Share

Afterglow

Joy malam itu tertidur dalam buai Rey, Keduanya begitu lelah, tapi pula terlalu senang hingga tak ingim memejamkan mata. Saling bercerita di tengah usaha mereka mengeksplorasi cinta. Cinta yang sedalam-dalamnya antara pria dan wanita dewasa, yang sekarang bukan lagi pintu terkunci di dalam taman rahasia surgawi.

Hmm, dini hari Joy sempat terjaga sementara Rey masih pulas. Setengah sadar dan masih di awang-awang, ia berpikir, "Lho, di mana aku kini, aih aih.. kok di sebelahku.."

"Rey terlelap hanya berselubung selimut tipis, dan mengapa aku juga... ," panik Joy seraya memegang tubuhnya yang terasa polos, tak memakai piyama seperti biasa. "Apa yang kami lakukan, ini di mana? Dan, di mana mamaku?"

"Joy, kamu.." Rey tersenyum dalam tidur, sepertinya mengigau. "Tadi sangat menyenangkan. Yuk, kita coba lagi. Ah, aku kecanduan dirimu. Ternyata bercinta itu luar biasa sekali ya."

Joy terhenyak. "R.. rey? Kamu di sini?" ia masih belum sadar sepenuhnya, malah refleks menyibak selimut yang mereka pakai bersama.

"Aww.. kita tadi abis ngapain sih... ???" ia malah spontan menutup mata dengan tangan, begitu tersaji 'pemandangan' yang masih begitu baru baginya, tubuh berkulit terang dan polos suaminya yang begitu mulus sekaligus indah. Rey memang bukan tipe pria tinggi besar yang 'bulky dan hairy', tapi langsing, kuat dan atletis, dengan figur yang begitu youthful dan sekaligus mempesona. Seperti sepotong cheesecake lezat, manis dan 'creamy'.

"Joy, yuk sini. Jangan jauh-jauh. Pengantinku yang baru kuperawani." igau Rey lagi.

"Kau pe...ra.. wa.. niii ???" Joy menjerit malu, tapi matanya yang kabur alias blur minus 8 tanpa kacamata maupun softlens malah tergoda untuk menatap lebih dekat. Rey yang juga entah pura-pura tidur atau ngelindur, malah menariknya lebih erat ke pelukannya,

-dan sekali lagi mereka terjatuh ke dalam petualangan cinta, ibarat terjatuh dalam gravitasi tersedot lubang hitam terdalam, menelusuri palung terendah di dasar lautan mimpi, dan mencoba segalanya yang sebelumnya hanya ada dalam angan-

Joy menikmati benar jari-jari lentik Rey di wajahnya, turun ke lehernya, lalu ke bagian atas dadanya, kemudian telunjuk sang pangeran membelah kulit bagian sensitifnya perlahan bagaikan pedang hingga Joy gemetaran, tepat dari belikat hingga ke belahan bukit kembarnya yang seakan mengencang, sementara jantungnya berdebar begitu keras. Di masa lalu, Rey belum pernah sejauh ini, tapi belaiannya, remasan tangan lembutnya, sentuhannya seperti seorang maestro pelukis sedang menggoreskan karya agung di atas kanvas terbuka nan menunggu untuk dicoret habis-habisan.

Belum lagi saat Rey mengarahkan tangan-tangan Joy yang lembut dan pemalu itu, si tomboy yang saat virgin begitu takut dan tak nyaman pada sembarang laki-laki, namun berubah gemas dalam rasa penasarannya. Rey mengajaknya ke situ, ke bagian terlembut sekaligus terkeras dari tubuh seorang pria. "Ini, lihatlah, cobalah, bagaimana rasanya?" bisik Rey rendah, sambil mengeluarkan suara bas yang betul-betul merdu di telinga Joy, desahan penuh kenikmatan. "Come on. Tak usah malu-malu."

"Rey, ah, sungguhkah kau suamiku sekarang? ini bukan mimpi rupanya. Uh, sebal sebal sebal. Gregetan." Joy jatuh lagi ke dalam keindahan magis sang pangerannya. Hingga pagi menjelang, kantuk seperti hilang. Dan sudah entah berapa kali.

-Afterglow.-

Keduanya bangun sudah siang saat mentari sudah tinggi, Rey duluan, mengenakan kimono tidurnya lalu keluar dari 'pondok cinta'. Joy sepertinya masih terbuai mimpi. Di pulau yang sepi ini, waktu seakan berhenti. Rey menyiapkan sarapan dan mengantarkannya ke pondok.

"Baby Wify, kamu sudah bangun?" Rey menyapa mesra. Oh, ternyata belum.

Rey pun duduk di peraduan, dengan penuh perasaan dibelai rambut bob merah acak-acakan Joy. Hmm, tubuhnya. Ranum, segar, tak terduga betul ada tomboy yang sebenarnya begitu indah bagai mawar merekah. Cowok-cowok jaman sekolah yang dulu mungkin 'menolak' atau mengata-ngatai Joy sungguh teramat sangat bodoh sekali. Cewek tomboy ber-t-shirt gombrong dan bercelana panjang sebetulnya banyak yang ternyata bertubuh montok dan seksi, apalagi Rey beruntung memperoleh cinta satu tomboy terseksi. "Uh, tak masalah ia bukan Berbi, malah gak ada Berbi begini berisi. Kalau saja bisa disandingkan, mungkin Joy tak kalah seksi dengan patung-patung jadul tapi nakal Dewi-Dewi Mitologi Yunani."  batin Rey nakal.

Tapi bukan hanya suka dan cinta tubuh Joy. Yang Rey suka, sungguh,  semuanya, satu paket lengkap, keseluruhannya Joy. Begitu natural, jujur, apa adanya. Galak kasarnya Joy, aura maskulinnya Joy, malah kadang Rey merasa 'kalah' dalam hal berapi-api. Tapi justru itulah yang ia suka, tomboynya Joy seperti melengkapi sisi lembut dan tenang Rey, dimana tak selalu pria mesti lebih maskulin dan wanita tak selalu harus lebih feminin.

"Kau sudah bangun, Baby Hubby." Joy akhirnya membuka mata. Sadar Rey sudah tertutup kimono tidur yang rapi sementara ia masih berselimut tanpa apapun lagi pada kulitnya, pipi Joy lagi-lagi merona.

"Kubawakan sarapan kita, ayo makan. Hari ini dan seminggu atau sebulan ke depan, kita berdua tak punya kegiatan apa-apa. Makan, minum, terus, berbuat nakal.."

"Uhh, Rey." Joy pura-pura mengeluh. "Kerjaanku di kantor banyak sekali, sudah deadline, masuk tenggat semua."

"Sudah kumintakan cuti tak terbatas untukmu dari Mr. Bee. Jadi kita berdua bebas sepuasnya mau ngapain aja di pulau terpencil ini, mau gak berbusana, bugil, lari-lari berdua di pantai juga aman." goda Rey dengan suara rendahnya.

"Idihh.. Nanti masuk angin." wajah Joy bertambah merah. "Ogah ah, malu sama matahari, awan, burung camar. Gawat kalau terekam mbah Gugel Bumi."

"Oh ya. Kamu gak pernah bikin foto seksi kita. Padahal kamu suka foto-foto." tambah Joy lagi, penasaran. Sambil makan dengan lahap, suap-suapan, dicobanya mengorek rahasia Rey yang tak pernah ditanyakannya saat mereka pacaran.

Rey turut makan. Sambil mengoles roti dengan mentega ia berkata, "Aku sih gak bakal rekam kita, ambil foto kamu, no, no. Aku paling gak setuju kalau cowok rekam-rekam video, foto begituan, atau bahkan melukis nude walau dengan alasan koleksi pribadi. Walau aku fotografer, aku gak setuju."

"Kan indah dilihat."

"Bagaimana kalau bocor, data hilang dihapus pun bisa balik kok. Dan aku juga gak mau ada cowok lain melihat kamu. Walau pake baju seksi pun, aku gak mau." Rey walau pendiam sama seperti Joy, rasa cemburu dan posesifnya pun besar sekali. Mereka saling menjaga dengan keunikan yang sama itu. "Makanya aku ga mau dunia tahu kalau Joy sebetulnya lebih menarik luar dalam, kini aku sudah tahu semuanya tentangmu. Memilikimu adalah keajaiban."

Mereka bertatapan. "Kau senang memilikiku, Joy?" tanya Rey, yang matanya selalu tersenyum saat memandang Joy yang mudah jengah.

"Lebih dari senang. Aku bahagia." Joy merasa hangat dalam hati, sehangat cangkir kopi susu dalam genggamannya.

Usai sarapan, Rey lagi malas romantis-romantisan. "Uh, lengket juga nih. Habis ini kita mandi bareng yuk, Joy my Baby Wify."

"Ba.. bareng?" deg. Deg. DEG.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status