Berbeda dengan Trisha, dia justru senang mendapat perlakuan Sev yang mengejutkan seperti itu, karena semua ini bisa dijadikan bahan komiknya nanti. Trisha tersenyum lebar dan mengeluarkan ponselnya untuk menulis outline.
Saat sedang asyik menggambar sketsa kasarnya di ponsel, dia terlonjak kaget saat Sev yang tiba-tiba keluar dari ruangannya. Dengan cepat dia menyembunyikan ponselnya ke belakang.
“Lo ngapain masih di sini?”
“Nunggu lo, apa lagi? Gue asisten lo, jadi gue harus jalan di—“ Belum Trisha menyelesaikan perkataannya, Sev langsung berjalan lebih dulu meninggalkan Trisha.
Wanita itu menghela napas panjang saat lelaki itu berlalu begitu saja tanpa menunggunya selesai menjawab, untung saja Trisha sudah mencari cara agar dia tetap bisa menjaga emosinya. Trisha mengambil permen dari kantungnya, lalu membuka bungkus dan memasukkan ke dalam mulut. Dengan adanya permen, dia bisa mengontrol rasa marahnya.
***
Sesampainya di tempat pemotretan, mobil milik Sev terhenti di depan pintu masuk. Bahkan, beberapa penggemar Sev sudah berkerumun di sekitaran studio itu. Mereka berteriak heboh memanggil nama Sev yang masih berada di dalam mobil, bahkan beberapa dari penggemar itu ada yang mengangkat-angkat spanduk dan poster Sev.
Trisha yang masih duduk di dalam mobil mengamati mereka semua yang terlihat senang, dia tidak menyangka kalau Sev mempunyai banyak penggemar. Trisha yakin kalau mereka tau sifat Sev yang sebenarnya, pasti mereka akan memilih untuk menjauh dan membenci lelaki menyebalkan ini.
Tak lama, beberapa pria dengan tubuh sedikit kekar berlari cepat mendekati mobil dan menyuruh penggemar untuk mundur agar Sev bisa masuk ke dalam gedung. Setelah mereka mundur, salah satu dari pria itu membukakan pintu untuk Sev dan mengawal lelaki itu dari kerumunan para penggemar sampai masuk ke dalam studio.
Trisha yang sedari tadi mengamati Sev dikawal sampai masuk ke dalam studio pun membayangkan kalau dia ada di posisi Sev. Bukankan itu menyenangkan? Semua pembaca yang membaca buku komiknya berkerumun dengan meminta tanda tangannya. Trisha menarik bibirnya membentuk senyuman saat membayangkan semua itu.
Zhui yang hendak turun dari mobil tak sengaja melihat Trisha yang senyum-senyum sendiri. Dia menggelengkan kepalanya pelan sambil menyenggol lengan Trisha, sehingga membuat wanita itu tersadar dari lamunannya.
“Kenapa senyum-senyum sendiri? Apa yang lo pikirin?” tanya Zhui yang membuat Trisha hanya menyengir sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
“Enggak ada, Kak,” jawab Trisha bohong.
“Ayo masuk,” ajak Zhui seraya berjalan keluar mobil diikuti Trisha di belakang.
Mereka berdua juga dikawal oleh beberapa pria untuk menghindari kejadian yang tidak diinginkan. Saat sudah berada di dalam studio, Sev menatap tajam ke arah Trisha, lalu seketika berubah menjadi datar.
“Lo inget poin lima kan?” tanya Sev dengan raut wajah datar.
Trisha yang melihat raut wajah Sev berubah datar pun langsung menautkan kedua alisnya, seketika dia teringat kalau sekarang ini Sev tidak bisa ketus dengannya, karena banyak penggemar yang menontonnya dari luar studio.
“Harus selalu ada di samping saat lo membutuhkan sesuatu. Lo butuh apa?” tanya Trisha dengan tersenyum.
“Gue mau kopi,” jawab Sev yang membuat Trisha mengangkat satu alisnya.
“Bukannya lo kalau minum kopi setiap jam—“
“Ingat poin tiga?”
Trisha menarik napas panjang dengan bibir membentuk senyuman. “Menuruti permintaan atasan.”
Sev pun juga mengangguk-angguk kecil dengan senyuman paksa. “Permintaan gue adalah satu cangkir kopi, paham?”
“Oke, gue beli du—“
“Beli? Gue mau lo yang bikin. Kebetulan di studio ini ada pantri, jadi lo bikin di sana,” suruh Sev dengan senyuman menyeringai. Lagi-lagi Trisha hanya bisa tersenyum sambil menganggukkan kepalanya.
“Gue tunggu di dalam,” ujar Sev seraya berjalan masuk ke dalam ruangan studio yang sudah disiapkan. Zhui pun hanya tersenyum dan menyuruh Trisha untuk lebih sabar lagi, lalu melangkahkan kakinya mengikuti Sev. Trisha pun berjalan menuju pantri dengan bertanya pada pegawai yang ada di studio itu.
***
“Sev, datang juga kau,” ujar pria itu menyambut kedatangan Sev dengan senyum memperlihatkan gigi putihnya. Sev hanya tersenyum dan mengangguk, lalu duduk di sofa yang sudah disediakan.
“Maaf terlambat, sedikit ada kendala tadi di jalan,” ujar Zhui meminta maaf pada pria itu.
Pria itu bernama Lukman, dia adalah fotografer di pemotretan kali ini.
“Tidak apa. Kalau begitu bersiaplah, setelah selesai langsung kita mulai,” ujar Lukman yang dibalas dengan satu anggukan oleh Zhui. Sev tidak berkata sepatah kata pun. Dia langsung pergi begitu saja meninggalkan tempat ini menuju ruang rias. Zhui yang melihat Sev berlalu begitu saja pun meminta maaf pada Lukman karena dia tidak bersikap sopan padanya.
“Maaf, Pak. Suasana hatinya sedang buruk, jadi dia tidak mau berbicara pada siapapun.”
Lukman hanya tersenyum sambil mengangguk paham. “Saya mengerti. kalau begitu saya pergi dulu menyiapkan semuanya,” ucap Lukman seraya pergi meninggalkan Zhui.
Zhui menghela napas panjang dan berjalan menyusul Sev. Dia benar-benar lelah untuk mengingatkan semua ini pada lelaki itu. Pak Lukman bukan orang pertama yang diabaikan oleh Sev. Masih ada sutradara dan manager yang kadang dia bersikap tak acuh.
“Ini kopinya,” ujar Trisha yang baru saja datang dengan membawa satu cangkir kopi, dan meletakkan di meja rias Sev.
Sev tersenyum tipis saat mencium aroma kopi yang membuat suasana hatinya sedikit membaik, dia pun mengangkat cangkir itu dan menyeruput dengan perlahan. Trisha yang melihat Sev tersenyum tipis merasa senang.
Namun dalam hitungan detik, Sev menyemburkan kopi itu ke bawah. Dia berdiri dari duduk dengan meletakan cangkir kopi itu dengan kasar. Raut wajahnya berubah menjadi sangat marah. “Lo bisa bikin kopi nggak, sih?! Lidah lo mati rasa?!” bentak Sev yang membuat satu studio mendadak hening.
Beberapa orang yang ada di studio pun menatap heran kedua orang itu. Berbeda dengan Trisha yang sudah menunduk ketakutan karena bentakan Sev. Zhui yang melihat tangan Trisha sedikit bergetar pun langsung menenangkan Sev dan mendudukkan dia ke kursinya.
“Udah, jangan marah-marah. Ini kan hari pertama Trisha kerja, jadi dimaklumi aja,” ucap Zhui membujuk Sev yang masih terlihat sangat marah.
“Iya, benar. Maklumi aja, Sev. Kalau kopi bisa beli di bawah, kenapa harus repot buat?” ujar seorang wanita dengan tubuh langsing dan wajah yang sangat cantik.
Dia berjalan mendekati Sev, lalu merangkul mesra leher lelaki itu.
Trisha melirik sekilas melihat Sev yang tengah menarik napas dalam dan mengembuskan dengan perlahan. Sev terlihat mencoba untuk melepas rangkulan wanita itu, bahkan dia terlihat risih padanya.
“Lo kenapa diem aja? Cepat beli kopi buat atasan lo! Beliin gue juga!” ucap wanita itu beralih pada Trisha.
Trisha berjalan di tepi pantai yang sudah tidak ada pengunjung sama sekali. Tiga tahun ini dia selalu datang ke pantai, tempat pertama kali dia bertemu dengan Sev. Dengan harapan lelaki itu datang menghampirinya.Wanita itu kembali menangis ketika teringat pada masa lalunya. Dia benar-benar merindukan lelaki itu. Dia adalah orang yang membuatnya berdiri sampai sekarang, tanpa dia mungkin Trisha tidak akan menjadi mangaka.Tiba-tiba saja ada seseorang yang berdiri di hadapannya. “Jangan nangis, nanti make-up lo luntur.”Trisha yang mendengar perkataan itu merasa tidak asing dan langsung mengangkat kepalanya, matanya menatap lelaki itu dengan tatapan tidak percaya.Severino berdiri di hadapannya dengan tersenyum lebar dan membentangkan tangannya. Trisha pun langsung berdiri dengan memeluknya erat.“Kenapa lo nggak kasih tau gue kalo udah balik?!” tanya Trisha dengan menangis sesenggukan.Sev mengelus punggung Trisha den
Tanpa dirasa tiga tahun berlalu dengan sangat cepat. Trisha melewati banyak rintangan dan sukses menjadi mangaka yang memiliki banyak penggemar. Tidak hanya dari Indonesia, tapi dari berbagai negara menyukai komik yang dibuat oleh wanita gemuk itu. Ralat, wanita yang sangat cantik dengan tubuh ideal.Trisha berhasil diet dengan cara memperbaiki pola hidupnya. Tidak ada panggilan wanita gemuk lagi untuknya.Trisha sudah sangat sukses di dunia komik, dia mendapatkan banyak penghargaan dan tawaran dari penerbit. Tidak hanya itu, satu komik yang sudah terjual jutaan eksemplar akan dijadikan film oleh salah satu sutradara terkenal. Benar-benar perkembangan yang pesat.Hanya saja, Trisha masih merasakan ada yang kurang dari semua pencapaian ini. Ya, kehadiran seseorang yang sudah dia tunggu selama tiga tahun.Tanpa di rasa wanita itu menunggu Sev selama tiga tahun. Dia sangat merindukan sosok lelaki itu yang menghilang tanpa kabar.Dua hari yang lalu, Tr
Tiga hari berlalu dengan sangat cepat, tidak bagi Trisha yang merasa kalau hari sangatlah lambat. Selama tiga hari dia tidak keluar dari apartemen, tidak membuka ponsel dan tidak melihat televisi. Semua itu dia lakukan hanya untuk tidak melihat wajah Sev.Trisha berhasil melakukan itu, tapi tidak berhasil melupakan lelaki itu dalam ingatannya. Entah kenapa setiap ingin melupakan, justru dia semakin ingat akan perhatian Sev yang dilakukan diam-diam. Apa kabar dengan lelaki itu? Apa dia semakin menerima banyak tawaran film?Tidak hanya Sev yang dia pikirkan, melainkan memikirkan cara agar komiknya kembali lagi dari platform dan membersihkan namanya itu. Vanda selalu menyuruhnya untuk menenangkan pikiran dan istirahat satu minggu.Namun, baru lima hari dia sudah merasa bosan dan ingin kembali bekerja seperti biasanya. Dia ingin melihat Sev meski dari kejauhan. Ia juga sudah menghitung total tabungan yang dimiliki. Uangnya hanya bisa membayar setengah dari jumlah to
Langkah Sev terhenti di tepi pantai, dia menatap tempat pertama kali bertemu dengan Trisha. Pertemuan yang pada saat itu Trisha tidak tahu kalau Sev adalah aktor. Lelaki itu duduk tanpa menggunakan alas apapun, pandangannya lurus ke depan.Entah kenapa, wanita itu membuat perubahan terbesar dalam hidupnya. Sev belum bisa melupakan Trisha, tapi dia ingin melupakan dia agar bisa pergi meninggalkan Indonesia dengan mudah. Yang ada di pikirannya adalah ‘apa dia mau menunggunya?’Sev merasa kalau Trisha sudah membenci dan tidak ingin bertemu lagi. Lelaki itu melirik ke kanan, dia mendapati wanita gemuk yang duduk seorang diri di tepi pantai dengan memakan burger. Bukankah itu sama seperti Trisha dulu? Bibir Sev perlahan tersenyum.Lelaki tampan itu mulai menyadari perasaannya. Dia tidak menyukai Tiana, yang dia sukai adalah Trisha. Hanya wanita itu yang membuatnya nyaman. Namun, sekarang sudah terlambat. Sev ingin mengulang semuanya, dia ingin lebih dekat
Tok … tok … tok …“Kak, ada yang cari lo,” ucap Beni dari luar ruangan yang sedikit berteriak.Zhui yang mendengar ucapan Beni kembali membuka matanya perlahan dengan menarik napas panjang dan mengembuskan dengan perlahan. “Ya, tunggu!” teriaknya seraya membenarkan posisi duduknya, lalu menoleh ke arah Sev yang masih memejamkan mata.“Gue harap, lo nggak melakukan hal buat gue marah! Jangan klarifikasi kalo lo nggak mau kehilangan pekerjaan lo!” perintah Zhui berdiri dari duduknya.“Gue nggak janji,” jawab Sev yang membuat Zhui mendengus dan melangkahkan kakinya keluar dari ruangan meninggalkan Sev.Saat mendengar suara pintu tertutup, Sev membuka matanya perlahan seraya mengeluarkan ponselnya dari saku. Dia menatap seisi ruangan dengan senyuman samar. “Maaf, Zhui. Gue harus melakukan sesuatu. Gue nggak mau jadi pengecut yang selalu bersembunyi setiap ada masalah,” gum
“Ada apa?” tanya Sev seraya masuk ke ruangannya dan duduk di hadapan Zhui dengan raut wajah bingung.Zhui memijat pelipis untuk sedikit menghilangkan rasa pening, banyak direktur yang menelponnya setelah melihat berita di artikel. Sang manager menyuruh temannya untuk mencari tau siapa yang membuat berita tidak jelas itu. Dia juga menyuruh security untuk memperketat orang yang masuk ke perusahaan untuk mengantisipasi agar tidak ada wartawan yang masuk.Wanita itu memutar laptopnya untuk memperlihatkan kabar yang menjadi trending. Banyak yang bertanya tentang kebenaran hubungannya dengan Tiana, ada juga yang tidak percaya kalau perusak hubungan Tiana adalah Sev.Sev yang membaca isi artikel itu mengepalkan tangannya, dia sangat marah pada orang yang membuat berita tidak benar itu.“Kita harus—““Direktur dan sutradara membatalkan kontrak setelah membaca skandal ini. Masalah lo kali ini sulit untuk diselesaikan, Sev