Bab 17 A."Mama, papa kemana sih kok ga pulang-pulang?" tanya Carla resah.Sudah kehabisan kata aku menjawabnya, beberapa kali aku mengatakan jika papanya sedang sibuk, tetap saja ia tak mengerti."Mama, cepetan telpon Papa biar Carla yang ngomong," rengeknya lagi seraya menarik-narik ujung bajuku."Sabar dong nanti juga pulang," balasku sambil tersenyumPadahal dalam hati aku tak tahu apakah papanya akan kemari lagi atau tidak. Serba salah jadinya mana kemarin aku sudah mengusirnya untuk tidak pernah datang lagi ke rumah ini."Tapi kapan, Ma, kok lama? udah ah cepetan telpon papa sekarang," rengeknya seraya merebut ponselku."Mamaaa!" kembali ia merengek seraya menarik-narik bajuku dengan kuat.Terpaksa aku mengambil ponsel dari tangan Carla kemudian menelpon Bang Surya, semoga saja dia ga kegeeran, tak menunggu lama telponku langsung diangkat."Iya, Sarah," suara bang Surya dari sebrang sana."Papaaa ... ini Carla papa cepetan pulang Carla kangen pengen belajar melukis lagi," ucap C
Bab 17.B HUTak lama terdengar keributan dari dalam rumah, sepertinya Sonia bertengkar dengan kekasih gelapnya itu, kemudian Bang Surya menyeret Sonia ke teras."Kamu ga boleh gitu dong, Abang kesini karena Carla. Kamu harus ngerti kalau Abang dan Sarah ada anak jadi hubungan kami ga akan terputus gitu aja," ungkap Bang Surya dengan romantis.Apa ia tak menyadari kalau aku duduk disini, mungkin aku dianggap patung kali."Tapi kamu seharian ada disini, aku ga suka kalau nengok bentar aja, abis itu pulang lagi," jawab Sonia dengan manja.Berasa mau muntah lihat gaya manjanya."Eh, Bang, kasih tau tuh selingkuhan kamu, ga boleh egois jadi orang kalau dia suka sama kamu yah harus bisa terima Carla, jangan hanya sayang papanya saja," cetusku kesal.Sontak mereka mengalihkan pandangan ke arahku."Ayolah, Kak, kita pergi dari sini," ujar Sonia seraya menyeret Bang Surya.Namun ketika mereka sudah berjalan di dekat gerbang tiba-tiba Carla berteriak."Papaaaa ... papa mau kemana lagi, ayok tem
bab 18.ABang Surya diam tak bersuara, mungkin sedang berfikir keras saat ini. "Ya udah alamatnya akan saya kasih lewat Whatsapp, udah dulu kalau gitu. Jangan lama-lama kesininya, saya lagi butuh," tutur Bang Surya kemudian telpon dimatikan.Tak lama ponsel Karina berdenting, pesan dari Bang Surya sudah masuk."Pak Surya sudah ngasih alamatnya, Bu. Tapi saya mohon jangan laporin saya ke Polisi," ungkapnya memelas."kirim dulu alamat itu ke saya," jawabku tegasAkhirnya alamat rumah Bang Surya sudah kudapatkan. Sekarang tinggal memberi pelajaran lagi kepada mereka berdua hingga jera."Ya sudah kamu ga akan saya laporkan ke polisi tapi, ini hari terakhir kamu kerja," jawabku ketus.Ia terlihat sedikit bergairah mendengar keputusanku."Iya, Bu gapapa. Saya minta maaf," ujarnya seraya menatapku"Saya maafin, tapi kamu ga bisa kerja disini lagi ... nanti pihak HRD akan mengurus surat pemecatan kamu!" aku beranjak dari hadapannya.terdengar Zylan memanggilku."Rah mau kemana kamu? jangan n
Bab 18. BSelama 1 jam aku berputar-putar akhirnya rumah baru Bang Surya sudah kutemukan, entah ini rumahnya atau rumah kontrakan.Keluar dari mobil lalu melangkah secara perlahan ke rumah minimalis itu. Rupanya keberuntungan selalu bersamaku dengan leluasa aku bisa masuk ke rumah itu karena tak terkunci.Netraku menatap ke seluruh penjuru ruangan, lalu kulangkahkan kaki menuju kamar tengah, dari dekat pintu samar kudengar suara orang sedang mengobrol, pasti itu Bang Surya dan Sonia yang berada di dalam kamar.Aku membuka pintu dengan keras, nampak Sonia dan Bang Surya sedang berpelukan di atas kasur, mungkin kedua manusia menjijikan itu baru saja selesai berhubungan badan, dengan sigap tanganku merogoh ponsel dalam tas kemudian mengabadikan mereka berdua dalam bentuk vidio beberapa detik.Tampak terkejut bukan main kedua manusia itu."Sarah, ngapain kamu kesini. Lancang kamu ya maen masuk aja ke rumah orang," sergahnya seraya memakai baju.Kedua manusia itu tampak terburu-buru mengen
Bab 19.A(Pov Surya)Semenjak hari penggerebekan itu aku di usir oleh ibu, bahkan Sarah tak mengizinkanku untuk mengambil barang-barang dan bajuku, semakin besar saja rasa benciku padanya, namun begitu aku tak bisa hidup tanpanya eh, tanpa uangnya maksudnya.Yang lebih membuatku benci ialah ia berani memisahkanku dan Sonia, entah mengapa segala fikiran buruk berkecamuk, otakku seolah berputar bagaiamana caranya agar bisa menikmati uang Sarah kembali.Tanah hasil warisan ayahku sudah habis terjual tempo hari untuk menutupi hutang-hutangnya, hanya mobil inilah yang tersisa, dan tak mungkin juga aku menjual mobil ini, apa kata dunia kalau seorang Surya ga punya mobil!.Tiba-tiba ponselku bergetar, panggilan dari Adi, dengan malas aku menjawab panggilannya."Hallo, Di," ucapku"Sur gimana? jadi ga beli ruko gue? lama amat mikirnya," cetus Adi enteng"Ga jadi, entar aja," jawabku ketus, boro-boro beli ruko rumah aja ngontrak, semua ini gara-gara Karina wanita s*alan itu, kerja bertahun-tah
Bab 19.B"Dia ini mau melet cewe, Ki," Cetus Hendra dengan entengnya.Nampak Ki Joko menganggukan kepala seraya menatapku tiada henti."Ada photonya?" tanya Ki Joko."Ada di handhpone saya Ki," jawabku diiringi jantung yang berdegup tak beraturan."Photonya yang sudah di cetak ada ga, kalau di handhpone kaya gini ga bisa," ucap Ki Joko."Engga ada, Ki. Yasudah saya akan cetak dulu kalau gitu ... disini cetak photo dimana ya?" tanyaku, kenapa Hendra tak bilang dari tadi kalau syaratnya harus memakai photo, batinku kesal."Disini ga ada cetak photo," jawab Ki joko sembari menghisap r*koknya."Terus gimana dong? ... kamu sih bukannya bilang dari tadi!" ucapku seraya menepuk paha Hendra.Ki Joko nampak berfikir seraya menghisap rokok dan menghembuskannya, lelaki itu serem juga jika sedang diam, rumahnya juga serem dan kumuh. Aku bergidik ngeri melihatnya."Kalau gitu lewat makanan saja, di ujung jalan sana ada grosir yang menjual makanan dan kue-kue ... kamu beli kue disana, p*letnya lew
Bab 20.A(Pov Surya)Malam ini aku bisa tidur nyenyak, karena esok hari akan menyambut Sarah yang akan bertekuk lutut di hadapanku.*Pagi berkunjung, sehabis mandi pagi aku memakai baju dengan rapi tak lupa kusemprotkan minyak wangi mahal agar Sarah nyaman berada dalam dekapanku.Mobil kulajukan menuju kantor Sarah. Tiba disana suasana nampak senggang mungkin para karyawan sedang sibuk-sibuknya bekerja, aku putuskan menunggu di lobby, karena ruangan Sarah terletak di lantai 2.Sudah hampir setengah jam tapi Sarah belum juga keluar menemuiku."Mbak, coba telpon lagi Bu Sarahnya bilang saya masih nungguin," pintaku pada seorang resepsionis."Baik, Pak," jawabnya, ia pun meraih gagang telpon."Suryaa," sapa Zylan, ia menghampiriku kemudian duduk dan memeluk tubuhku erat-erat.Entah kesambet apa janda ini, datang-datang langsung memelukku. Apa ia juga mencintaiku? hatiku terus bertanya-tanya."Lepasin, Zy, malu diliatin orang," tandasku seraya berusaha melepaskan pelukannya.Kalau diliha
Bab 20.BKepalaku terasa berat, semua orang membuatku kesal hari ini. Uangku sudah mau habis bagaimana caranya untuk membayar biaya Rumahsakit."Aduh kok bisa kepeleset sih, Bu makanya kamar mandi tuh harus rajin di sikat biar ga licin," sindirku kesal."Kamu tuh ya malah nyalah-nyalahin ibu ... yang salah tuh kamu ngapain pake ngehamilin anak saya ... jangan banyak omong cepetan kesini," jawab ibu ketus.Baru kali ini Ibu mertua memarahiku, biasanya ia selalu bersikap hormat ketika aku dan Sarah mengunjungi rumahnya."Iya, tungguin aja nanti malam nyampe," balasku kemudian telpon kumatikan.Mobil kulajukan, sembari menyetir otakku terus berputar bagaimana caranya agar mendapatkan uang untuk biaya Rumahsakit Sonia, aku sangat yakin Ibu tak akan mau membayar biaya Rumahsakit Sonia , apalagi Bapak ia terang-terangan tak menyukai Sonia, karena menurutnya Sonia adalah anak hasil dari selingkuhan istrinya.Aku mendapat ide untuk mengambil perhiasan milik Sarah, aku sangat tahu betul dimana