Share

6. Daddy Nic

Sofia bangun ketika mendengar suara ketukan pintu. Dengan cepat, wanita itu mendudukkan diri di tepi tempat tidur. Berusaha mengembalikan kesadarannya.

Semalam, setelah meninggalkan Nicholas begitu saja, Sofia langsung terlelap. Mungkin karena kelelahan, membuat ibu muda itu terlelap dengan sangat cepat.

“Mom, El boleh masuk?” tanya suara kecil dari balik pintu.

Sofia tersenyum, ketika mendengar suara anaknya. Ya, El selalu meminta izin untuk melakukan segala hal, termasuk untuk dapat masuk ke dalam kamar ibunya sendiri.

Sofia segera berdiri, bergegas membuka pintu. Dia tersenyum mendapati wajah tampan milik El, yang masih berdiri di depan pintu menunggu dirinya.

“Mom lama sekali.” El tampak kesal karena harus menunggu lama.

Sofia langsung menyejajarkan tubuhnya, dengan tubuh anaknya, lalu mencubit gemas, pipi gembul itu.

“Mom!” El menatap tajam ibunya.

“Sorry Baby.” Sofia menangkup kedua pipi El, lalu menciumnya secara bergantian.

“Uh no Mom!” El mendorong Sofia yang terus menciumnya. “Dad bilang, El tidak boleh disentuh oleh sembarang wanita.”

Sofia membulatkan matanya. Dia bisa menebak, siapa yang mengajarkan anaknya hal seperti itu. Tentu saja Nicholas, pria itu selalu mengajarkan hal-hal aneh kepada El.

“Sayang, Mom ini ibumu bukan wanita lain yang seperti dikatakan Uncle Nic.”

“Dad, Mom! Daddy bilang, bahwa dia daddy El.”

Sofia menghembuskan napasnya, sekeras apa pun dia melarang El untuk memanggil Nicholas dengan sebutan daddy, tetapi tetap saja pria itu selalu melarang dan meminta El untuk memanggilnya dengan panggilan itu.

“Mom, daddy bilang kita harus segera sarapan.” El menarik baju Sofia.

“Uncle Nic masih di sini?”

Mendengar kata uncle, membuat El mengubah sedikit raut wajahnya. Entah kenapa ibunya itu selalu melarang dia memanggil daddy kepada Nicholas, kepada pria yang sudah dia kenal sejak kecil. El tidak pernah mengerti akan hubungan kedua orang dewasa itu, yang dia mau hanya mommy dan daddy sama seperti teman-temannya di sekolah.

Melihat raut wajah anaknya yang berubah, membuat Sofia mengerti. Bukan tidak mau membuat El bahagia, hanya saja dia tidak mau membuat El terlalu bergantung kepada Nicholas.

Bagaimanapun, Nicholas bukanlah ayah kandungnya. Terlebih lagi mereka hanya orang asing yang tidak sengaja dipertemukan.

“Mom mandi sebentar. Pergilah lebih dulu!” Sofia mengacak rambut hitam legam itu, lalu masuk kembali ke dalam kamar.

Dia melangkahkan kaki menuju kamar mandi, dan mulai menanggalkan pakaian satu persatu. Mengguyur tubuh polosnya di bawah shower.

Bayangan malam panas itu kembali terlintas di benaknya. Sofia, merutuki dirinya sendiri yang sampai sekarang tidak mampu mengingat dengan jelas wajah pria asing itu.

Andai saja, malam itu tidak pernah terjadi. Pasti anaknya tidak akan mengalami nasib yang malang seperti ini. Bukan menyesal karena telah memiliki El sebagai malaikat dalam hidupnya, tetapi Sofia merasa menyesal kenapa nasib malang harus menimpa El yang masih kecil dan belum tahu apa-apa.

“Bodoh! Bodoh!” Sofia menarik rambutnya sendiri. Menjatuhkan tubuhnya di bawah guyuran air.

Satu bulir bening, lolos begitu saja dari netra cokelat itu. Air matanya yang selama ini ditahannya kembali keluar. Apakah Sofia mulai lelah menghadapi jalan hidupnya?

Ya.

Terkadang dia merasa lelah menghadapi hidup seperti ini, tetapi bukan berarti dia menyerah begitu saja.

Tidak.

Sofia tidak akan menyerah, karena dia memiliki malaikat yang membuatnya kuat selama ini.

“Mom, El mau punya daddy seperti teman-teman di sekolah.” Perkataan anaknya itu selalu saja terngiang di telinga.

Apa selama ini perannya sebagai orang tua tunggal, tidak mampu menggantikan sosok seorang ayah bagi El?

Sofia menangis, mengeluarkan semua sesak di dada. Membuang beban berat yang mengimpit raga. Bukan tidak mau memberi El orang tua yang lengkap, hanya saja kesakitan di masa lalu membuatnya tidak percaya lagi dengan kata-kata atas nama CINTA. Masih ada luka yang membekas hingga saat ini.

Tidak salah bukan, jika Sofia menangis?

Karena sejatinya, Sofia tetaplah sosok wanita yang lemah. Sekeras apa dia berusaha untuk terlihat tangguh, tetap saja jiwanya selalu menangis di setiap malam.

“Kak, aku rindu pelukan kakak.”

Entah sudah berapa lama, ibu beranak 1 itu duduk di bawah guyuran air. 2 pria yang sedari tadi menunggunya pun mulai dilanda resah.

“Boy, kau sudah pastikan mom bangun kan tadi?”

El mengangguk. “Yeah Dad. Mom bilang dia akan membersihkan tubuhnya terlebih dulu.”

Entah kenapa perasaan Nicholas menjadi tidak tenang.

‘Apa Dia masih marah karena tadi malam?’ batin Nicholas.

“Boy, habiskan sarapanmu dan jangan lupa minum susunya. Dad akan memastikan kondisi mom dulu.”

El mengangguk patuh. Sejujurnya dia juga mengkhawatirkan ibunya. Hanya saja, dia masih sedikit marah, karena ibunya selalu saja melarangnya memanggil Nicholas dengan panggilan daddy. Toh selama ini, Nicholas sendiri yang selalu memintanya untuk dipanggil seperti itu.

Nicholas mengetuk pintu kamar Sofia.

“Fia!” panggil Nicholas di depan pintu kamar wanita itu

“Fia!” panggilnya sekali lagi, tetapi nihil. “Sofia!” panggilnya dengan sedikit berteriak.

Tanpa berpikir panjang, Nicholas membuka kamar Sofia yang kebetulan tidak dikunci. Dipandangnya setiap sudut kamar, tidak ada sosok wanita itu di sana.

“Fia!” Nicholas berjalan masuk ke dalam, mencari wanita yang sempat berdebat dengannya malam tadi.

Sayup-sayup indra pendengarannya menangkap suara gemercik air di dalam kamar mandi. Pria bernetra biru itu, tampak menautkan kedua alisnya. Selama itu, Sofia belum juga selesai dengan mandinya?

“Sofia, I’m here.” Nicholas mengetuk pintu kamar mandi. Berharap wanita itu untuk segera membuka pintunya.

“Fi ....” Panggilan Nicholas terjeda, karena wanita yang membuatnya khawatir akhirnya membuka pintu.

Dengan tubuh yang hanya di balut kimono, rambut pendeknya dibiarkan basah. Mata dan hidung wanita itu tampak memerah.

“Fia are you okay?” Nicholas menyentuh pundak wanita itu. Melihat kondisi Sofia yang terlihat berantakan, membuat Nicholas yakin bahwa wanita itu sedang tidak baik-baik saja.

Sofia tersenyum samar. “I’m okay. Don’t worry Nic.” Sofia berjalan melewati Nicholas, dia tidak mau Nicholas melihat kondisinya yang sedang berantakan.

Melihat Sofia pergi, dengan sigap Nicholas mencekal tangan Sofia. Lalu menarik tubuh mungil itu ke dalam dekapannya.

“Fia, ada apa?”

Sofia terdiam, dia tidak menjawab pertanyaan yang dilontarkan Nicholas.

“Sofia!” Nicholas mengelus rambut berwarna cokelat tua itu. Logikanya semakin mengatakan bahwa Sofia sedang tidak baik-baik saja.

Sementara Sofia, wanita itu masih tetap terdiam. Untuk saat ini dia sedang tidak ingin apa pun. Sofia hanya butuh sebuah pelukan, untuk meredam segala gejolak yang ada di dalam dirinya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status