Home / Romansa / Hot Mother / 5. Xavielle Marcello

Share

5. Xavielle Marcello

Author: Amy_Asya
last update Last Updated: 2021-06-03 14:01:48

Milan, 03 Desember 2013

Kini kehamilan Sofia sudah memasuki masa untuk melahirkan. Mungkin dalam hitungan hari dia akan melahirkan. Selama hamil, Nicholas menjaganya dengan baik. Bahkan pria itu melarangnya mengerjakan pekerjaan yang berat. Sofia tinggal di apartemen bersama dengan Nicholas. Dia masih bekerja sebagai asisten di apartemen pria itu.

“Sofia, ho portato questo per te (Sofia, aku bawakan ini untukmu).” Nicholas datang dengan membawa kotak pizza, yang beberapa bulan terakhir menjadi makanan favorit Sofia.

“Grazie (Terima kasih).” Sofia menerima kotak yang diberikan Nicholas lalu membukanya. Dia menyantap dengan lahap pizza yang sangat lezat itu. Sofia sudah mahir dalam berbahasa Italia. Dia memang gadis yang cerdas, maka dari itu dalam waktu singkat, Sofia sudah berhasil menguasai bahasa tempat dia tinggal.

“Delizioso (Enak).” Sofia mengacungkan dua ibu jarinya ke hadapan Nicholas dengan mulut penuh. Terlihat sangat menggemaskan di mata pria berdarah Italia itu.

“Pelan-pelan, aku tidak akan memintanya darimu.” Nicholas mengacak rambut Sofia gemas.

“Tuan.”

“Sudah kubilang jangan panggil aku Tuan.”

Beberapa kali Nicholas meminta Sofia agar tidak memanggilnya dengan panggilan Tuan. Hal itu terdengar menggelikan di telinga Nicholas.

‘Tuan? Seperti majikan saja,’ batin Nicholas.

Nyatanya status mereka memanglah seorang majikan dan pelayan.

“Tapi aku merasa tidak enak jika harus memanggilmu hanya dengan nama saja.”

“Tidak perlu merasa tidak enak. Aku sudah menganggapmu seperti adikku sendiri.” Nicholas tersenyum hangat ke arah Sofia.

‘Sial, kenapa hatiku tidak rela hanya menganggapnya sebagai adik,’ batin Nicholas kesal.

“Setelah selesai, segera istirahat. Aku akan kembali ke kamar.” Nicholas bangun dari duduknya, lalu berjalan meninggalkan Sofia. Dia tidak mau semakin kehilangan kendali atas dirinya sendiri.

Sofia menatap kepergian Nicholas dengan tersenyum kecut. Sebenarnya, dia ingin ditemani makan oleh pria itu, akan tetapi Sofia merasa sungkan jika harus merepotkan Nicholas lagi.

“Hei anak Mommy, jangan terus menyusahkan Tuan Nic. Dia sudah terlalu baik kepada kita.” Sofia mengelus perut buncitnya.

Setelah selesai memakan makanannya. Gadis itu segera membersihkan kotak pizza dan sisa-sisa di atas meja, lalu beranjak menuju kamar untuk segera istirahat.

Semakin besar perutnya, semakin dia merasa mudah lelah. Beruntung Nicholas mengerti semua itu.

Tepat pukul 2 dini hari Sofia terbangun dari tidurnya. Dia merasa perutnya sedikit kram, bahkan dia juga merasakan mulas seperti ingin buang air.

“Anak Mommy kenapa? Ini masih malam loh.” Sofia mengelus perutnya dengan lembut, berharap hal itu akan mengurangi rasa kramnya. Benar saja, perlahan rasa itu menghilang. Membuat Sofia kembali melanjutkan tidurnya.

Tak lama setelah itu, Sofia kembali merasakan kram dan juga nyeri di perut bagian bawah. Dia meringis menahan rasa sakit yang dirasakan.

“Anak Mommy sudah tidak sabar ingin keluar ya?” Sofia kembali mengelus perutnya.

.

.

.

.

.

Tepat pukul 4 dini hari, Sofia tidak bisa tertidur sama sekali. Dia masih merasakan sakit yang luar biasa pada perutnya. Sofia yakin bahwa kini dia sedang mengalami kontraksi. Sofia sudah belajar itu semua dari buku yang dibacanya.

Dahi gadis itu tampak berkeringat, kontraksi yang dirasakannya sudah mulai terasa sering terjadi. Dia berjalan keluar kamar, menuju kamar Nicholas. Hanya pria itu harapannya kini.

Sofia mengetuk pintu kamar Nicholas.

“Tuan!” panggil Sofia di depan pintu kamar Nicholas.

Sofia menarik napas lalu mengeluarkannya secara perlahan, hal itu dilakukannya untuk mengurangi rasa sakit.

“Tuan!” panggil Sofia lagi.

Nicholas mengerjapkan matanya, ketika mendengar suara seseorang yang memanggil. Dilihatnya jam di atas nakas, masih menunjukkan pukul 4 dini hari. Dengan terpaksa pria itu terbangun dengan mata yang masih terasa berat.

Nicholas terkejut mendapati wajah pucat Sofia di depan pintu kamarnya. Terlihat keringat mengalir deras di dahi gadis itu.

“Fia kau kenapa?” Nicholas menyentuh lengan gadis itu.

Sofia meremas lengan kekar Nicholas dengan kuat, ketika serangan kontraksi itu datang lagi.

“Sa-sakit,” lirih Sofia yang masih terdengar di telinga Nicholas.

Nicholas sedikit meringis, ketika Sofia meremas lengannya, tetapi dia tidak memedulikan hal itu. Kondisi Sofia jauh membuatnya sangat panik.

Baik Nicholas maupun Sofia, ini adalah pengalaman pertama mereka. Nicholas sebelumnya tidak tahu seperti apa wanita yang akan melahirkan. Sedangkan Sofia, gadis itu hanya bisa meringis kesakitan.

“Fia, apa kau akan melahirkan?” tanya Nicholas panik. Dia tidak tega melihat gadis itu merasa kesakitan.

Sofia mengangguk. Lagi-lagi tangannya meremas lengan kekar Nicholas dengan kuat. Kontraksi yang dia rasakan semakin sering datang dan semakin terasa sangat menyakitkan.

“Lalu aku harus apa?” Nicholas membawa Sofia ke ruang tamu. Lalu mendudukkan gadis itu, di atas sofa. Pria itu tidak bisa berpikir sama sekali.

“Bawa aku ke rumah sakit!” teriak Sofia sedikit kesal. Bukannya membawa dia ke rumah sakit, Nicholas terlihat sibuk berjalan ke sana kemari kebingungan.

“Ah ya ampun. Maaf Fia.”

Tanpa berpikir panjang, Nicholas mengangkat tubuh mungil itu. Lalu membawanya ke rumah sakit.

“Sabar ... sebentar lagi kita sampai,” ucap Nicholas ketika sudah dalam perjalanan.

Sofia tidak menghiraukan perkataan pria di sampingnya. Rasa sakit luar biasa yang dirasakannya, membuat tubuhnya basah karena keringat.

.

.

.

.

.

Setelah menunggu hampir 2 jam. Akhirnya bayi yang telah membuat seorang Nicholas gugup dan panik, lahir ke dunia.

Selama 2 jam itu juga Nicholas mendampingi Sofia. Bahkan ketika Sofia memintanya untuk keluar, Nicholas sama sekali tidak beranjak.

Dia merasa khawatir melihat Sofia yang terus merasa kesakitan. Entah kenapa, dia merasa tidak tega melihatnya. Sehingga pria itu memutuskan untuk menemani Sofia melahirkan.

Bahkan cakaran dan penyiksaan lainnya yang diterima dari Sofia, tidak menyurutkan keinginannya.

“Guarda! Questo bambino e` cosi bello (Lihatlah! Bayi ini sangat tampan).” Nicholas menyentuh pipi lembut bayi itu.

Sementara Sofia, gadis itu menangis haru. Masih tidak menduga bahwa sekarang dia telah menjadi seorang ibu, di usia muda.

“Aku keluar sebentar,” pamit Nicholas. Dia membiarkan para dokter di sana untuk membersihkan Sofia serta bayinya.

Sofia mengangguk. Dia melihat wajah bayi, yang berada di dadanya itu. Terlihat sangat lucu dan menggemaskan.

.

.

.

.

.

Setelah selesai dibersihkan, kini Sofia sudah di pindahkan ke ruang perawatan VIP.

“Grazie (Terima kasih),” ucap Sofia ketika melihat Nicholas masuk. Pria itu tersenyum lalu duduk di kursi yang berada di samping tempat tidur Sofia.

“Apa masih sakit?” Kekhawatiran yang dirasakan oleh Nicholas nyatanya belum sepenuhnya hilang.

Sofia menggeleng. “Maaf tadi aku menyakitimu.” Sofia melihat tangan pria itu yang memerah akibat cakarannya. Belum lagi pakaian, dan rambut pria itu terlihat sangat berantakan.

“Lihatlah! Aku bahkan belum menikah, tapi sudah pernah menemani seorang wanita melahirkan.” Nicholas terkekeh, mengingat dirinya yang sempat berteriak saat Sofia mencakarnya.

Sofia tertawa kecil. “Padahal aku sudah menyuruh Tuan untuk keluar.” Sofia malu sendiri, mengingat dirinya yang menyiksa pria itu dengan ganas.

“Jangan panggil aku Tuan lagi.” Nicholas mengacak rambut gadis yang telah menjadi seorang ibu itu.

“Kakak?” tanya Sofia.

Nicholas menggeleng. “Panggil Nic saja!” imbuhnya.

“Baiklah terima kasih Nic.”

“Gadis pintar,” puji Nicholas.

Ketika mereka sedang asyik mengobrol, seorang perawat datang membawa bayi Sofia.

“Nona, ini sudah waktunya untuk menyusui bayi Anda. “

“Tapi asiku belum keluar.” Sofia memandang ke arah Nicholas, seolah meminta pria itu untuk segera keluar dari ruangan itu.

“Aku keluar sebentar,” pamit Nicholas yang paham dengan tatapan Sofia.

“Tidak apa Nona. Nanti seiring dengan Nona sering menyusuinya, maka asinya akan keluar dengan sendiri.”

“Baiklah. Berikan bayiku, aku akan menyusuinya.”

Perawat itu pun memberikan bayi mungil itu kepada Sofia. Sofia menerima bayinya dengan penuh kehati-hatian. Lagi-lagi wanita itu menangis haru, melihat makhluk kecil yang berada dalam dekapannya.

.

.

.

.

.

Setelah lebih dari 1 jam Nicholas meninggalkan Sofia, akhirnya pria itu memutuskan untuk kembali masuk ke dalam ruang rawat inap Sofia.

Dia melihat Sofia yang sudah selesai memberikan asinya kepada bayi mungil yang ada di dalam dekapannya.

“Dia sangat tampan,” puji Nicholas lagi. Tak dipungkiri, wajah bayi itu sangat tampan. Rambutnya yang hitam legam, serta kulit yang putih bersih, tak lupa netra berwarna abu-abu itu, membuat Nicholas merasa yakin bahwa ayah sang bayi merupakan orang asing.

“Posso darti un nome (Boleh aku yang beri nama)?” tanya Nicholas. Netra pria itu masih terus memandang bayi mungil dalam pangkuan Sofia.

Sofia mengangguk, “Certo (Tentu).”

Nicholas tersenyum mendengarnya. Dia meminta bayi itu untuk digendongnya. Sofia memberikan bayinya dengan hati-hati, serta mengajarkan Nicholas bagaimana cara menggendong dengan benar.

“Ciao figlio! Ascolta, ora ti chiami Xavielle Marcello (Hai nak! Dengar, namamu sekarang Xavielle Marcello).” Nicholas mencium pipi gembul milik bayi dalam pangkuannya.

“Terima kasih Nic.”

.

.

.

.

.

Sejak saat itu Nicholas sangat menyayangi El, seperti anaknya sendiri. Pria itu bahkan membantu Sofia untuk merawat El.

Bahkan di saat El sudah berusia 2 tahun, Sofia memaksa untuk mencari kerja dan tinggal terpisah darinya, Nicholas melarang keras keinginan Sofia.

Bagi Nic, saat itu El masih terlalu kecil jika harus ditinggal bekerja. Nicholas memaksa Sofia untuk tetap tinggal bersamanya. Selain karena usia El, ada perasaan berbeda jika dia harus hidup terpisah dari kedua orang itu.

Sampai pada akhirnya Sofia memutuskan untuk bekerja, di saat El menginjak usia 3 tahun. Dia merasa sungkan jika harus menyusahkan Nicholas terus menerus.

Tanpa bekal surat kelulusan apa pun, akhirnya Sofia diterima bekerja di toko pakaian brand ternama. Itu semua tidak lepas dari bantuan Nicholas.

Sofia bersyukur, walau hanya menjadi pegawai toko dengan gaji yang tidak seberapa. Setidaknya dia tidak akan menyusahkan Nicholas lagi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Hot Mother   140. Bab 140

    Ettan mendorong kursi roda milik ibunya dengan perasaan hampa. Wanita paru baya itu juga terlihat tidak sehat beberapa hari terakhir. Hari ini tepat empat belas hari setelah kejadian jatuhnya pesawat Air 367. Pencarian sudah ditutup, dan para korban yang sampai saat ini belum ditemukan, dinyatakan tiada. Sama seperti Sofia dan juga El. Ibu dan anak itu sama sekali tidak ditemukan. Hanya koper milik Sofia saja yang berhasil ditemukan dan dikembalikan kepada pihak keluarga. Tentu saja hal ini menjadi pukulan yang amat berat untuk Ettan dan juga ibunya, tidak terkecuali untuk Bagas, seorang ayah yang selama ini menganggap putrinya tidak pernah ada. Ettan menatap lautan dari balik kacamata hitamnya. Hari ini semua awak media, dan keluarga korban berkumpul di tepi pantai. Rencananya mereka akan melakukan upacara tabur bunga untuk memberi penghormatan yang terakhir. “Ettan, Sofia—“ Suara Soraya tertahan ketika ingin melanjutkan percakapannya. Ettan menunduk, kemudian berjongkok di hada

  • Hot Mother   139. Bab 139

    Nicholas menatap laut biru di hadapannya dengan dada yang terasa sesak. Sudah tujuh hari sejak kecelakaan pesawat yang ditumpangi Sofia terjadi, dan mereka masih belum bisa menemukan Sofia dan juga El. Bangkai dari badan pesawat sudah mulai bisa dievakuasi satu-persatu, begitu juga dengan para korban yang semuanya ditemukan dalam kondisi tidak selamat. Potongan tubuh manusia sudah seperti penampakan yang biasa bagi Nicholas dalam tujuh hari terakhir. Tentu, dia tidak diam berpangku tangan saja. Nicholas mengerahkan semua orang-orangnya untuk membantu proses pencarian. Namun, sampai detik ini baik tubuh maupun barang Sofia belum bisa ditemukan. “Ke mana kalian pergi? Apa kau ingin menghukumku dengan cara seperti ini, Fia?” Suara Nicholas terdengar lirih. Kulit pria itu sudah terlihat pucat dengan tubuh yang sedikit kurus. Dia sama sekali tidak pulang ke rumah, atau makan dengan teratur selama tujuh hari terakhir. Nicholas menghabiskan hari-harinya untuk bermalam di sini dengan para

  • Hot Mother   138. Bab 138

    Arnold memukul kemudi setirnya berkali-kali. Pria itu sudah terjebak macet hampir satu jam lamanya, dan di sinilah dia berada dengan rasa kesal yang luar biasa. Pria itu mematikan radio yang sejak tadi dia nyalakan. Berita di dalam sana itu-itu saja, dan Arnold mulai merasa bosan.Arnold menghela napas malas ketika ponselnya kembali berdering. Nama Arzan tertera di sana, dan ini entah sudah panggilan ke berapa dari temannya itu. “Halo, apalagi, Ar? Kau tidak bisa mencarikan aku solusi? Aku jenuh berada di tengah-tengah kemacetan ini!” bentak Arnold tanpa menunggu terlebih dahulu Arzan berbicara. Pria itu benar-benar kesal dan butuh sesuatu untuk melampiaskan kekesalannya tersebut. “Arnold.” Suara Arzan terdengar lirih. Pria itu sama sekali tidak terdengar kesal setelah mendapatkan omelan dari Arnold. “Ada apa? Kenapa dengan suaramu?” tanya Arnold dengan raut wajah bingung. Arzan bukanlah orang yang bisa berbicara lirih seperti ini setelah dimarahi oleh Arnold. Biasanya pria itu ak

  • Hot Mother   137. Bab 137

    “Mommy, apa nanti dad akan menyusul kita?” Entah sudah pertanyaan keberapa yang Sofia dengar mulut anak laki-laki yang duduk di sampingnya itu. El menatap Sofia dengan serius. Sejak tadi Sofia belum memberikan jawaban yang memuaskan rasa penasarannya. Sofia terlihat bingung untuk sesaat. Namun, wanita itu sudah bertekad apa pun yang terjadi, mereka tidak akan lagi menyusahkan Nicholas. “Sepertinya tidak. Dengar El—“ Sofia langsung berusaha menyela ketika anak laki-lakinya itu ingin berkomentar. “Daddy mungkin ... maksud Mommy, sekarang kita harus bisa hidup mandiri. Di hidup daddy tidak hanya ada kita saja. Daddy juga punya kehidupan yang lain. Pekerjaan dia terlalu banyak sehingga menghabiskan banyak waktu. El mengerti maksud Mommy, kan, Sayang?” tanya Sofia dengan lembut. Tangan Sofia mengusap kepala El dengan penuh kasih sayang. Hanya penjelasan seperti ini yang bisa Sofia katakan. Usia El masih terlalu kecil untuk bisa memahami segala persoalan di hidup mereka. El menatap Sofia

  • Hot Mother   136. Bab 136

    “Pada pukul 13:00 wib pesawat Air 367, penerbangan Jakarta dengan tujuan kota Helsinki-Finlandia, dinyatakan hilang kontak di atas perairan laut Banten. Pesawat yang diawaki oleh 2 pilot dan co-pilot, dan 10 awak kabin, serta 99 penumpang yang merupakan warga negara asing maupun WNI juga dinyatakan hilang.Hingga berita ini diturunkan, baik pihak bandara maupun tim-tim yang bertugas sedang berupaya mencari keberadaan pesawat Air 367.” Nicholas menaikkan kepalanya yang tertunduk sejak duduk di ruang tunggu—yang sedang menunggu kepastian dari pihak bandara, mengenai mengapa penerbangan mereka harus tertunda. Namun, setelah mendengar berita yang baru saja disiarkan oleh media di televisi, mata pria itu menatap layar besar di hadapannya dengan sedikit ragu. Terdengar tarikan napas Nicholas dengan wajah sedikit gusar. Pria berkulit putih itu lalu berdiri dan berlari, menerobos keramaian. Sejak kembali dari luar tadi, dia baru sadar jika keadaan bandara sudah lebih ramai, dengan keberad

  • Hot Mother   135. Bab 135

    Arnold menyetir mobil dengan keadaan tidak karuan. Gugup, panik, marah, dan kecewa. Benaknya selalu bertanya-tanya sejak tadi, mengapa Sofia berniat pergi lagi? Mengapa Sofia melakukan hal ini lagi—meninggalkan dirinya dalam ketidakpastian? “Ah, sial!” Arnold memukul kemudi mobil dengan kuat. Amarah pria itu benar-benar membuncah saat ini. Kemarin-kemarin dia memang sengaja tidak menemui Sofia sampai fakta tentang siapa El jelas, tetapi bukan berarti dia akan melepaskan Sofia lagi, bukan? Sampai kapan pun Arnold tidak akan bisa menerima jika Sofia pergi lagi dari hidupnya, apalagi wanita itu membawa El. Anaknya! Entah apa dan bagaimana pikiran itu terus mengusik Arnold. Apakah saat ini Sofia sudah tahu jika Arnold menyelidiki El? Apa Sofia lari karena merasa takut jika El memang terbukti putranya, maka Arnold akan mengambil anak laki-laki itu? “Oh, Sofia! Tidak mungkin! Kalau memang kau berpikir seperti itu, itu hal yang mustahil. Aku tidak akan mengambil El dirimu, atau berniat

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status