin hubungan dengan gadis itu secara rahasia, Eddie juga tahu bagaimana Erick mencintai gadis itu, tapi bagaimana mungkin Fien Clark menyukai gadis yang sama? Apa motif gadis itu mendekati Fien Clark? Mungkinkah gadis itu mengejar kekayaan Fien Clark setelah Erick tiada? Sungguh gadis yang licik, batin Eddie.
Eddie harus memberitahu hal ini kepada Tuannya, tapi apa jadinya nanti?
"Ah, terserahlah. Toh itu bukan urusanku," gumamnya lagi. Ia memutuskan untuk tidak ikut campur dengan kehidupan pribadi Fien Clark. Bagaimanapun Fien Clark tidak sebaik Erick Davis. Fien Clark adalah penyuka pesta gadis, jadi wajar saja kalau mendapatkan gadis licik.
*
Fien Clark yang masih terkesan dengan sikap Alice yang perduli dengan orang-orang lemah itu mulai menatap foto wajah Alice di resume milik Alice.
"Kau adalah pelayan spesial, Alice. Kau akan menjadi milikku," gumamnya lagi.Memikirkan Alice ia bahkan terlalu berharap Alice mau menjadi kekasihnya.
"Apakah aku terlalu terburu-buru? Baiklah, aku akan mencoba untuk mengerti bagaimana menjadi pria yang kau sukai. Apakah aku harus mengganti parfumku seperti yang kau sukai? Atau pakaian yang sesuai dengan seleramu?" katanya dengan lemah. Ia bahkan tak mengenal kepribadian Alice kecuali gadis itu selalu marah dan mencibirnya.
"Hah! Aku benci dengan jatuh cinta yang menyiksa begini." ujarnya dengan mengacak rambutnya.
Bagi Fien, mengenal gadis adalah untuk bersenang-senang. Ia tak pernah jatuh cinta karena tak pernah ingin jatuh cinta. Ia menganggap semua wanita sama dengan ibunya dan juga ibu tirinya. Bahkan ayahnya juga sudah tak mau menikah lagi karenanya.
Ia juga kecewa dengan Anne, gadis yang disukainya itu ternyata menyukai Erick Davis saudara tirinya.
.Alice yang telah merebahkan tubuhnya di tempat tidur, memikirkan apa yang terjadi di perusahaan. Ia hanyalah pelayan yang dikhususkan untuk melayani Fien Clark. Tadinya ia berpikir berdekatan dengan Fien Clark semudah berdekatan dengan Erick Davis. Nyatanya ia seperti berada di rollcoaster meskipun cuma sehari.
Alice mulai sangsi, apa dia akan bisa menguak tabir pembunuhan itu? Sekarang yang terbayang adalah situasi berbahaya yang ada di sekitar Fien Clark.
Violet yang baru saja datang sepulang bekerja menatap heran ke arah Alice.
"Al, kau melamun lagi?""Entahlah, aku sangat bingung sekarang ini Violet."
"Kenapa?"
"Fien Clark, dia sangat menakutkan. Dia samasekali tak ada kemiripannya dengan Erick Davis. Auranya seperti raja setan yang siap membuatmu mati tak berkutik. Sangar, dan kasar bahkan pada seorang wanita. Bahkan ayahnya tak menyukainya sama sekali. Saham ayahnya akan ditarik setelah ini, kurasa perusahaan itu akan bangkrut," celoteh Alice. "Ah, kenapa juga aku harus bercerita denganmu masalah ini, aku bisa mati kalau berita ini sampai bocor di perusahaan. Kumohon, jangan sampai ini tersebar kepada siapapun," pinta Alice.
"Dia bahkan mengancammu?!" ujar Violet kesal.
"Hmm," Alice mengangguk.
"Apa yang dia katakan? Akan kulempar dengan kotoran burung kalau dia sampai mengancammu dengan sesuatu yang membuatmu terancam. Kau tahu kan, Erick bahkan mungkin telah bertengkar dengannya lalu ia mati, hmm?"
"Masalahnya, ia hanya mengatakan akan menggigit bibirku kalau aku berani membocorkan ini. Ah, aku sangat takut Vio," lirih Alice.
"Menggigit bibirmu? Ha ha ha... Bukankah itu pelecehan Alice? Apa dia sadar dengan ucapannya yang bisa membuat gadis merinding dan berdebar-debar?"
"Dia memang brengsek!" pekik Alice kesal.
Fien Clark hanya pasrah kemana Alice dan Alex membawanya. Hingga akhirnya Alex tahu bahwa mereka menuju sebuah arena bermain."Wah, permainan apa yang akan kita mainkan?""Tidak sulit, ini cuma roll coaster, kau pasti akan menyukainya."Fien Clark makin terkejut. ia tak pernah tahu Alice suka dengan yang seperti ini.Sebenarnya Fien Clark tak pernah punya kesempatan untuk melakukan hal semacam itu. Ia bahkan merasa ngeri membayangkan sensasi semacam itu."Alice, bagaimana kalau kalian berdua saja yang melakukannya?""Apakah kau takut?""Ah, bukan begitu.... tapi aku merasa tak punya pengalaman.""Nah, itulah sebabnya kau harus mencobanya.""Daddy, aku percaya Daddy lebih hebat dari paman Erick. Jadi, Daddy harus mencoba. Bagaimana?"Mendapatkan tantangan dari Alex, Fien Clark tak berdaya. Ia terpaksa menuruti kemauan putranya apalagi setelah kejadian burung yang kabur tadi."Oke, tapi kalian harus jamin semua baik baik saja."Alex dan Alice melakukan tepukan toast tanda sepakat. "Ali
"Tapi Alice, balas dendam sangat tidak bagus dalam hidup kita ini. Kita harus selalu memaafkan dan tidak selalu menjadikan kemarahan itu hal yang penting. Dengan begitu hidup kita akan menjadi tenang dan membahagiakan.""Baik, tapi... apakah kita harus jujur dalam sesuatu? Misalnya haruskah kita jujur dalam sebuah kesalahan dan mengakuinya?""Tentu saja? Manusia yang baik adalah yang jujur. Bukankah begitu Alex?""Jadi, kau sungguh tak tahu siapa pria mengumopatku waktu itu?"Fien Clark melebarkan matanya. Ternyata Alice sungguh mengingat semuanya."Ah...itu...," ia mulai menggaruk kepalanya yang tidak gatal."Uhmm, baiklah... aku mengakui bahwa itu adalah aku... maafkan ya...humm?"Alice sangat gemas dengan mimik wajah Fien Clark yang lucu sehingga ia mencubit kedua pipi Fien Clark."Alice, kau pasti sangat sedih waktu itu. Kau kehilangan pria sebaik saudaraku."Alice hanya diam, ia merasa itu hanya samar. Baginya hanya ada Fien Clark saat ini, kesedihan itu sepertinya hilang bersam
Ya, secara diam diam kebetulan Alice sering mengunjungi makam Erick tanpa sepengetahuan Fien Clark. Ia ingin tahu sejauh mana hubungan mereka dulu sehingga ia diam diam mengenang perjalanan ke makam tersebut. nyatanya ia hanya ingat seorang pria yang sering mengintai dirinya di makam tersebut. Ia tahu betul bahwa pria itu adalah Fien Clark. Untuk sebuah alibi, Alice akan mengajak Alex berjalan jalan dan memberi banyak makanan sehingga Alex melupakan masalah berdiam diri di makam dan hanya mengingat senangnya bepergian itu."Mau pergi kemana?" Fien Clark sedikit memiringkan kepalanya."Ayolah Daddy, sesekali kita ke makam paman Erick. Mommy sering membawaku ke sana.""Alice? Adakah penjelasan untukku?""Apa yang harus kujelaskan? Kau bisa ikut jika mau. Toh aku hanya berkunjung dan pergi bersenang senang dengan Alex. Kenapa? Kau cemburu?""Aku? Cemburu? Hah, bagaimana mungkin?"Alice mengulum senyum, ia tahu ekspresi Fien Clark yang masih saja cemburu."Bagus, aku senang pria yang spo
Banyak hal yang dilalui, Peter sedikit bersyukur pada akhirnya keadaan menyatukan mereka.bersama kondisi kejiwaan Grace yang berubah. Ketulusannya membuahkan hasil, sebagaimana Fien Clark yang berhasil mendapatkan wanita yang dicintainya. Di sisi lain Peter juga harus kehilangan sahabatnya Fien Clark karena sebab perbuatan Grace. Akan tetapi ia juga menyadari, bahwa kehidupan memang tak sempurna dan berjalan mulus sesuai keinginan. Ia kehilangan Fien Clark, tapi mendapatkan Grace. Sekarang ia hanya perlu memperbaiki semua sisi yang ia mampu, berharap Grace bisa mencintai sebagai ia mencintainya.Bagi Fien Clark, Peter adalah yang terbaik. Disaat semua membenci karakter Grace, pria itu malah menyukainya. Bahkan rela melakukan apapun."Maafkan Grace, aku tahu dia tak bisa memikirkan hal lain selain mengganggu hidupmu," kata Peter suatu hari saat menemui Fien Clark."Suatu hari nanti, aku berharap kita akan bertemu dalam keadaan melupakan semua dendam dan kesalahan Grace dan juga kesalah
Grace terus mencoba mengerti apa yang Peter ucapkan. Baginya itu terlalu menakutkan jika harus bersama dengan pria yang tidak dicintainya, tapi lihatlah apakah cinta itu begitu penting untuk dibahas lagi sementara ia hanyalah wanita yang butuh dengan superhero seperti Peter?Seorang anak yang seharusnya mendapatkan kasih sayang dan cinta, ia bahkan sedikit canggung dan benci karena itu adalah putra Peter."Kenapa kau sanggup menjalani hal semacam ini? Aku merasa terlalu banyak berhutang kepadamu. Bagaimana aku bisa lepas dari dirimu?""Kalau begitu, jangan pernah mencoba untuk pergi dariku. Aku akan mencari kemanapun kau pergi. Lagipula aku sudah tak perlu merasa khawatir karena semua sudah berakhir. Percayalah, kau justru yang akan merindukan aku, hmm?"Grace tersenyum. Sebenarnya itu mulai bisa dibenarkan."Jangan terlalu percaya diri. Bagaimana kalau ternyata aku benar-benar pergi darimu, kau mungkin juga sudah bosan menderita."Peter menatap tajam Grace, hati kecilnya sebenarnya t
Bukan hal yang aneh lagi, kalau Alice dan Fien Clark cenderung sering berdebat seperti orang bertengkar. Siapapun yang melihatnya akan merasa pasangan ini justru terlalu sering mengumbar kebersamaan."Lihat, kau ini wanita kenapa nggak nurut sama suamimu," begitu kata Fien Clark kalau sudah kalah debat."Ya ampun, apa itu sangat membuatamu senang? Aku menurut tapi menyimpan ketidak sukaan, nggak terima dan benci. Lebih baik aku mengatakan argumentasi, kalah menang memang bukan tujuan." "Begitu?"Fien Clark menyerah, Alice memang sangat pintar berargumentasi dengan sesuatu yang lebih masuk akal.Selain itu, cinta memang telah membuat ia sepenuhnya mempercayai Alice dan sangat ingin membuatnya bahagia. Ia tak ingin menyesal dan kehilangan Alice lagi yang membuatnya menderita."Kau bisa memilih gadis lain yang lebih baik dan cantik dariku seandainya kau tak menemukan aku pada waktu itu," suatu hari mereka berbincang tentang kisah bagaimana Fien Clark berjuang mencari keberadaan Alice."