Share

Bab 10 Wajahnya Harus Terekam dalam Video

Julia dengan wajah penuh kekesalan dan galak berkata, "Akhirnya datang juga."

Callista melirik raut wajah Jessica yang merasa bersalah. Dia mengalihkan pandangannya kepada Julia dan bertanya, "Anda memanggilku, ada apa?"

"Apa masih perlu kukatakan lagi?"

"Kamu memang tidak tahu malu! Bahkan membuat Edbert kehilangan muka. Apa begini aturan Keluarga Garcia?" tanya Julia.

Callista berpura-pura bodoh dan berujar, "Ibu, aku tidak terlalu mengerti. Di mana letak kesalahanku?"

Julia makin berang ketika melihat Callista yang belum insaf dan langsung berteriak, "Masih berani bertanya! Kamu begitu menggandrungi Edbert, bahkan meninggalkan tanda seperti itu di badannya. Apa bedanya kamu dengan seorang pelacur?"

Sontak ekspresi Jessica langsung berubah sebelum berangsur-angsur normal kembali. Dia segera menghibur dengan suaranya yang lembut, "Bibi, jangan marah. Jantung Anda kurang baik."

"Kak Callista, cepat minta maaf pada Bibi!"

Callista tertawa sambil berujar dengan nada mengejek, "Kalau aku salah, pasti akan mengakuinya. Tetapi, orang yang bersama Edbert tadi malam bukanlah diriku."

"Apa kamu bilang?" tanya Julia sembari mengerutkan kening, lalu melanjutkan, "Siapa lagi kalau bukan kamu?"

"Jessica, Ibu bertanya padamu siapa yang bersama Edbert semalam?"

Jessica tampak terkejut menjawab dengan nada yang polos, "Kak Callista, apa yang sedang Kakak bicarakan? Mana mungkin aku tahu keberadaan Kak Edbert? Aku seharian berada di kamarku kemarin."

"Kamu memang ada di dalam kamarmu sendiri, tetapi bukankah Edbert juga berada di kamarmu?"

"Diam!" Julia menyela perkataan Callista dan berkata dengan marah, "Jessica dan Edbert sudah seperti kakak beradik. Berani-beraninya kamu memfitnah mereka!”

Jessica mengambil kesempatan menangis sambil berucap, "Iya, Kak Callista. Kalau kamu enggak ingin mengakuinya, jangan menyebar kebohongan seperti ini. Aku selalu menganggap Kak Edbert seperti kakak kandungku sendiri."

Jessica sama sekali tidak khawatir Julia akan lebih memercayai Callista. Sedari kecil, Jessica dibesarkan oleh Julia. Hubungan mereka sudah seperti ibu dan anak. Tidak mungkin Julia akan memercayai orang luar seperti Callista.

Ketika mereka sedang bertengkar, Edbert kebetulan berjalan masuk. Saat melihat adik sepupu kesayangannya menangis, tanpa pikir panjang lagi, Edbert langsung memeluk dan menghapus air matanya.

"Ada apa Jessica? Siapa yang membuatmu nangis?"

Jessica menangis sesunggukan. Begitu melihat Edbert yang datang seperti sang penyelamat, dia memanggil nama Edbert dengan tenggorokan tercekat, “Kak Edbert.”

Hati Edbert hancur melihat Jessica menangis seperti itu. Dia menghibur Jessica dan berkata dengan nada lembut, "Jangan menangis. Ceritakan apa yang terjadi. Aku akan membantumu."

"Edbert, kebetulan kamu sudah pulang." Julia menatap Callista dan berkata, "Callista bilang kalau kamu tidak ada di kamar semalaman dan malah bersama dengan Jessica. Bisakah kamu menjelaskannya?"

Edbert pun membeku dan menatap Callista dengan sinis.

Dasar wanita sialan! Berani-beraninya dia mengadu pada Ibu!

Berpikir dengan begitu bisa mendapatkannya kembali? Dia sedang bermimpi!

"Mana mungkin!" Edbert lekas menyangkalnya dan balik bertanya kepada Callista, "Bukankah aku tidur di kamarmu semalam? Kenapa kamu berbohong? Aku peringatkan kamu, ya! Kalau kamu asal bicara dan merusak nama baik Jessica. Jangan harap kamu bisa masuk ke Keluarga Davis lagi!"

"Sudahlah, Edbert. Kamu enggak perlu marah pada orang seperti dia." Julia menghela napas lega dan bertanya dengan nada sombong, "Ada lagi yang ingin kamu katakan?"

Melihat mereka sekeluarga bekerja sama dan menolak keberadaannya, Callista langsung mengerti. Mereka tidak akan percaya apa dikatakan, kecuali dia bisa memberikan bukti perselingkuhan Edbert dengan Jessica pada Julia.

"Aku sudah mengatakan semuanya. Percaya atau tidak, itu urusan kalian!"

"Berani-beraninya kamu berkata seperti itu kepada ibu mertuamu! Kamu sudah membuat Edbert kehilangan muka. Masih tak mau bertobat! Kamu kuhukum membersihkan altar sendirian. Tidak ada pelayan yang boleh membantumu!"

...

Di aula utama, Callista mengambil bunga yang ada di atas altar dan membuangnya.

Para pelayan yang ada di luar ruang altar sudah diperingatkan untuk tidak membantu Callista. Mereka hanya berbicara dengan suara yang pelan.

Callista merasa biasa saja. Dibandingkan dengan cara Keluarga Garcia menghukum orang, ini hanya masalah kecil saja. Ketika Callista hendak mengambil gelas bekas pakai, seseorang menghentikan tangannya.

Callista mengangkat kepalanya dan melihat kakak iparnya, Mellisa yang sedang tersenyum kepadanya, "Aku akan membantumu membereskan gelas-gelasnya. Kamu bisa bereskan piring-piring itu."

Pekerjaan Callista menjadi jauh lebih cepat karena Melissa membantunya. Ini adalah kedua kalinya Melissa membantu Callista. Setelah selesai membereskan, Callista berkata sambil tersenyum, "Terima kasih, kakak ipar."

Melissa tidak mengatakan apa pun dan mengundang Callista untuk duduk di beranda.

"Sebenarnya Bibi Julia orang yang baik. Mungkin karena agak khawatir hari ini. Jangan kamu masukkan dalam hati.”

"Iya, enggak kok," jawab Callista.

Melissa menuangkan segelas teh dan berucap, "Teh ini baru saja diantar dari perkebunan. Callista, cobalah."

Callista menyesap beberapa tegukan lalu memuji dengan sopan, "Aromanya harum sekali. Benar-benar teh yang baik."

Senyuman Melissa makin merekah. "Kalau begitu, minumlah lebih banyak lagi."

Ini hanya sebuah teh, entah kenapa dia merasa matanya malah makin berat setelah meminumnya? Callista merasa ada yang aneh. Dia segera berdiri dan berkata, "Kakak ipar, aku merasa agak lelah. Aku pulang dulu, ya."

Melissa menahan Callista dengan sengaja. "Adik ipar tidak perlu sungkan. Kakak sulung sedang tidak ada. Kamar tamu di sini bersih. Kalau mau, kamu bisa istirahat di sana."

Awalnya Callista ingin menolak, tetapi pandangannya makin goyah. Melissa membantu Callista duduk sambil berkata, "Adik Ipar, kamu tidak enak badan, ya? Istirahat saja dulu di sini." Ketika Callista bersandar di sofa, badannya langsung lunglai dan tidak bergerak lagi.

Melissa berusaha membangunkannya. "Adik Ipar? Callista?"

Setelah memanggilnya beberapa kali dan melihat Callista tidak menjawab, Melissa melepas jaketnya. Callista memakai baju berkerah tinggi di dalamnya, tidak mudah untuk dilepas. Pertama-tama, Melissa terlebih dulu menarik ujung bajunya, lalu mengeluarkan tangan Callista dari dalam. Kulit Callista yang putih dipenuhi jejak bercinta samar-samar terlihat mulai dari leher menjalar hingga ke pinggiran pakaian dalam. Bahkan masih jelas tertampak bekas cakaran. Melissa pun berhenti bergerak. Dia kembali memeriksa tubuh Callista, tidak ada luka di bagian depan. Melissa mengamati punggung Callista. Pada punggungnya terlihat banyak bekas luka yang mengejutkan. Terlihat beberapa luka sudah mulai mengering. Sepertinya luka itu sudah diberi obat. Melissa mengerutkan keningnya. Jadi, kemarin Callista mengambil kotak P3K untuk mengobati dirinya sendiri?

Melissa berpikir sejenak. Lalu mengangkat telepon dan menelepon seseorang.

"Halo, bisa berbicara sekarang?"

"..."

"Aku sudah memeriksanya. Dia memang terluka."

"..."

Pada saat Melissa menelepon, Callista yang belum sepenuhnya sadar mulai bergerak. Ketika merasa kesadarannya akan menghilang lagi , dia menggigit lidahnya dengan kuat agar bisa tersadar dalam waktu singkat. Callista perlahan-lahan membuka matanya. Dia melihat Melissa duduk membelakanginya lalu mengeluarkan ponsel dari kantong celananya secara diam-diam. Callista tidak berani banyak bergerak. Hanya mampu bergerak dengan susah payah di sekitar sofa saja. Di sisi lain, dia harus tetap waspada terhadap Melissa. Kakak iparnya tidak menyadari gerakan Callista. Dia masih berbicara dengan orang lain.

"Sepertinya dia menggunakannya untuk dirinya sendiri."

Callista segera membuka kunci ponselnya. Dia membuka halaman sms, saat mendengar Melissa berkata, "Oke. Aku tahu apa yang harus kulakukan."

Callista tidak mempunyai banyak waktu, jadi dia mengetik kata ok dan mengirimkan pada orang terakhir yang dihubunginya.

Pada saat yang sama, Melissa menutup teleponnya dan berbalik. Callista yang belum sempat menyimpan ponselnya, langsung menyembunyikan ponselnya di bawah tubuhnya. Hatinya berdebar dengan cepat. Melissa memutar kepalanya dan melihat Callista yang masih tertidur dengan rambut yang menutupi setengah wajahnya.

Melissa menghela napas lalu berkata dengan tak berdaya, "Jangan salahkan aku. Semua ini karena kamu memiliki hubungan dengan Jason."

Usai mengatakan itu, Melissa berdiri dan berkata ke arah pintu, "Masuklah!"

Dua pengawal pun masuk dan berkata, "Nona Melissa."

Melissa melirik Callista dengan tatapan penuh iba. "Perlakukan dia dengan lembut."

"Baik," jawab kedua pengawal itu.

Sebelum pergi, Melissa menambahkan, "Wajahnya harus terlihat jelas di video."

Hanya dengan video ini, Melissa baru bisa bebas memanfaatkan Callista di kemudian hari.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status