Share

Bab 9 Bagaimana Malammu?

Pelayan tersebut mengeluarkan sebuah kotak kecil yang berisi salep untuk mengobati bengkak dan infeksi.

Saat melihat tempat penggunaannya, telinga Callista langsung memerah.

Bahkan saat dia sampai di ruang tengah pun, rasa panas tersebut tetap saja belum menghilang.

Meskipun hanya sebuah upacara penghormatan, dekorasinya sangat megah.

Di antara karangan bunga kuning dan putih, ada dua foto hitam putih milik orang tua Jason.

Mengenai penyebab kematiannya, Keluarga Davis sama sekali tidak pernah memberikan penjelasan. Namun berdasarkan rumor yang beredar di luar sana, mereka terbunuh dalam sebuah kerusuhan yang terjadi di luar negeri.

Begitu Callista berdiri di sana, Julia, ibu mertuanya langsung melihat ke arahnya.

Dia mengerutkan keningnya dan menatap Callista dengan rasa ketidakpuasan. Hanya saja, di hadapan begitu banyak orang, dia tidak bisa menegur Callista, dia hanya memelototinya kemudian memalingkan wajahnya.

Edbert yang berdiri di sampingnya langsung menegurnya, “Kamu benar-benar ingin membuatku malu bukan! Yang lain sudah datang sejak pagi, Jessica bahkan telah membantu ibu sejak pagi, kamu malah masih tidur di kamar, apakah kamu masih punya tata krama!”

Callista menatap ke arah Jessica yang sedang berjalan melewati kerumunan, dia tampak sedang membawa nampan dan menghidangkan teh untuk para orang tua di sana.

Callista langsung tertawa mengejek dan berkata, “Adik sepupu memang hebat, dia bisa bekerja siang dan malam tanpa beristirahat, aku tidak sanggup menandinginya.”

“Coba katakan sekali lagi, aku akan ….”

Edbert langsung terdiam saat melihat kedatangan Kakek Eko dan Jason.

Jason terlihat seperti biasa, dia sama sekali tidak seperti orang yang sedang terluka.

Orang-orang di sana secara otomatis langsung membuka jalan untuk mereka, Callista juga berada di antaranya.

Saat Jason berjalan melewatinya, Callista dapat mencium aroma tembakau yang bercampuran dengan wangi rempah-rempah, seketika itu, jantungnya langsung berdetak dengan kencang.

Jason tiba-tiba menghentikan langkahnya.

Kakek Eko yang berjalan di depannya juga ikut berhenti dan bertanya sambil mengerutkan keningnya, “Kenapa?”

Seketika itu, seluruh tubuh Callista dari ujung kepala sampai ujung kaki langsung mati rasa, jika sampai Jason mengatakan tentang kejadian semalam, dia pasti akan terkena serangan jantung di tempat.

Tatapan Jason melewati Callista dan jatuh kepada Edbert yang ada di sampingnya.

“Edbert.”

Ketika berhadapan dengan Jason, sikap arogannya langsung menghilang, dia lalu menjawab dengan suara yang gemetaran, “Kakak Kedua.”

Jason tersenyum dan berkata, “Bagaimana malammu?”

Saat ini, semua orang yang ada di sana langsung mengalihkan pandangannya dan menatap ke arah Edbert.

“Aku, kemarin malam, aku ….”

Edbert hampir saja menggigit lidahnya.

Kemarin malam, dia menghabiskan waktu sepanjang malam bersama dengan Jessica, karena Callista berada di sebelah kamarnya, Edbert jadi merasa sangat tegang, ini membuatnya merasa sangat senang dan menantang.

Kenapa Jason mengungkit hal ini?

Salah, kenapa Jason ikut campur dengan urusannya?

Tidak, tidak. Tindakan Jason tidak bisa dianalisa secara logika.

Pikiran Edbert menjadi sangat kacau, Jessica juga sama takutnya dengan Edbert.

Ekspresi keduanya terlihat sangat masam.

Tepat di saat Edbert merasa ingin pingsan, Jason menunjuk ke arah leher Edbert dan dengan santai berkata, “Kelihatannya sangat menggairahkan.”

Seketika itu, wajah Edbert langsung memucat, dia langsung menutupi lehernya.

Kemarin malam, Jessica sengaja meninggalkan bekas di leher Edbert. Tadinya, dia berniat membuat Callista iri, tapi tidak disangka Jason juga melihat bekas tersebut.

Seluruh tubuh Jessica langsung bergetar, tetapi dia segera tersadar, asalkan Edbert tidak mengatakannya, tidak akan ada yang tahu kalau itu adalah hasil perbuatannya.

Seperti yang diperkirakan Jessica, tatapan semua orang langsung tertuju pada Callista, terutama Julia, dia tampaknya ingin sekali menelan Callista hidup-hidup.

Melihat hal ini, Callista yang merasa dikambing hitamkan pun langsung memelototi punggung Jason dengan sorot matanya terlihat sangat suram, darahnya juga langsung mendidih.

...

Pukul sembilan lewat seperempat, upacara peringatan pun dimulai.

Setelah melewati ritual yang panjang, satu per satu anggota Keluarga Davis melangkah maju untuk memberi penghormatan.

Mereka semua terlihat begitu sedih meratapi kematian pasangan yang begitu cepat itu.

Semua orang terlihat sedih dan berduka.

Hanya Jason satu-satunya orang yang terlihat acuh tak acuh, dia tersenyum seolah-olah bukan bagian dari mereka.

Sebaliknya, Jessica malah berakting, setelah meletakkan bunga yang ada di tangannya, dia langsung menangis dengan keras.

Hari ini, dia banyak menuai pujian dari orang-orang karena sudah banyak membantu.

Sekarang, saat melihatnya menangis begitu sedih, orang-orang yang ada di sana pun kembali memujinya, “Jessica adalah anak yang tulus dan baik.”

Jessica menyeka air matanya dengan sedih, “Sejak kecil, aku tumbuh dan besar di Keluarga Davis, sudah seharusnya aku melakukan yang terbaik.”

Mendengar perkataan Jessica barusan, Julia langsung melirik ke arah Callista dan menyindirnya, “Jessica adalah anak yang pengertian, dia sudah datang pagi-pagi sekali untuk membantu. Anak yang tumbuh dalam Keluarga Davis pasti memahami etika dan aturan."

Jessica merasa sangat senang, karena mendapat pujian dan pengakuan dari semua orang hari ini, karena itu, dia pun menangis semakin keras.

“Apakah kamu begitu sedih?” Tiba-tiba terdengar suara seorang pria yang dalam dan menggoda.

Jessica mengangkat kepalanya dan melihat Jason yang sedang menatapnya sambil tersenyum.

Jantungnya berdegup dengan kencang, dia menelan ludahnya tanpa sadar.

Dalam hatinya berpikir, apakah kebaikan dan ketulusannya telah menggugah hati Jason dan merubah pandangan Jason terhadap dirinya?

Jessica buru-buru menganggukkan kepalanya dengan sedih, lalu berkata, “Ya, Bibi dan Paman kedua adalah orang yang sangat baik, mengingat kepergian mereka yang begitu cepat ditambah dengan diriku yang tidak sempat bertemu mereka untuk yang terakhir kalinya, membuatku merasa sangat sedih.

“Begitu ya?”

Jason menarik nada panjang sambil menatap lekat-lekat wajahnya sehingga membuatnya tersipu malu dan membuat jantungnya berdebar-debar.

“Kalau begitu, aku akan mengirimmu ke sana untuk menemani mereka.”

“Apa?” Jessica tertegun sejenak mendengar perkataannya.

Senyuman Jason terlihat sangat menawan, tetapi suaranya terdengar sangat dingin, “Bukankah kamu sangat merindukan mereka, kalau memang begitu, pergi temani mereka saja.”

“Apakah perlu aku membantumu, ataukah kamu bisa melakukannya sendiri?”

Wajah Jessica langsung memucat, dia melangkah mundur sambil berkata, “Aku … aku ….”

“Jason!”

Kakek Eko yang sudah tidak tahan mendengarnya pun langsung menegurnya.

“Aku hanya bercanda.”

Jason mengangkat tangannya dengan sinis.

Dia melihat ke sekeliling, kemudian kembali berkata, “Tapi, kalau ada yang merindukan mereka, aku dengan senang hati akan mengirim mereka ke sana.”

Ruangan aula yang tadinya sudah cukup membosankan jadi semakin hening karena perkataannya, bahkan suara tangisan pun jadi jauh berkurang. Mereka takut kalau Jason benar-benar akan membunuh mereka.

Jessica bahkan bersembunyi di paling belakang, dia tidak berani lagi menunjukkan dirinya.

Selanjutnya, orang yang akan memberi penghormatan adalah Callista, dia terlebih dahulu meletakkan bunga yang ada di tangannya, lalu berlutut di atas alas bantal.

Saat Jason melihat postur tubuh Callista, dia langsung memikirkan adegan yang lain.

Hanya saja pada saat itu, tangannya berada di pinggang Callista.

Tangisan Callista jauh lebih tulus dibandingkan dengan orang-orang ini.

Saat ini, Callista tidak tahu apa yang sedang dipikirkan Jason, perhatiannya terfokus pada foto hitam putih uang ada di altar.

Orang tua Jason sangat berbeda dengan apa yang dia bayangkan sebelumnya, mereka terlihat sangat lembut. Terutama ayah Jason yang memakai kacamata, dia tampak seperti orang yang berpendidikan tinggi.

Callista benar-benar tidak mengerti, kenapa orang tua seperti ini bisa melahirkan anak seperti Jason yang memiliki temperamen seperti ini.

...

Saat upacara penghormatan berlangsung setengah jalan, Jason tiba-tiba menerima panggilan telepon.

Kakek Eko sebenarnya merasa sedikit tidak puas, tapi dia tidak mengucapkan sepatah kata pun.

Setelah Jason pergi, upacara penghormatan pun langsung dipercepat, seolah seperti melewati adegan dalam sebuah film.

Tadinya, upacara ini tadinya memang hanya ditunjukkan untuk orang yang masih hidup, karena orang tersebut sudah pergi, secara otomatis, mereka pun jadi tidak peduli lagi.

Setelah upacara penghormatan selesai, Callista pun dipanggil ke Paviliun Gandaria.

Saat Callista tiba di sana, Julia sedang duduk di sofa dengan ekspresi yang sangat suram, sedangkan Jessica tampak sedang berdiri di belakangnya dan memijat punggung dan lehernya sambil berkata,

“Bibi .... Bibi sudah lelah seharian, aku akan memijat bahu Bibi.”

“Tidak apa-apa kalau hanya lelah, yang paling penting adalah tidak kehilangan muka!”

Nada suara Julia berubah, bisa dibayangkan betapa marahnya Julia saat ini.

“Ada begitu banyak Tetua Keluarga Davis yang datang hari ini, tapi dia malah datang lebih telat dari Ibu mertuanya!”

“Ada lagi! Jelas-jelas dia tahu betapa pentingnya acara hari ini, tapi dia malah membuat bekas seperti itu di leher Edbert. Sampai-sampai Jason mengungkitnya saat di aula penghormatan tadi, untung saja Jason tidak mengamuk, kalau tidak, keluarga kami bisa ikut sial karenanya!”

Tanpa ragu sedikit pun, Jessica pun terus mengkambing hitamkan Callista.

“Mungkin karena kakak ipar terlalu menyukai Kak Edbert. Beberapa hari yang lalu, dia bahkan kabur dari rumah karena Kak Edbert memperlakukannya dengan kurang ramah, tindakannya tersebut sampai membuat Kak Edbert merasa sangat panik.”

“Apa? Beraninya dia ….”

“Bu.” Callista tiba-tiba muncul dan menyela ucapan Julia.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status