Jika ditanya hal apa yang dibenci Grazian maka, jawabannya adalah masa lalunya. Grazian tak pernah suka jika seseorang bertanya tentang masa lalunya termasuk perihal keluarganya. Keduanya sangat berkaitan. Lelaki itu lahir karena sebuah kesalahan begitu ibunya menyebut lantang bahwa Grazian adalah sebuah kesalahan tapi, terpaksa harus dibesarkan untuk sebuah warisan keluarga. Ketika Grazian tumbuh orang tua justru sibuk berselingkuh dengan kekasih mereka masing-masing. Grazian kecil sering diabaikan. Orang tuanya pulang hanya membawa keributan besar di rumah mewahnya. Segala barang dibanting dan berisik, lalu mereka saling menyalahkan membawa-membawa nama Grazian dalam pertengkaran itu. Grazian adalah kesalahan, Grazian membuat kedua orang tuanya terisak, Grazian hadirnya tak pernah diinginkan dan banyak lagi penyesalan-penyelsaln yang keluar dari mulut orang tuanya tentang Grazian.Tak pernah ada yang baik-baik saja di balik dunia Grazian yang gemerlap. Percayalah semua itu hanya pel
Grazian datang ke kediaman kakeknya, bukan untuk kembali tinggal, tapi untuk membicarakan beberapa hal serius dengan kakeknya itu, selain karena memang dirinya diundang untuk datang oleh kakeknya.Kehadiran Grazian sudah dinantikan. Lelaki itu memarkirkan motornya sembarangan. Dia melirik dua penjaga, dan berkata. "Motor gue tetap di sini jangan lo pindahin."Membawa kakinya masuk, Grazian melihat kakeknya dengan Arman sedang bicara di ruang tamu. Arman sudah seperti anak dari kakeknya karena Arman yang selalu ada, dan juga Arman yang lebih paham bagaimana kakeknya itu.Grazian duduk di dekat mereka. "Jadi apa yang mau kakek bicarakan?""Ah, anak muda ini terlalu terburu-buru. Padahal kakek ingin minum kopi dulu dengan kamu," ucap Danuwiratmaja pada cucunya itu. "Arman tolong buatkan dia kopi.""Baik, Tuan." Arman beranjak."Gulanya sedikit saja," pinta Grazian yang dibalas anggukan dari Arman."Zian, kamu tahu sendiri bukan kalau kakek ini sudah tua dan kakek tidak bisa mempercayakan
"Oweeek." Merona muntah-muntah mengeluarkan sesuatu dari mulutnya yang tanpa bisa terkontrol juga ikut tertelan. "Oweeek..."Grazian ikut masuk ke kamar mandi. Tangannya menepuk-nepuk pelan punggung Merona. "Ya maaf, Roo kalau aku kebablasan.""Sumpah, ini tuh enggak enak banget rasanya," Merona menyalakan keran dan berkumur banyak-banyak guna menghilangkan sisa-sisa rasa dari cairan yang Grazian keluarkan dalam mulutnya.Tangan Grazian yang semula di punggung bergeser ke pundak merapikan pakaian Merona yang melorot. "Dasar amatir, segitu aja udah muntah-muntah. Kayaknya kamu harus sering-sering latihan, Roo.""Enggak, aku kapok," balas Merona, dia mengambil tisu dan menyeka mulutnya. "Kayaknya mendingan kamu cari mulut perempuan lain aja deh buat menelan cairan kamu itu.""Yakin? Nanti cemburu lagi."Merona menghela nafasnya. "Sumpah ya, kamu tuh nyebelin banget Zian. Enggak bisa apa berhenti dan mulai serius sama hidup."Sejenak Grazian diam menelaah ucapan Merona. Ada perasaan yang
Darren mendengus sebal ketika tempatnya disambangi Grazian yang tanpa permisi masuk begitu saja ke kamarnya ketika tengah mengerjakan tugasnya. "Ada apa?" tanya Darren malas."Om sama tante kemana?" Grazian balik bertanya, lalu merebahkan dirinya di tempat tidur Darren."Eropa, urusan pekerjaan."Grazian lalu bangun lagi. "Lo enggak berniat ambil alih perusahaan kakek, The King?"Tampaknya Grazian ingin serius bicara maka, Darren mengenyampingkan tugas-tugasnya dahulu. Kursinya diputar agar bisa menghadap Grazian yang duduk di tempat tidur."Lo tahukan kalau yang anak kakek itu mama, jadi mama enggak akan dapat sebanyak yang bokap lo dapat. Perusahaan utama jelas jadi milik bokap lo, mama dapat anak perusahaan, restoran. Ditambah lagi papa juga punya perusahaan sendiri yang akan gue warisi, jadi gue enggak tertarik sama sekali dengan The Kings.""Yakan siapa tahu lo mau, jadi kakek enggak harus mendesak gue lagi.""The Kings itu Casino terbesar ke tiga di dunia, dan terbesar pertama d
Saat pagi menjelang dengan malas Grazian membuka matanya. Tirai yang dibuka oleh Merona membawa matahari pagi masuk menyilaukan matanya. Seperti pagi-pagi sebelumnya, Grazian menggerutu ketika dibangunkan oleh Merona."Silau banget, Roo. Tutup lagi dong."Merona tentu saja tidak mengindahkan permintaan Grazian. "Hari ini kamu ada kelas, jam sembilan dan ini sudah jam tujuh. Buruan bangun.""Masih dua jam lagi.""Awas ya kalau kamu sampai bolos. Aku mau ke kampus sekarang nih.""Iya, kamu pergi aja sana."Merona mendengus tentu saja. Tingkah Grazian setiap pagi tidak pernah benar. Meninggalkan Grazian yang masih di tempat tidur, Merona segara menyambar tasnya. Dia sudah membuatkan sarapan untuk lelaki itu, jadi perasaanya lebih tenang.Di dekat apartemen ada halte, Merona melihat Aresh yang beberapa hari belakangan terlihat menghindarinya. "Hai, Resh." sapanya kemudian."Hai," balas Aresh singkat. Dia melirik Merona. "Enggak diantar cowok lo?""Lo tuh sebenarnya kenapa sih, Resh? Lo te
Pukul empat sore Grazian baru keluar dari kelasnya sambil menguap lebar. Langkah-langkah kakinya terlihat berat diseret. Kelasnya hari ini nyaris membuat kepalanya pecah karena tiga dosen yang mengajar hari ini adalah dosen-dosen yang menyandang sebagai musuh besar Grazian. Grazian melihat jam tangannya, kelas Merona sudah selesai sejak lima belas menit yang lalu. Grazian segera mengirim pesan pada Merona untuk bertemu di gerbang belakang yang biasa sepi.Baik Grazian mau pun Merona memang sengaja merahasiakan kedekatan mereka sejak lama dari teman-temannya. Keduanya perihal privasi paling tidak suka diusik."Zian!" Rachel memanggilnya ketika Grazian berjalan menuju tempat parkir."Iya?""Kayaknya kita berhenti deh buat mengusut kasus bokap tiri gue." "Kenapa? Bukannya lo mau ini cepat selesai, lagi pula Teja juga mendukung penuh?" tanya Grazian penuh selidik."Lo tahu bokap tiri gue enggak mungkin menyebarkan video gue yang tidur dengan temannya dan dia...""Dia siapa?""Lucas Baska
Sepulang makan malam Merona dan Grazian mendapati Haris di depan pintu apartemen menunggu kedatangan mereka. Grazian sebenarnya sudah sangat lelah untuk menerima tamu tapi, dia masih menghargai Haris yang lebih tua darinya. Terlebih lagi ada Merona sebagai anak dari Haris."Ada perlu apalagi anda datang kemari?" Tanya Grazian sinis. Jelas sekali bahwa raut wajah rupawannya itu menunjukkan ketidaksukaan Grazian pada Haris.Sebelum menjawab pertanyaan Grazian, lebih dahulu Haris melirik Merona yang sendu menatapnya. "Saya ingin bicara empat mata dengan putri saya."Mata Grazian menatap Merona. "Kamu mau?" Grazian tetap sopan dengan menanyakan lebih dulu pendapat Merona.Tatapan mata Merona masih pada ayahnya. "Baiklah, kita bicara," lalu beralih menatap Grazian dengan senyum. "Kamu masuk dulu ya, aku enggak lama kok.""Oke," balas Grazian dengan mengusap puncak kepala Merona. Grazian memberikan izin pada Haris begitu Merona setuju. Merona membawa ayah ke taman apartemen yang berada di
Kabar Grazian yang memutuskan para kekasihnya itu menjadi obrolan ramai di kampus, bahkan sampai pada media sosial. Diketahui bahwa beberapa mantan Grazian membuat komunitas untuk membicarakan Grazian. Ada juga yang curhat di group bagaimana cara Grazian memutuskan mereka. Hal yang paling hangat adalah Grazian yang kedapatan menjemput Merona di pintu gerbang belakang kampus. Hanya saja Merona dalam posisi memunggungi kamera dan juga sedikit terhalang tubuh Grazian. Kabar tersebut tidak hanya beredar di dalam group tapi, juga bocor keluar sampai-sampai banyak sekali yang membicarakan siapa gadis yang dijemput Grazian. Mereka juga menduga bahwa gadis baru Grazian itu akan bernasib sama seperti mereka, namun ada juga yang mengatakan bahwa Grazian akan serius dengan gadis yang belum mereka ketahui identitasnya itu, mengingat Grazian yang rela memutuskan seluruh pacarnya demi satu orang gadis. Jika kabar tersebut tengah santer dibicaran oleh kalangan mahasisiwi lain lai dengan Merona yang