Eddie masih tak bergeming saat Fien Clark memberinya perintah menyematkan nama Alice Greyson di daftar kepemilikan saham, seolah ini hal yang tak seharusnya.
"Apa kau merasa aku terlalu sedikit memberimu komisi ini Eddie? Kau merasa Alice Greyson tak layak menerimanya bukan?"
Eddie menghela napas. Sesuatu yang memberatkan kepalanya adalah kenyataan bahwa Alice adalah kekasih Erick dan Fien Clark tak mengetahui. Padahal bagi Fien, segala sesuatu yang berkaitan dengan Erick harus dihancurkan. Bagaimana kalau Fien menghancurkan gadis itu?
Disisi lain mengapa Fien menyerahkan sepuluh persen saham secara cuma-cuma, mungkinkah kematian Erick adalah kerjasama antara Fien dan gadis itu? Itukah sebabnya Eddie tak perlu bertanya kenapa Fien memberikannya.
"Masalah itu, aku hanya merasa Anda menyukainya, Tuan Fien?" suara Eddie membuat Fien terkesima.
"Tutup mulutmu! Apa kau gila aku menyukai gadis kurus kurang gizi itu? Ada hal yang mendorongku untuk melakukannya, tapi tentu saja aku tak menyukainya," ujarnya berbohong. Ia tak mau Eddie tahu rahasia hatinya sementara belum ada kepastian dari Alice apakah gadis itu bisa didekati atau tidak. Dia bahkan mulai ragu karena takut jatuh cinta.
"Hmm, baiklah. Aku sudah meletakkan nama Alice Greyson di sini. Berkas ini akan segera naik ke dewan direksi, untuk itu anda masih harus meyakinkan diri sebelum benar-benar tidak bisa dibatalkan."
"Tentu saja. Sekarang, antar aku ke sebuah tempat."
"Kemana, Tuan?"
"Rumah kebun," katanya.
Rumah kebun adalah rumah dimana ia sering menghabiskan waktu bersama Erick ketika masih kecil dahulu. Ketika hubungan antara dirinya dengan Erick masih benar-benar erat dan tidak tampak kesenjangan seperti ketika mereka mulai dewasa.
*
Seperti biasa Alice menyiapkan makan siang untuk Fien Clark. Dan sebuah pesan masuk ke ponselnya.
__Alice, habiskan makan siang untukku karena aku akan pulang malam. Siapkan aku makan malam seperti biasa___
"Apa-apaan? Kenapa aku harus menghabiskan makan siang miliknya? Kenapa menu makan malam harus berbeda dengan makan siang? Orang kaya selalu saja menghamburkan uang semaunya!" gerutunya.
Ting! Sebuah pesan datang lagi.
__Jangan suka mengumpat atasanmu, aku bisa mendengar___
"Apa? Apa kau memasang kamera pengawas untuk mengawasi ku?" Alice memutar tubuhnya, bersembunyi di dalam ruangan sempit yang tak mungkin terpasang kamera pengawas di sana.
"Kau brengsek, kau cabul ya? Kenapa memasang kamera pengawas?" katanya mengomel dengan menghadap ke ponselnya.
Ting! Lagi, sebuah pesan dari Fien Clark.
__Meskipun aku brengsek, aku tak bisa terima diumpat. Siapkan makan malam yang enak untukku.___
"Bagaimana bisa? Bagaimana bisa dia mendengar semua umpatanku padahal aku sembunyi? Apa dia memasang penyadap di ponselku?" katanya. Alice meremang memikirkannya.
Ia segera keluar dari persembunyian dan meletakkan ponsel tersebut di atas almari.
Fien Clark merasa kecewa karena pesan darinya hanya dibaca tanpa dibalas. Sangat mungkin Alice memang sangat kesal karena kejadian kopi dinginnya tempo hari. Fien melempar ponsel miliknya di jok sampingnya.
"Tuan Fien, besok malam keluarga
Nona Grace mengundang anda dalam acara peresmian sebuah yayasan keluarga sehat di Gedung Zenith miliknya. Bukankah ini kesempatan bagus untuk anda meminta maaf kepada mereka dan meluruskan kesalahpahaman pengusiran anda?" kata Eddie sembari fokus ke jalanan."Salah faham? Grace bukan wanita bodoh yang tidak memahami ucapanku, Eddie. Aku benar-benar mengusir Grace dan tak akan membiarkan dia menginjakkan kakinya di ruangan ku."
Eddie bisa melihat bagaimana Fien kesal dan marah sehingga akhirnya mereka terdiam.
Mereka tiba di rumah kebun. Seorang penjaga yang merawat rumah kebun tersebut menyambut kehadiran mereka.
"Adakah strawberry masak untukku?" tanya Fien Clark pada wanita tua itu yang telah merawat kebun tersebut selama dua puluh tahun."Tentu tuan, tapi...," ujarnya lalu terdiam.
"Katakan Nyonya Linda, adakah sesuatu?"
"Ibu anda sedang berada di tempat ini, Tuan."
"Hmm, baiklah. Aku akan menemuinya."
Wanita cantik yang bernama Jeniffer Liem itu menyambut Fien Clark dengan senyuman mengembang. Tapi Fien membalasnya dingin.
"Apa yang kau lakukan di sini?" katanya sarkas.
"Hmm, menikmati strawberry denganmu dan Erick adalah sesuatu yang sangat menyenangkan. Tapi, tentu lebih menyenangkan kalau hanya berdua denganmu, Fien? Bagaimana kalau kita melakukannya sekarang?" Wanita itu menyentuh pundak putranya, tapi Fien menghindar.
"Pergilah, aku sedang ingin sendiri."
"Benarkah? Tak masalah, hanya saja aku ingin mengatakan bahwa aku sangat senang sekarang melihatmu bisa memiliki yang seharusnya kau miliki Fien. Aku selalu berharap kau akan menjadi pemilik tunggal rumahmu. Bukankah ini kemenangan yang harus kau rayakan, putraku?"
Fien memicingkan matanya. 'Mengapa mendengar ini darimu hatiku merasa sakit, Bu? Benarkah kita sama-sama bersuka cita dengan kematian Erick?' batin Fien seketika gelisah.
"Ibu, apakah aku sejahat dirimu?" tiba-tiba Fien berujar. "Ataukah, kau membunuh Erick untukku? Benarkah kau melakukannya, Ibu?"
"Apa katamu? Bagaimana mungkin aku menjadi pembunuh? Hei, bukankah kau sedang mencari kambing hitam sekarang? Banyak yang mengira kaulah pembunuhnya. Tak masalah, selama kau bisa bersembunyi dari kejahatanmu itu," katanya dengan tatapan merendahkan Fien. Ia tak sepenuhnya percaya meskipun Fien adalah putranya sendiri. Masalahnya Fien memang selalu iri dengan keunggulan Erick.
"Bahkan setelah kepergian Erick, aku merasa kaulah pelakunya. Kau selalu menginginkan aku sebagai pewaris tunggal perusahaan ayah. Hati-hati Bu, kalaupun kau membunuh untukku aku tetap tak menyukai wanita yang berselingkuh dari suaminya, bahkan sekarang apakah kau masih hobi selingkuh?"
"Tutup mulutmu! Ayahmu lebih dulu berselingkuh dariku! Sekarang kau telah dewasa, kau mengerti arti sebuah hubungan," katanya dengan penekanan kepada Fien, lalu pergi meninggalkan Fien.
"Lihatlah wanita itu, ia bahkan mengira aku seorang pembunuh," sesalnya. Tak seorangpun yang memberikan dukungan moril untuknya.
Fien mulai berpikir betapa Erick masih lebih baik dari semua orang yang ada disekitarnya sekarang ini, meski ia membencinya. Setidaknya Erick adalah orang yang selalu memberikan dukungan untuknya kala itu.
Fien Clark hanya pasrah kemana Alice dan Alex membawanya. Hingga akhirnya Alex tahu bahwa mereka menuju sebuah arena bermain."Wah, permainan apa yang akan kita mainkan?""Tidak sulit, ini cuma roll coaster, kau pasti akan menyukainya."Fien Clark makin terkejut. ia tak pernah tahu Alice suka dengan yang seperti ini.Sebenarnya Fien Clark tak pernah punya kesempatan untuk melakukan hal semacam itu. Ia bahkan merasa ngeri membayangkan sensasi semacam itu."Alice, bagaimana kalau kalian berdua saja yang melakukannya?""Apakah kau takut?""Ah, bukan begitu.... tapi aku merasa tak punya pengalaman.""Nah, itulah sebabnya kau harus mencobanya.""Daddy, aku percaya Daddy lebih hebat dari paman Erick. Jadi, Daddy harus mencoba. Bagaimana?"Mendapatkan tantangan dari Alex, Fien Clark tak berdaya. Ia terpaksa menuruti kemauan putranya apalagi setelah kejadian burung yang kabur tadi."Oke, tapi kalian harus jamin semua baik baik saja."Alex dan Alice melakukan tepukan toast tanda sepakat. "Ali
"Tapi Alice, balas dendam sangat tidak bagus dalam hidup kita ini. Kita harus selalu memaafkan dan tidak selalu menjadikan kemarahan itu hal yang penting. Dengan begitu hidup kita akan menjadi tenang dan membahagiakan.""Baik, tapi... apakah kita harus jujur dalam sesuatu? Misalnya haruskah kita jujur dalam sebuah kesalahan dan mengakuinya?""Tentu saja? Manusia yang baik adalah yang jujur. Bukankah begitu Alex?""Jadi, kau sungguh tak tahu siapa pria mengumopatku waktu itu?"Fien Clark melebarkan matanya. Ternyata Alice sungguh mengingat semuanya."Ah...itu...," ia mulai menggaruk kepalanya yang tidak gatal."Uhmm, baiklah... aku mengakui bahwa itu adalah aku... maafkan ya...humm?"Alice sangat gemas dengan mimik wajah Fien Clark yang lucu sehingga ia mencubit kedua pipi Fien Clark."Alice, kau pasti sangat sedih waktu itu. Kau kehilangan pria sebaik saudaraku."Alice hanya diam, ia merasa itu hanya samar. Baginya hanya ada Fien Clark saat ini, kesedihan itu sepertinya hilang bersam
Ya, secara diam diam kebetulan Alice sering mengunjungi makam Erick tanpa sepengetahuan Fien Clark. Ia ingin tahu sejauh mana hubungan mereka dulu sehingga ia diam diam mengenang perjalanan ke makam tersebut. nyatanya ia hanya ingat seorang pria yang sering mengintai dirinya di makam tersebut. Ia tahu betul bahwa pria itu adalah Fien Clark. Untuk sebuah alibi, Alice akan mengajak Alex berjalan jalan dan memberi banyak makanan sehingga Alex melupakan masalah berdiam diri di makam dan hanya mengingat senangnya bepergian itu."Mau pergi kemana?" Fien Clark sedikit memiringkan kepalanya."Ayolah Daddy, sesekali kita ke makam paman Erick. Mommy sering membawaku ke sana.""Alice? Adakah penjelasan untukku?""Apa yang harus kujelaskan? Kau bisa ikut jika mau. Toh aku hanya berkunjung dan pergi bersenang senang dengan Alex. Kenapa? Kau cemburu?""Aku? Cemburu? Hah, bagaimana mungkin?"Alice mengulum senyum, ia tahu ekspresi Fien Clark yang masih saja cemburu."Bagus, aku senang pria yang spo
Banyak hal yang dilalui, Peter sedikit bersyukur pada akhirnya keadaan menyatukan mereka.bersama kondisi kejiwaan Grace yang berubah. Ketulusannya membuahkan hasil, sebagaimana Fien Clark yang berhasil mendapatkan wanita yang dicintainya. Di sisi lain Peter juga harus kehilangan sahabatnya Fien Clark karena sebab perbuatan Grace. Akan tetapi ia juga menyadari, bahwa kehidupan memang tak sempurna dan berjalan mulus sesuai keinginan. Ia kehilangan Fien Clark, tapi mendapatkan Grace. Sekarang ia hanya perlu memperbaiki semua sisi yang ia mampu, berharap Grace bisa mencintai sebagai ia mencintainya.Bagi Fien Clark, Peter adalah yang terbaik. Disaat semua membenci karakter Grace, pria itu malah menyukainya. Bahkan rela melakukan apapun."Maafkan Grace, aku tahu dia tak bisa memikirkan hal lain selain mengganggu hidupmu," kata Peter suatu hari saat menemui Fien Clark."Suatu hari nanti, aku berharap kita akan bertemu dalam keadaan melupakan semua dendam dan kesalahan Grace dan juga kesalah
Grace terus mencoba mengerti apa yang Peter ucapkan. Baginya itu terlalu menakutkan jika harus bersama dengan pria yang tidak dicintainya, tapi lihatlah apakah cinta itu begitu penting untuk dibahas lagi sementara ia hanyalah wanita yang butuh dengan superhero seperti Peter?Seorang anak yang seharusnya mendapatkan kasih sayang dan cinta, ia bahkan sedikit canggung dan benci karena itu adalah putra Peter."Kenapa kau sanggup menjalani hal semacam ini? Aku merasa terlalu banyak berhutang kepadamu. Bagaimana aku bisa lepas dari dirimu?""Kalau begitu, jangan pernah mencoba untuk pergi dariku. Aku akan mencari kemanapun kau pergi. Lagipula aku sudah tak perlu merasa khawatir karena semua sudah berakhir. Percayalah, kau justru yang akan merindukan aku, hmm?"Grace tersenyum. Sebenarnya itu mulai bisa dibenarkan."Jangan terlalu percaya diri. Bagaimana kalau ternyata aku benar-benar pergi darimu, kau mungkin juga sudah bosan menderita."Peter menatap tajam Grace, hati kecilnya sebenarnya t
Bukan hal yang aneh lagi, kalau Alice dan Fien Clark cenderung sering berdebat seperti orang bertengkar. Siapapun yang melihatnya akan merasa pasangan ini justru terlalu sering mengumbar kebersamaan."Lihat, kau ini wanita kenapa nggak nurut sama suamimu," begitu kata Fien Clark kalau sudah kalah debat."Ya ampun, apa itu sangat membuatamu senang? Aku menurut tapi menyimpan ketidak sukaan, nggak terima dan benci. Lebih baik aku mengatakan argumentasi, kalah menang memang bukan tujuan." "Begitu?"Fien Clark menyerah, Alice memang sangat pintar berargumentasi dengan sesuatu yang lebih masuk akal.Selain itu, cinta memang telah membuat ia sepenuhnya mempercayai Alice dan sangat ingin membuatnya bahagia. Ia tak ingin menyesal dan kehilangan Alice lagi yang membuatnya menderita."Kau bisa memilih gadis lain yang lebih baik dan cantik dariku seandainya kau tak menemukan aku pada waktu itu," suatu hari mereka berbincang tentang kisah bagaimana Fien Clark berjuang mencari keberadaan Alice."