Cuaca siang ini begitu panas, udara terasa pengap dan keringat mengucur deras. Semakin membuat Clara tersulut emosi dan mengumpat sembarangan. Ia berjalan dengan langkah cepat dan mulut yang terus bergumam, mengeluarkan umpatan untuk Reno dan mengatakan pembalasan darinya akan lebih kejam dari sikap Reno barusan.
Alex menghentikan langkahny secara tiba-tiba saat mereka berdua berada di ujung koridor lantai satu menuju lobi kantor Reygold Corp. Ia menarik lengan kanan adiknya dengan tangan kanan hingga membuat Clara berhenti mendadak dan langsung membalikkan badannya, menghadap sang kakak yang menunjukkan ekspresi menyeramkan. Tatapan kedua mata kakaknya nampak seperti mata elang yang melihat mangsanya dari dekat.
“Ada apa?” tanya Clara ingin tahu alasan sang kakak menarik lengannya.
“Bisakah kau bersikap lebih baik dari ini? Aku tahu kalau sikap Reno memang keterlaluan. Tapi sikapmu jauh lebih tidak sopan.”
Clara mengernyitkan keni
Suasana tegang dan membuat bulu kuduk Clara berdiri. Tegang bagi Clara, bukan untuk Presdir dan Alex. Ya, itu karena Clara mengira bahwa dirinya akan disidang oleh sang calon ayah mertua di depan kakak kandung yang sudah lama tidak bertemu dengannya. Presdir Subrata menyunggingkan senyumnya. Ia menatap lekat pada gadis yang akan menjadi istri putra tunggalnya itu. “Aku benar-benar dibuat bingung oleh sikap adikmu ini, Alex.” Alex yang mendengar kata-kata itu langsung mengangkat kedua alisnya. “Maksud Anda bagaimana?” “Tanyakan sendiri padanya. Aku tidak akan mengatakan apapun tentang perilakunya akhir-akhir ini, di perusahaanku. Sejujurnya aku sangat senang ketika dia datang ke tempat ini dan selalu menengok Reno di ruangannya. Mungkin itu hal positif yang dia lakukan. Akan tetapi, rupanya sudah banyak hal buruk yang dilakukan oleh adikmu di perusahaan ini dan di luar sana.” Alex semakin bingung. Presdir Subrata memberikan penjelasan atau teka-teki pa
Mentari pagi menyapa Rayna yang sedari tadi sibuk membersihkan halaman. Sudah sejam, gadis itu membersihkan rumput liar yang tumbuh di halaman rumahnya beberapa terakhir ini. Hangatnya sinar mentari membelai lembut wajah cantik tanpa rias itu. Dengan semangat, Rayna membersihkan semua sampah dan rumput yang berserakan, menata kembali pot-pot bunga agar terlihat lebih rapi, menyiram semua tanaman hias warisan almarhumah ibunya. Rayna tidak ingin menyia-nyiakan tanaman-tanaman itu apalagi membiarkannya layu dan mati. Tanaman itu ditanam sendiri oleh almarhumah ibunya, jadi dia harus menjaga semua peninggalan ibunya dengan sangat baik.“Na, mandi dulu sana! Sarapan sudah siap!” teriak Sofi dari dalam rumah dengan sebuah celemek menutup bajunya bagian depan.Rayna menoleh ke arah Sofi meskipun terhalang oleh silaunya cahaya matahari pagi itu. “Sebentar, Sof. Kurang sedikit, tanggung ini. Aku bereskan semuanya dulu,” seru Rayna membalas sang sahabat.
Malam hari, gerimis menyapa kota Jakarta yang masih mendung dan nampak lebih sepi dari malam biasanya. Tak berbeda dengan kompleks perumahan elite yang menjadi tempat kesukaan Reno untuk sekedar melepas keinginannya berlari pagi setiap harinya. Beberapa kendaraan berlalu lalang di kompleks perumahan yang telah dibasahi oleh gerimis malam itu.Jarum jam mungkin masih menujukkan pukul tujuh malam. Malam belum terlalu pekat namun suasana lumayan sepi karena guyuran gerimis yang syahdu. Di depan sebuah pintu gerbang terbuat dari besi, nampak seorang gadis berdiri seorang diri dengan sebuah dress warna putih melekat pada tubuh rampingnya.Rayna telah sampai di depan rumah mewah milik keluarga Subrata. Ia masih bertahan berdiri tegak di depan pintu gerbang karena dalam hatinya masih ragu untuk melangkah masuk ke halaman yang dihiasi berbagai macam bunga itu.“Mbak, ada apa? Kenapa berdiri saja di sana?” tanya seorang security yang bertugas menjaga keamanan
Pukul lima pagi, sebuah mobil sedan berwarna merah terparkir di depan rumah Rayna. Mobil mewah yang tak lain adalah milik Clara itu membuat beberapanorang yang lewat di jalan harus menoleh. Tak sedikit orang yang bertanya-tanya kenapa seseorang datang bertamu di rumah Rayna sepagi itu? Dari dalam rumah, Sofi yang tengah membuka jendela melihat pemandangan itu tanpa sengaja. Ia mengerutkan keningnya, berpikir kilat menebak siapa kiranya yang memarkir mobil di depan rumahnya. Jika orang lain, kenapa harus parkir tepat di pinggir jalan raya depan rumah Rayna? “Ada apa, Sof?” tanya Rayna yang sukses membuat Sofi terlonjak kaget. Rayna pun melihat apa yang kini tengah dilihat oleh sahabatnya. Dia hafal betul mobil-mobil yang dimiliki Reno. Mobil itu bukanlah milik Reno. Lalu siapa yang parkir di sana? “Kamu tahu?” tanya Sofi pada Rayna yang sama-sama memikirkan siapa pemilik mobil itu. Rayna menggeleng. Dia bahkan baru pertama kali ini melihat mobi
Pukul 10 malam, Reno telah menginjakkan kakinya di dalam ruang tamu rumah keluarganya. Ia sengaja langsung pulang ke rumah karena badan terasa pegal dan pikiran sedang sangat kacau. Tanpa mempedulikan siapapun yang menyapanya, entah itu sang asisten rumah tangga ataupun ibunya. Langkah kakinya tak terhenti menuju kamar pribadimya yang terletak di lantai dua. Begitu masuk ke dalam kamar, Reno langsung merebahkan tubuh atletisnya dan memejamkan kedua mata untuk menenangkan pikirannya. Dalam hati, ia bertanya kenapa Allah memberikan cobaan yang berat padanya? Di saat masalah perusahaan sedang bertumpuk, ada satu lagi masalah yang disebabkan oleh Clara. Kata-kata Clara tentang keinginannya tidur seranjang dengannya, membuat Reno muak dan semakin jijik pada tunangannya itu. “Sebenarnya apa yang dilihat ayah dan ibu dari sosok Clara? Sama sekali tidak ada kebaikan di dalamnya. Dia hanya anak orang kaya, bukan dia sendiri yang kaya. Dia bahkan tidak bisa melakukan tugas seb
Malam semakin larut. Suasana di sekitar tempat tinggal Rayna pun telah sepi karena mayoritas penduduj telah berlahuh di lautan mimpi. Setelah dua jam lamanya bertamu di rumah Rayna, Alex pun berpamitan dan meminta ijin untuk datang lagi lain waktu. Tentu saja Rayna dengan senang hati mengijinkannya. Setelah Alex beranjak dari rumahnya, Rayna pun masuk ke dalam rumah. Mengunci semua pintu dan jendela kemudian berbaring di atas ranjang miliknya yang tentu saja tidak semahal dan semewah milik Clara. Bisa menikmati hidup seperti sekarang saja Rayna sudah sangat bersyukur. Meskipun takdir telah memisahkan dirinya dengan semua anggota keluarganya. Ia masih bersyukur karena Allah memberikan hidup yang berkecukupan padanya dan mengirimkan orang-orang baik di sekelilingnya. Menjelang tidur, Rayna teringat pada sosok laki-laki yang ia cintai. Perasaan pada Reno tidak bisa dilupakan dengan mudah. Tapi demi kebaikan banyak orang, dia akan melakukan apapun termasuk mengorbankan p
Siang ini panas sangat menyengat dan menyebabkan keringat mengucur dengan leluasa. Tak terkecuali Rayna dan Reno yang baru saja menyelesaikan ritual makan siangnya di kantin kantor Anant Jewel yang terletak di lantai tiga gedung mewah itu. Meskipun ruangannya ber-AC, keringat masih sempet mengucur dari dahi mereka. Rayna belum terbiasa makan di kantin itu apalagi bersama Reno yang membuatnya selalu merasa deg-degan. Rayna tengah asyik duduk dengan tangan kanan mengaduk-aduk jus jeruk dingin yang masih tersisa setengah gelas. Sedangkan piring di depannya sudah kosong, ludes masuk ke dalam lambungnya untuk diproses. “Apakah tidak masalah jika kita makan seperti ini?” tanya Rayna yang tiba-tiba merasa tidak enak jika ada yang melihat mereka makan berdua. Reno tersenyum tipis. Pertanyaan Rayna itu konyol. “Kenapa tidak?” tanya Reno balik. “Tidak ada yang mengetahui privasiku di tempat ini. Mungkin kalau mereka tahu, pasti tidak akan mengatakan kepada siapapun. Te
Suasana tengah malam di kompleks perumahan elite tempat tinggal keluarga Clara sunggu sepi. Hanya ada suara bising kendaraan nan jauh yang kadang terdengar. Di pinggir kolam renang, Clara menunggu kakaknya menyelesaikan ritual hubungan badan dengan sang pembantu yang baru bekerja di rumah mereka selama dua bulan. Clara sangat terkejut melihat aksi kakaknya yang menurutnya tak senonoh dilakukan terhadap seorang pembantu. “Kenapa? Ada apa lagi?” Alex datang dengan ekspresi datar seakan tak menyadari telah melakukan sesuatu yang menjijikkan. Clara melirik Alex melalui kedua sudut matanya. Bagaimana bisa dia bersikap santai seperti itu? Tidakkah dia berpikir aku bisa mengadukan kejadian tadi pada mamah? Pertanyaan itu muncul dalam benak Clara. “Bisa seperti itu, ya? Ternyata penyakit lamamu belum sembuh.” Alex tertawa mendengar kata-kata Clara yang menurutnya sangat lucu. “Sebenarnya aku sudah tidak seperti yang dulu. Tadi dia yang menggodaku. Bai