Rama mencari Naya kesegala penjuru kamar, sampai berhenti tepat di depan pintu kamar mandi Naya. Rama mengetuknya berkala namun tak mendapat sahutan sama sekali. “Kemana ini anak.” Gumam Rama ketika tak mendengar sahutan maupun gemericik air dari kamar mandi Naya.
Rama turun untuk mencari Naya barangkali ada di ruang makan atau di dapur bersama Bella, namun matanya memicing ketika melihat pintu kamar Doni yang terbuka sedikit. Rama mengetuk pintu kamar Doni untuk memastikan jika pikirannya tidak benar. “Don, Naya ada di dalem?” Tanya Rama sambil mengetuk pintu.“Gak ada Ram, masuk aja.” Jawab Doni sambil mengeraskan suaranya.Setelah mendapat izin dari Doni, Rama langsung masuk lalu mengedarkan pandangannya mencari Naya. Matanya terfokus pada kamar mandi Doni, Rama menuju ke kamar mandi untuk memastikannya. Dibukanya dengan tergesa dan ternyata tak ada siapapun di sana.“Nyari apa sih Ram?” Tanya Doni heran dengan sikap Rama.“Naya enggak ada di kamarnya Don.” Keluh Rama lalu duduk di tepi ranjang Doni.“Udah turun kali ke dapur bantuin si Bel-Bel sama Ibu. Ayo cek kesana.” Ajak Doni tenang.“Anak gue bikin pusing aja sore-sore. Sadiolo kalo kata Ibu Mertua mah ini.” Gerutu Rama ketika sambil mencari Naya yang entah dimana ketika akan maghrib.“Dumel aja terus, bukannya nyari.” Sungut Doni lalu mendahului Rama.---Naya selepas mandi langsung menuju dapur untuk membantu Bella dan Bu Minah menyiapkan makan malam, baru bergabung sekitar 5 menit namun si kembar sudah memanggil mereka untuk segera ke musholla. Reina dan Reino saling pandang ketika melihat Naya berada di dapur.“Kak udah ketemu Papa?” Tanya Reina ketika di samping Naya.“Belum, kenapa Dek?” Tanya Naya menghentikan aktifitasnya.“Tadi Papa katanya mau nyusul Kakak ke kamar, taunya Kakak di sini.” Naya mengangguk mengerti lalu meninggalkan dapur untuk mencari Rama.“Cari Kak, Papa pasti heboh nyariin kamu.” Seru Bella yang diacungi 2 jempol oleh Naya.Doni yang berjalan lebih dulu langsung memeluk Naya ketika melihat Naya berjalan ke arahnya. Doni yang berlebihan membuat Naya bingung, kenapa pula Doni memeluk dirinya dan mencium puncak kepalanya seolah Naya hilang dan baru ditemukan. “Dari mana aja sih? Kita nyariin kamu Yang.” Lirih Doni tanpa melepas dekapannya.“Ada Papa, Om. Cepetan lepas!” Ucap Naya yang tak ingin Rama salah paham atau merasa janggal dengan mereka.“Biarin, biarin aja Rama tau.” Ucap Doni enteng, Naya tanpa banyak bicara Naya langsung menginjak kaki Doni dengan kuat, “Aduh! Sakit sayang!” Pekiknya karena terkejut dan memang terasa sakit kakinya.“Ya makanya jangan ngeyel, nurut Om kuncinya.” Doni akhirnya melepaskan dekapannya namun mencuri satu ciuman di kening Naya.“Don!” Seru Rama ketika melihat Doni mencium putrinya.“Hm.” Dehem Doni tanpa menoleh.“Lu ya main nyosor-nyosor anak gue aja.” Rama menghadiahi pukulan ringan pada bahu Doni. “Anak perawan gue ini, jangan macem-macem. Harus punya sertifikat dulu kalau mau deketin anak gue mah.” Doni hanya memutar bola matanya jengah mendengar itu.“Sertifikat apa yang lu mau? Rumah? Apartemen? Hotel? Restoran? Mall? Kontrakan? Lahan? Atau apa Ram?” Tanya Doni menyebut satu persatu papan yang memang sudah terdengar biasa jika kita menginginkan anak gadis orang.“Emang gue mata duitan, sertifikat mantu perfeksionis dari gue. Kalau lu punya semuanya tapi gak lolos sertifikasi mantu idaman gue, ya sorry to say Don, lu gagal.” Ucap Rama tengil yang membuat Naya menggelengkan kepalanya.“Alah kebanyakan rempongnya punya mertua kayak lu Ram, orang anaknya juga mau.” Ucap Doni enteng namun mendapat delikan tajam dari Naya. Doni langsung menutup mulutnya rapat-rapat ketika air wajah Naya berubah pias.“Anaknya mau? Anak siapa? Anak gue?” Tanya Rama yang membuat Naya makin mendelik dan memberi kode gelengan kepala pada Doni.“Ayo maghrib.” Ajak Doni tanpa perlu menjawab pertanyaan Rama. Doni menggandeng Naya untuk berjalan lebih dulu dan meninggalkan Rama yang kini mengekori langkah mereka.“Dari mana tadi Kak? Kok Papa ke kamar udah gak ada kamu?” Naya menoleh lalu nyengir karena tak enak hati membuat papanya kalang kabut.“Tadi abis mandi langsung ke dapur Pa, niatnya buat bantuin Mama sama Ibu. Terus dibilangin sama NaNo kalau Papa nyariin, makanya aku keluar dapur buat nyari kalian.” Rama hanya mengangguk lalu memisahkan genggaman tangan Doni di tangan Naya.“Jangan pegang-pegang anak gue ah, ngeri gue sama lu.” Ucap Rama yang tak diindahkan oleh Doni.“Lu tau kan Ram kalau Naya udah gue tandain jidatnya, terus masalahnya dimana? Semua asset gue, gue balik nama ke lu semua deh biar lu percaya. Atau ke Naya sekalian?” Doni yang mulai kesal akhirnya menatap marah ke arah Rama. “Dari tadi heboh aja gue deket-deket sama Naya. Gue kawinin nih anak lu.” Ceplos Doni yang mendapat pukulan di kepalanya.“Kawinin-kawinin. Anak gue ini, ngomong yang bener! Udah tua juga.” Gerutu Rama yang merangkul bahu Naya untuk menjauhkannya dari Doni.“Udah dong Pa, jangan pada berantem. Malu ih udah pada tua berantem.” Lerai Naya.Mereka akhirnya sholat berjama’ah dengan Doni sebagai imam, selepas sholat mereka melanjutkan aktifitasnya masing-masing. Tertinggal Naya dan Doni di musholla, kesempatan emas yang tak disia-siakan oleh Doni. Doni langsung mendekati Naya dan mengulurkan tangannya, namun respon Naya hanya mendongak dan menatap heran tangan yang masih menggantung di udara tanpa sambutan.“Kenapa?” Tanya Naya polos.“Salim sayang, salim. Salim sama calon suamimu ini, belajarnya dari sekarang coba.” Ucap Doni dengan sabar. Untung kesabaran Doni setebal skripsi fakultas teknik yang beberapa waktu lalu viral.“Oh salim, kirain apaan.” Naya langsung mencium tangan Doni dengan takzim lalu memberi Doni senyum termanis yang membuat Doni makin meleleh akan pesona Naya.“Stop sayang jangan senyum apalagi nyengir, Om gak kuat nanti diabetes lama-lama.” Naya bukannya senang dipuji demikian malah merengut.“Makanya hidup sehat biar gak diabetes Om!” Seru Naya yang membuat Doni bingung kemana arah pembicaraan mereka.“Bukan diabetes itu sayang, susah deh mau gombal tapi kebawa perasaan.” Doni menggandeng Naya untuk segera keluar dan bergabung bersama untuk makan malam.Reina menatap kesal kedatangan Doni dan Naya yang saling lempar senyum. Reina turun dari kursinya dan menyibak Naya dari jangkauan Doni. “Ngapain deket-deket kesayangan aku?” Sungut Reina menatap tajam Naya yang meliriknya judes.“Ambil tuh kesayangan kamu, Dek. Kakak mah sama Abang aja deh, iya kan Bang, kesayangan Kakak.” Doni melotot ketika melihat Naya menciumi pipi Reino dan memeluknya gemas.‘Aduh bagian gue itu harusnya, Reina….. kau membuat mood Kakakmu hancur sayang.’ Gumam Doni dalam hatinya.Naya yang baru pulang dari kampus langsung membanting pintu kamarnya hingga menimbulkan suara bising. Bella yang mendengar itu terjengkit kaget dan mencari sumber suara. “Suara apa itu tadi?” Si kembar yang mendengar gumaman ibunya langsung menaikkan bahu mereka. “Gak tau Ma, kita liat yok bareng-bareng.” Ajak Reino yang sudah berdiri dan menggandeng tangan Bella. “Aku takut Bang.” Ucap Reina yang memang sangat takut mendengar suara-suara yang tak seperti biasanya. “Tenang ada Abang.” Ucap Reino seolah bisa mengatasi itu semua, karena Rama selalu berpesan jika Reino sebagai laki-laki harus melindungi perempuan-perempuan yang berada di rumah. “Abang aja kecil mana bisa diandelin.” Bella menggelengkan kepalanya mendengar perdebatan mereka berdua. “Udah-udah ayo kita liat bareng-bareng aja.” Lerai Bella yang disetujui oleh kedua anaknya. Mereka keluar dari kamar utama Bella dan Rama dan menatap sekeliling, Reina dan Reino menoleh ke sebelah kiri. Bella menoleh ke sebelah kanan dan
“Lu kenapa dah Nay? Perasaan abis liburan kenapa jadi manyun begitu?” Tanya Risma yang tidak mengetahui permasalahan Naya. “Lu makanya ikut kalo diajak tuh, gue pusing Ris, pusing~” ucapnya mendayu yang membuat Risma terbahak. Kemarin memang Risma tidak ikut serta ketika Naya, kakek dan neneknya pergi ke Bogor karena menemani Yuni—ibunya Risma sakit. “Pusing apa nyanyi lu? Kocak dasar. Ada apaan? Lu gak cerita.” Naya hanya memutar bola matanya jengah mendengar serentetan pertanyaan dari Risma. “Panjang ceritanya Ris, intinya gue disuruh nikah sama Akung sama Uti.” Risma langsung ternganga lebar mendengar ucapan Naya. “Yang bener aja kenapa sih Nay, jangan bercanda. Lagian Akung sama Uti kenapa jadi frontal begini? Terus lu udah bilang sama Om Doni belum?” Naya hanya mengangguk lemas mendengar pertanyaan Risma. “Terus reaksi Om Doni apa? Masa iya Om Doni diem aja.” Sungut Risma yang ikut gemas dengan kisah cinta sahabatnya itu. “Om Doni mah terserah gue katanya.” Ucap Naya yang me
“Yang penting sama kamu nikahnya Om ikhlas.” Ucap Doni sambil menaik turunkan alisnya.“Kalau aku gak mau?” Tanya Naya menggoda Doni.“Ya Om paksa, enak aja udah ditungguin sampek tua masa iya gak mau nikah sama Om.” Ucap Doni sambil mengedipkan sebelah matanya.“Ngeri amat Om maksa-maksa, mau dong dipaksa-paksa.” Ucapnya lalu terbahak heboh yang membuat Doni menggelengkan kepalanya.TokTok“Kak, udah ada Akung sama Uti tuh di luar. Kamu mau keluar kapan?” Ucap Bella setelah mengetuk pintu kamar Naya.“Iya Ma, ini mau keluar kok.” Jawab Naya lalu mulai beranjak dan mengapit lengan Doni agar keluar bersama.“Oke kalau begitu Mama tinggal ke bawah duluan ya.”“Iya Ma.” Naya lalu mendongak menatap Doni seolah meminta persetujuan untuk pergi hari ini. “Om~” Doni yang mengerti maksud Naya langsung mengangguk.&l
“Jadi Kak mau jalan-jalan sama Akungnya?” Tanya Rama ketika melihat putrinya yang sudah bersiap akan berangkat bersama kakek dan neneknya. Naya tetap berangkat ke Bogor untuk memikirkan semuanya, tak ada jawaban untuk permintaan Dimas semalam. Pikirannya sedang kalut karena penjelasan Doni lalu ditambah dengan permintaan dan restu dari kakek dan neneknya.“Jadi Pa, paling minggu pagi udah sampek rumah lagi kok. Aku sedikit pusing pengen hirup udara segar di luar dulu. Boleh kan Pa?” Tanya Naya dengan mata berembun. Rama bisa apa selain mengizinkan putrinya jika sudah begini. Toh perginya sama Akung dan Utinya batin Rama.“Tapi nanti berkabar ya kalau udah sampai lokasinya Kak. Kamu harus video call Papa, oke?” Naya mengangguk mengerti yang membuat Rama lega.“Yaudah kalau begitu aku rapi-rapi dulu Pa, mau telepon Risma juga soalnya.” Rama mengangguk lalu keluar dari kamar Naya.“Seenggaknya ada info da
Naya menuruni undakan tangga dengan tergesa karena penasaran dengan siapa yang berkunjung ke rumah nenek dan kakeknya ketika malam hari. Sesampainya di lantai bawah, Naya meluruhkan bahunya seolah lega dan sedikit kesal melihat siapa yang datang. Tanpa melihat wajahnyapun Naya sudah hafal di luar kepala dengan perawakan Doni meskipun dari belakang. Naya berjalan dengan santai cenderung malas menghampiri Doni, sedangkan Doni yang mendengar suara derap langkah langsung menoleh cepat.“Sayang~” panggil Doni ketika Naya akan berbalik arah mengurungkan niatnya untuk menghampiri Doni. Naya terpaksa menghentikan langkahnya ketika mendengar panggilan Doni. “Kenapa balik lagi?” Tanya Doni lalu beranjak dari duduknya dan menghampiri Naya.Naya menghela napas sebelum menjawab pertanyaan Doni. “Gak apa-apa, emang kenapa kalau aku balik lagi? Ada masalah buat Om?” Doni menghirup udara lebih banyak untuk menetralkan emosi yang tiba-tiba saja hingg
“Mas, kamu malah di sini ngobrol sama Mas Doni. Aku dari tadi nungguin kamu biar bisa nego sama Ibu sama Ayah juga, malah asik sendiri. Itu Naya bagaimana besok~?” Tanya Bella dengan mendayu sekaligus gemas dengan suaminya yang sedari tadi ditunggunya tak kunjung tiba.“Ini Mas juga lagi usaha sayang, kamu mah sabar dulu kek. Sekarang Ayah sama Ibu udah pulang belum?” Rama menghampiri istrinya yang masih berdiri di ambang pintu kamar Doni.“Udah lah, orang nungguin kamu juga gak keluar-keluar.” Sungut Bella lalu menatap nanar ke arah Doni. “Mas Doni tolong bujuk Naya ya, dia kenapa sih Mas kok tiba-tiba mau pergi sama Ibu, Ayah, lama pula. Gak biasanya begini, Mas Doni tau gak kira-kira?” Bella berharap Doni menjawab ‘Iya Bel aku tau’ namun Doni hanya menjawabnya dengan gelengan kepala.“Keluar dulu yuk Yang, kita ke kamar Naya aja. Kita tanya langsung ke anaknya.” Ajak Rama yang langsung di