Share

Menyebalkan!

“Lo kenapa diem aja? Cepat beli kopi buat atasan lo! Beliin gue juga!” ucap wanita itu beralih pada Trisha.

Trisha hanya bisa mengangguk dengan senyuman paksa, dia sudah menggerutu dari dalam hatinya. Rasanya ingin cepat-cepat mengakhiri semua ini, namun semua itu sangat mustahil. Ini baru hari pertamanya, tapi kenapa terasa sangat melelahkan?

Bukan lelah fisik, melainkan batin. Dia benar-benar lelah menahan diri untuk tetap tersenyum saat ingin marah.

Tak lama Trisha pergi, Sev yang masih dirangkul itu sudah tidak tahan pada wanita ini. Lelaki itu tidak bisa marah pada wanita yang satu ini karena dia termasuk seniornya.

“Lepas, Zihan,” ucap Sev pada wanita yang merangkulnya.

“Lo enggak kangen sama gue, Sev? Padahal gue baru aja pulang dari Singapura dan ikut pemotretan ini demi ketemu lo,” ujar wanita itu melepas rangkulannya dengan memasang wajah sedihnya melihat ke arah Sev.

Zihan Rauhel, aktris senior yang sedang naik daun. Dia sudah banyak memainkan film dan beberapa series drama. Dia bahkan pernah main film Hollywood beberapa bulan lalu. Dia beda agensi dengan Severino, tapi mereka berteman dekat. Zihan dan Sev hanya selisih satu tahun.

“Make up sekarang, biar cepat selesai,” ucap Sev pada pegawai yang bertugas merias wajah.

Zhui menahan tawanya saat melihat Zihan yang diabaikan oleh Sev untuk pertama kali. Selama ini memang Sev meladeni dan bermain-main dengan Zihan, tapi kini sudah berbeda. Bahkan, Sev terlihat sudah muak.

Selesai merias wajah, Sev langsung berlalu begitu saja tanpa pamit pada Zihan yang sedang di make up juga. Zhui tersenyum pada Zihan, lalu berjalan menyusul lelaki itu untuk melihat proses pemotretan.

Tak lama kepergian Sev, Trisha datang dengan membawa dua kopi di tangannya. Saat hendak meletakan gelas itu di meja Sev, Zihan langsung menahan wanita itu.

“Itu kopi apa?”

Trisha menoleh dan tersenyum tipis pada Zihan. “Cappucino, Kak,” jawab Trisha seraya mengulurkan tangannya memberikan satu gelas kopi yang ada di tangan kirinya. “Ini kopi pesenan kakak.”

Zihan menatap kopi itu dengan menautkan kedua alisnya. “Sejak kapan Sev juga cappuccino? Gue juga enggak suka cappuccino,” ucap Zihan yang membuat Trisha memutar otaknya.

Bukannya di biodata yang dikirim oleh Vanda kemarin mengatakan kalau Sev suka cappuccino? Pikir Trisha.

“Ganti. Dia lebih suka yang Americano,” ujar Zihan menepiskan tangan Trisha pelan.

Trisha menganggukkan kepalanya dan mengambil kembali gelas yang ada di meja Sev. Kalau saja wanita itu bukan artis, Trisha sudah menolak mentah-mentah permintaan wanita itu karena dia sudah merasa sangat lelah berjalan mondar-mandir.

“Kalau saja dia bukan artis, udah gue lawan dah. Gue ini asisten Sev, bukan asisten dia!” gerutu Trisha dari dalam hatinya.

Saat Trisha sudah pergi, Zihan tersenyum menyeringai dan berbicara pada asistennya yang baru saja datang membahas pekerjaan. Beberapa menit kemudian, Trisha kembali dengan membawa dua kopi di tangannya. Dia meletakkan kopi milih Sev di mejanya, lalu memberikan kopi satunya ke Zihan.

“Ini, Kak Zihan,” ucap Trisha memberikan gelas ke Zihan.

Zihan menoleh ke Trisha dan mengambil gelas itu, raut wajahnya berubah menjadi tatapan kesal. “Panas? Siapa yang minta kopi panas?”

 “Kak Zihan tadi bilang mau dibelikan juga, Kak Sev lebih suka kopi panas, jadi aku pikir Kak Zihan juga mau kopi panas,” jawab Trisha.

Zihan tertawa remeh. “Apa lo enggak bisa nanya ke gue, wanita gemuk? Punya mulut, kan? Gunakan mulut lo buat bertanya!”

“Ma-maaf,” ujar Trisha berpura-pura menyesal.

“Sudah lah, ganti yang dingin,” ucap Zihan memberikan gelas kopinya ke Trisha.

Trisha mengangguk. “Baiklah,” ucapnya mengambil gelas itu, lalu berjalan meninggalkan ruangan itu dengan malas. Kesabaran Trisha masih tersisa sedikit, itu pun berkat permen yang dia bawa. Kini permen itu tersisa dua, padahal tadi dia membawa sangat banyak. Menandakan kalau Trisha sudah sangat kesal sejak tadi, tapi dia berusaha untuk menahannya.

“Kalau dia bukan temen Sev, gue juga enggak mau beliin dia kopi. Emang gue pembantunya? Gemuk-gemuk gini juga gue …” Dia menghentikan ucapannya, lalu menarik napas panjang dan mengembuskan dengan perlahan. Trisha tidak mau emosinya kembali muncul karena dia menggerutu tidak jelas.

Tujuh menit kemudian dia kembali dengan satu gelas kopi yang sesuai dengan pesanan Zihan. Americano yang dingin. Trisha meletakan gelas kopi itu di meja. “Ini, Kak.”

“Terima kasih,” ucap Zihan mengambil kopi itu lalu meminumnya sedikit, raut wajahnya berubah kembali dan melihat ke arah Trisha.

“Pahit, ganti latte,” ucap Zihan memberikan gelas itu pada Trisha.

“Tap-tapi, Kak, aku ini asisten Sev, bukan—“

“Lo siapa berani lawan gue?”

Trisha yang tak mau mempunyai masalah dengan aktris yang terkenal ini, akhirnya dia mengambil kopi itu dengan malas. “Ternyata artis yang menyebalkan itu bukan cuma Sev? Gue pikir cuma Sev yang beda tapi ternyata temennya juga?” gerutu Trisha pelan dengan berjalan sedikit menundukkan kepala.

Dia tidak melihat depan dan terus menggerutu, sehingga dia tidak sengaja menabrak Sev yang baru saja selesai pemotretan. Spontan Trisha mengangkat kepalanya dengan mengucapkan maaf. Matanya membelalak lebar saat mengetahui kalau lelaki yang dia tabrak itu adalah Sev.

“Ma-maaf, maaf, gue enggak sengaja,” ucap Trisha mundur satu langkah ke belakang.

Sev menatapnya tajam dengan berdecak pelan. “Kalo jalan lihat depan!” ketus Sev yang membuat Trisha hanya menjawab dengan senyuman.

“Mau ke mana? Oh, gue tau. Lo pasti mau kelayapan, kan? Lo niat kerja nggak?!” tanyanya.

Trisha yang mendengar itu langsung menggeleng cepat. “Mana mungkin, gue mau ke bawah buat beli kopi.”

Sev menaikkan satu alisnya. “Itu di tangan lo apaan? Bakso?”

Trisha memutar bola matanya malas, dia benar-benar lelah berhadapan dengan dua orang menyebalkan sekaligus. “Ini kopi, tapi salah. Kak Zihan minta tukar.”

“Hah? Gue nggak ngerti maksud lo.”

“Gue tadi beli kopi cappuccino, dia mau yang americano. Gue beli yang americano panas, dia minta yang dingin. Gue beli yang dingin, tapi dia bilang kalau kopinya terlalu pahit. Terus minta tukar yang latte,” jelas Trisha panjang lebar.

Sev yang mendengar itu hanya menghela napas dan mengulurkan tangannya. “Berikan kopi itu,” ujar Sev mengambil gelas kopi itu dari tangan Trisha, lalu berjalan mendekati Zihan yang sedang memakai make up. Trisha berjalan mengikuti Sev dari belakang.

“Ji, tanya atasan lo, dia mau yang dingin atau panas, pahit atau manis. Kalau perlu kasih dia air comberan!” ucap Sev pada asisten Zihan dengan meletakan gelas kopi itu di meja dengan kasar, bahkan kopi itu sedikit tumpah.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status