Share

2

Kalian tahu? Terkadang orang dewasa itu sangat egois, mementingkan ego dan juga harga diri hingga melupakan sesuatu yang membutuhkan mereka. Selalu menyalahkan sang anak yang tidak bisa berperilaku baik, padahal sang anak hanya menjalankan apa yang dia lihat.

Ketika perceraian terjadi sang anak yang menjadi korban pun hanya mengalah dan memilih untuk berada di pihak siapa. Di paksa untuk terlihat kuat dan ber wajah polos tak tahu apa-apa.

"Dengan ini saudara William Ooh dan Helena resmi berpisah."

Suara hakim dan tiga ketukan palu pun terdengar pertanda semuanya berakhir, rumah tangga yang di bangun susah payah telah hancur karena kesalahan dan ego masing-masing. Menjadikan Jovian sebagai korban, tidak mendapatkan pesangon apapun dari suaminya. Helena masih bersyukur memiliki tabungan walaupun isinya hanya sanggup untuk menyekolahkan Jovian hingga satu tahun saja. Tapi tak apa, Helena masih bisa bekerja dan itu demi anaknya, Jovian-nya.

"Mama, kita akan tinggal dimana?" Suara kecil itu menyadarkan Helena dari lamunannya.

"Kita akan tinggal di rumah teman Mama sementara, nanti kita beli rumah ya." Ucap Helena dengan senyuman miris. Putranya tersiksa.

Jovian yang mendengar itupun tersenyum, "Oke! Tapi Mama harus bersama Jovian selamanya, jangan tinggalkan jovian." 

"Mama akan bersama Jovian selamanya!" Ujar Helena dengan pelukan erat.

Jovian mengerti jika Mama dan papanya tak akan lagi bersama, dan Jovian mengerti jika perceraian itu akan berdampak pada ekonomi Mama nya, saat malam hari Jovian memergoki sang ibu yang sedang menghitung tabungannya sambil menangis, hal itu membuat Jovian sadar jika keadaan ini dia tidak boleh meminta barang mahal ataupun mainan yang sering dia beli dengan uang orang tuanya.

Netranya melihat sang ayah yang sedang memeluk wanita asing, entahlah Jovian tidak pernah melihat wanita itu. Melihat itu hanya membuat Jovian sesak, tapi tidak tahu mengapa. Intinya Jovian tidak suka tapi tak bisa melakukan apa-apa, dia sudah tidak berhak lagi.

Hingga suara sang nenek memanggilnya dengan lembut. 

"Jovian-nie, ini nenek." 

Melihat sang nenek yang merentangkan kedua tangannya untuk memeluk tubuhnya membuat Jovian tidak bisa menahan air matanya yang sudah menggenang di pelupuk matanya. Menubruk tubuh neneknya dan menumpahkan semua emosinya hingga tersenggal-senggal.

Tepukan di punggungnya membuat Jovian semakin histeris, Jovian tidak ingin apa-apa sekarang, yang Jovian inginkan hanya membuang segala perasaan sesak dan sakit saat melihat sang ayah memeluk wanita lain dan bukan ibunya, sakit saat mendengar jika ayahnya lah yang membuangnya demi keluarga barunya.

"Maafkan nenek." Rahe pun terisak saat melihat sang cucu menangis histeris, anaknya memang benar-benar bajingan, meninggalkan keluarga kecilnya demi jalang yang dia hamili saat masa mudanya, mengapa wanita itu baru mengabarinya saat anak yang dikandungnya sudah berusia 13 tahun? Mengapa tidak di berikan saja padanya dan dirawat oleh Helena, menantunya tidak keberatan dengan itu hanya saja William itu bodoh.

"Helena maafkan ibu, ibu tidak bisa melakukan apa-apa. Ibu janji akan memberikan semua harta ku!" Isak Rahe

"Tidak Bu, aku mengerti aku tidak bisa menerima semua harta mu, aku sudah memiliki tempat tinggal Bu."

"Dimana tempat tinggal mu? Aku akan mengunjungi mu setiap minggunya."

"Aku tidak tahu, tapi teman ku sudah memberi tempat tinggalnya padaku."

Rahe semakin terisak saat melihat keadaan menantu dan cucunya, mereka akan tinggal dimana?, Apa tempatnya bersih?, Apa tempatnya aman?, Apa mereka tidak akan kelaparan? Semua pertanyaan itu berkumpul di kepalanya membuat khawatir tak menentu.

"Berjanjilah untuk baik-baik saja!"

"Aku berjanji!"

Setelah menangis Jovian selalu lelah, jngin segera tidur. Namun perasaannya semakin tidak menentu saat sang ayah berjalan menuju arahnya, dan sang ibu sedang berada di toilet.

William segera memeluk tubuh mungil itu dengan erat, mengecup seluruh wajah putranya sambil menahan tangis. Dia tidak berniat untuk membuang Jovian, dia sangat menyayangi putranya yang menggemaskan ini, saat itu emosi menguasai dirinya hingga tanpa sadar mengucapkan hal yang menyakitkan. William ingin Jovian bersamanya namun dia sadar bagaimana dengan istrinya? Helena bagaimana? Jika dia mengambil Jovian maka Helena akan sendirian, tetapi William juga tidak ingin putranya terlunta-lunta.

"Maafkan papa sayang, maaf." Bisik William.

Jovian ingin menangis dan memeluk ayahnya sambil mengucapkan jangan meninggalkannya, tapi jovian merasa jika dirinya sudah tak berhak untuk meminta apapun pada pria yang sedang memeluk tubuhnya, ayahnya sudah memiliki keluarga lagi dan Jovian jangan egois. 

Mama pernah mengatakan jika Jovian memiliki kakak laki-laki dan kakaknya tidak pernah mendapatkan kasih sayang ayah, jadi Jovian akan mengalah demi kakaknya yang Jovian tidak ketahui.

Sedangkan dilain tempat seorang anak laki-laki berusia 13 tahun memandang pria yang sedang memeluk tubuh mungil menggemaskan yang menahan tangisnya. Sean tidak tahu jika dia memiliki adik manis, tetapi Sean mengerti semua masalah ini berasal dari dirinya jika saja dirinya tidak lahir ke dunia maka adiknya itu tidak akan menangis hingga matanya sembap, adiknya tidak akan berpisah dari ayahnya dan sebuah keluarga tidak akan pecah. 

Sean berharap dia akan segera bertemu dengan adiknya dan membawa tubuh menggemaskan itu ke pelukannya, pelukan seorang kakak yang merindukan adiknya.

--------

William mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang, menatap putra hasil perbuatan bejat dirinya saat muda, sangat mirip dengannya bagai pinang dibelah dua tidak ada bedanya, bahkan William sudah menduga jika Sean akan sangat mirip dengannya saat sudah besar. Dia akan membuat Sean bahagia itu janjinya.

William masih mencintai Helena, tapi egonya benar-benar tinggi hingga membuat dirinya menyakiti banyak orang yang dia cintai.

"Aku mencintaimu Helena."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status