Share

7. Keresahan Arnold

Di belahan bumi lain. Pria berkulit eksotis itu tampak mendesah berkali-kali. Bukan desah kenikmatan seperti yang dia rasakan dulu, melainkan karena keputusasaan.

“Harus ke mana lagi aku mencarimu?”

Tatapannya kembali menerawang ke masa lalu. Sementara tangannya menggenggam erat, sebuah kalung bertuliskan nama gadis itu ‘Sofia’.

Gadis yang berhasil mengubah hidupnya 180 derajat. Arnold masih ingat benar, netra cokelat yang berhasil membiusnya malam itu. Wajah bulat serta bibir tebal yang masih terus menari dalam ingatannya.

“Kenapa? Kenapa Sofia?” Lagi-lagi Arnold mendesah berat.

Hingga suara ketukan pintu membuatnya tersadar. Arnold kembali menyimpan kalung itu di laci meja kerjanya, lantas netra abu itu memastikan siapa yang masuk ke dalam ruangannya.

“Honey!” seru wanita cantik dari balik pintu.

Wanita dengan tinggi tubuh 175 cm itu, jalan berlenggak-lenggok menghampiri Arnold. Mini dress berwarna merah hati tampak menonjolkan seluruh lekuk tubuhnya.

Siapa yang tidak mengenalnya? Wanita cantik yang dianugerahi keseksian yang membuat siapa pun merasa iri hanya dengan melihatnya. Grace Naomi atau orang lebih sering mengenalnya Grace.

Wanita berusia 29 tahun itu berprofesi sebagai model. Bakatnya dalam dunia modeling tak perlu diragukan lagi. Semua terbukti dari prestasi-prestasi yang diraihnya.

“Ada apa kau datang kemari?” tanya Arnold dingin.

“Aku merindukanmu, Honey.” Wanita duduk di pangkuan Arnold tanpa permisi.

Hal itu membuat Arnold tersenyum sinis. Dia menatap tajam wanita di pangkuannya itu. Membuat Grace merinding, karena tatapan itu seolah akan membunuhnya.

“Oh ayolah Ar!” Grace berdiri dari pangkuan Arnold. Setelah itu, duduk di sofa yang letaknya tidak jauh dari keberadaan pria berdarah Belanda itu

“Kau sudah sangat berbeda,” cebik Grace. “Menyebalkan!” imbuhnya lagi.

“Aku masih sama. Tidak ada yang berubah dari diriku.” Arnold kembali melanjutkan kegiatan yang sempat tertunda tadi.

“Tidak berubah? Kau sekarang jadi lebih dingin Ar. Come on Honey kita habiskan waktu untuk bersenang-senang kembali seperti dulu.”

“Pintu keluar masih di sana!” Arnold menunjuk pintu melalui sorot mata tajam miliknya.

Grace mengentakkan kaki dengan perasaan kesal. Jika pria itu sudah berkata hal demikian, tandanya dia sudah meminta Grace untuk segera pergi.

“Kita bertemu lagi besok!” Grace berdiri dari duduknya, dan segera berjalan menuju pintu keluar dari ruangan milik Arnold.

Setelah Grace keluar, Arnold kembali menyandarkan tubuhnya ke belakang. Memijit pangkal hidung, karena rasa pening yang kembali melanda pria berusia 31 tahun itu.

Bersenang-senang yang dimaksud Grace bukanlah seperti yang orang lain pikirkan. Melainkan bersenang-senang di atas ranjang dengan peluh yang bercucuran membasahi tubuh mereka berdua.

Arnold menghela napas pelan. Memang benar adanya. Dirinya sudah berubah 180 derajat sejak malam itu. Tidak ada lagi hasrat yang menggebu setiap kali melihat tubuh wanita.

Sofia, gadis itu sukses memorak-porandakan kehidupan Arnold.

Tak lama setelah itu Arnold mendengar suara pintu yang terbuka, menampilkan sosok sahabatnya.

“Ar!” seru pria bertubuh tinggi itu.

“Apa kau datang membawa kabar?” tanya Arnold.

Pria itu menggeleng lemah.

Arzan Ravindra, adalah sosok sahabat sekaligus asisten yang mendampingi Arnold. Banyak orang yang memanggil mereka dengan sebutan ‘Duo Ar’. Selain karena memiliki wajah yang sama-sama tampan, mereka juga memiliki kesamaan sikap.

Hanya saja Arzan terkenal dingin sejak dulu. Tidak seperti Arnold, yang berubah dingin sejak bertemu dengan Sofia.

Sudah berbagai macam cara dilakukan Arnold, dalam mencari Sofia. 5 tahun sudah dia mengerahkan segala kemampuan dan kekuasaan yang dia punya.

Nihil. Sofia tetap tidak ditemukan. Gadis itu hilang tanpa jejak, bagai ditelan bumi. Terlebih lagi Arnold hanya mengetahui nama gadis itu saja. Sementara asal-usul gadis itu, sampai sekarang Arnold tidak dapat mengetahuinya.

“Sudahlah lupakan saja gadis itu!” Arzan menepuk pelan bahu sahabatnya. “Diantara kalian hanya terjadi cinta 1 malam saja. Tidak ada yang istimewa,” imbuh pria itu lagi.

Arnold memicingkan netra abunya. Tangannya kembali memijit dahinya, yang terasa pening. Jika saja malam itu dia memakai pengaman, mungkin dia tidak akan seperti sekarang.

Bagaimana jika gadis itu hamil? Bagaimana jika gadis itu kesusahan karena dirinya?

Pria itu merutuki dirinya sendiri.

Bodoh.

Kenapa malam itu dia pergi tanpa meninggalkan jejak apa pun.

***

Di Milan, waktu masih menunjukkan pukul 4 dini hari. Milan dan Jakarta memiliki perbedaan waktu kurang lebih 5 jam.

Sofia masih meringkuk di bawah selimut tebal miliknya. Kemarin pagi setelah dia menangis di depan Nicholas, dia memutuskan untuk pergi bekerja dan kembali larut malam.

El.

Tentu saja putranya itu menghabiskan waktu seharian bersama dengan Nicholas. Pria itu selalu seperti itu, melupakan segalanya jika sudah bersama dengan El.

.

.

.

.

.

Pukul 6 pagi Sofia terbangun, sebab alarm di sampingnya itu terus saja mengeluarkan suara nyaring.

“Apa Nic sudah pulang?”

Wanita itu duduk di tepi tempat tidur. Berusaha mengembalikan kesadaran, yang belum sepenuhnya kembali.

Dia ingat, malam tadi Nicholas tidak kembali ke apartemen miliknya. Pria itu memaksa tinggal bersama, sampai dia akan kembali ke Indonesia.

“Keras kepala,” gumam Sofia.

Wanita itu tidak sadar bahwa dia lebih keras kepala. Tidak ada yang bisa menggoyahkan pemikirannya, baik Nicholas maupun El.

Sofia segera beranjak keluar kamar. Dapur adalah tujuannya, coklat panas di pagi hari sepertinya cocok, dengan cuaca yang dingin seperti ini.

“Buongiorno, caro (Selamat pagi, Sayang),” sapa Nicholas.

Pria itu keluar secara bersamaan dengan Sofia dari kamar El.

“Nic del mattino (Pagi Nic),” sahut Sofia.

Sofia bergegas menuju dapur, diikuti Nicholas di belakangnya.

Pria itu tampak sudah sangat tampan. Walau hanya dengan balutan celana pendek dan juga kaus kerah berwarna hitam yang melekat jelas di tubuh kekarnya itu.

Siapa yang tidak akan tergoda melihatnya seperti itu. Pria dengan tinggi tubuh 193 cm yang memiliki tubuh yang atletis. Netra berwarna biru dengan rambut berwarna cokelat. Garis wajah yang tegas membuat Nicholas terlihat sangat tampan. Bahkan terkesan sempurna seperti dewa Yunani.

“Cioccolata (Cokelat panas)?” tawar Nicholas. Pria itu berjalan menuju dapur untuk membuat cokelat panas.

Sofia mengangguk. Wanita itu lantas duduk di meja makan, sembari menunggu cokelat panas yang sedang dibuat Nicholas.

Tak lama setelah itu Nicholas datang menghampiri Sofia, dengan dua gelas berisi cokelat panas di tangannya.

“Grazie. Sei il miglior Nic (Terima kasih. Kau memang yang terbaik Nic)!” puji Sofia. Tangannya meraih gelas berisi cokelat panas itu. “Apa El belum bangun?” tanyanya lagi, sembari meniup gelas yang ada dalam genggamannya.

“Non ancora (Belum).” Nicholas duduk di samping Sofia, lalu meniup cokelat panas miliknya. Dengan sesekali melirik gadis yang ada di sampingnya.

“Kau tidak ke kantor?” tanya Sofia, memecah keheningan diantara mereka berdua.

Nicholas menggeleng. “Siang nanti baru aku akan ke kantor. Ada beberapa berkas yang harus aku tandatangani sebelum aku pergi.”

Sofia terdiam.

“Non Sei al lovoro, Fia (Kau tidak masuk kerja, Fia)?” tanya Nicholas ketika melihat Sofia belum membersihkan diri.

“Non (Tidak).”

Mereka kembali terdiam. Masih ada kecanggungan yang terjadi setelah kejadian tempo hari.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Endhie Yusuf
iiihhhhhhhh
goodnovel comment avatar
Yuli a
jijik..penjahat kelamin jd tokoh utama..gak rela, gadis suci disatukan sm penjahat kelamin
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status