LOGINAir shower mengucur deras, menghantam lantai kamar mandi dengan suara berulang, namun warnanya tak lagi jernih, melainkan merah pekat. Darah bercampur air mengalir di kaki Piero, hilang di lubang pembuangan. Ia berdiri mematung, mata terpejam di bawah guyuran air panas, membiarkan sisa pembantaian itu luruh dari kulitnya. Tidak ada rasa bersalah. Tiga nyawa sudah ia ambil, dua di antaranya dalam waktu kurang dari seminggu.
Masih ada dua orang yang masih berkeliaran, Piero yakin, satu persatu pasti akan ia dapatkan dimanapun persembunyian mereka. Selesai membersihkan diri, Piero segera mengeringkan tubuhnya dan mengenakan pakaian sebelum melihat informasi terbaru dimana posisi dua orang lainnya. Satu diantaranya bernama Garrett, dan ini adalah orang yang ia rasa lebih kuat dari yang lainnya. "Aku tidak akan pernah berhenti, sampai api dendam dalam dadaku padam." batin Piero saat ia melihat foto Garrett di dalam ponselnya, tangannya tanpa sadar mengepal dan rahangnya mengeras. Keesokan harinya, ia lagi-lagi kembali ke sekolah untuk melakukan rutinitas seperti remaja pada umumnya. Menyelesaikan pendidikan yang tertunda, sambil memikirkan untuk melakukan misi berikutnya. "Guys! Hei, apa kalian tau!" David tiba-tiba saja berlari masuk ke dalam kelas. "Tahun ini, perusahaan Carpenter akan mencari sepuluh orang berbakat dari sekolah kita?!" serunya dengan antusias yang dibalas tak kalah antusias oleh yang lain sehingga kelas menjadi gaduh. Piero menaikkan alisnya, lalu ia menoleh ke samping dimana rekan duduknya juga tampak antusias dengan informasi yang David katakan barusan. "Kenapa kalian begitu antusias dengan kabar ini? Bukannya hal biasa kalau setiap tahun ada perusahaan mencari anak-anak berbakat untuk mendapat beasiswa penuh baik itu di luar negeri maupun dalam negeri?" tanya Piero. Teman di sebelahnya lantas menjawab. "Kau benar, tapi yang paling terkenal di sekolah kita adalah perusahaan Carpenter. Semua lulusan dari sekolah kita yang ikut dengan mereka, dipastikan kehidupannya akan menjadi jauh lebih baik, jadi wajar banyak sekali orang bersemangat, tahun lalu hanya tiga orang yang mereka cari, dan tahun ini mereka mencari sepuluh orang, pasti akan lebih banyak yang ingin bersaing agar dilirik oleh perusahaan Carpenter." katanya. Piero tidak tau hal ini sama sekali, ia pun membuka ponselnya untuk mencari tahu mengenai perusahaan Carpenter ini, dan betapa kagetnya ia kalau CEO dari perusahaan ini adalah... Garrett? Piero lantas menoleh ke arah teman di sebelahnya lagi. "Apa kalian tau siapa sebenarnya pria bernama Garrett ini?" tanyanya sambil menunjukkan foto di ponsel. Teman di sebelahnya mengangguk. "Ya, dia orang yang berpengaruh juga di sekolah ini. Dia investor terbesar sejak dua tahun lalu di sekolah kita, dia orang yang sangat dermawan." katanya antusias, tanpa mereka tau bahwa ini hanya pencitraan Garrett untuk menutupi kebusukannya sebagai seorang pengedar narkoba. Piero mengangguk anggukkan kepala, sampai akhirnya David melihat forum sekolah dari ponselnya dan kembali berseru dengan semangat. "Oh my God! Oh my God!" David berdiri sambil memamerkan layar ponselnya ke arah teman-teman lainnya. "Sore ini CEO dari perusahaan Carpenter akan datang ke sekolah kita, semuanya jangan lupa untuk hadir di aula utama!" Piero duduk bersandar di kursinya, tatapannya kosong, seperti tidak terusik oleh kegembiraan yang memenuhi ruangan. Di antara belasan teman sekelas yang riuh membicarakan perekrutan perusahaan Carpenter, hanya dia yang tahu betapa busuknya pria bernama Garrett. “Kau tidak tertarik dengan kabar ini?” tanya teman sebangkunya sambil menoleh. “Hanya kau yang kelihatan tidak antusias. Padahal ini kesempatan emas, kalau nilaimu memenuhi kriteria mereka.” Piero tersenyum tipis, sekilas ramah. “Kalian saja. Aku tidak tertarik sama sekali.” Padahal, di balik senyum itu, ia menyimpan kebenaran bahwa pria yang mereka idolakan adalah salah satu nama di daftar hitamnya. Hari itu, Piero pulang terlambat seperti rekannya yang lain, bukan karena ada kegiatan penting, melainkan karena ia penasaran seperti apa sosok Garrett jika dilihat secara langsung. Sebelum melawan musuh, Piero perlu mempelajari lebih dulu seperti apa musuhnya. Pukul tiga sore, aula utama sudah hampir penuh. Rupanya banyak sekali orang yang berniat untuk bergabung dengan perusahaan Carpenter ini, terlihat betapa banyak siswa yang berkumpul di aula tersebut. Tak berselang lama, seorang pria berjas hitam masuk ke panggung, pandangan Piero langsung terkunci pada orang tersebut, Garrett. Mendadak saja tangan Piero mengepal, kebencian dalam dadanya membara seperti api yang disiram oleh bensin. "Aku akan berusaha keras untuk masuk dalam pilihan sepuluh orang yang beliau cari." ucap David yang duduk di sebelah Piero. Piero hanya tersenyum, bagaimana cara ia memberitahu teman kelasnya ini bahwa Garrett bukan hanya mencari peluang bisnis, tapi juga mencari korban baru untuk ia jadikan kambing hitamnya di masa depan. Piero hanya tersenyum samar. Dalam hatinya ia bergumam, Kalau kau tahu siapa dia sebenarnya, kau tak akan duduk di sini. Ia menunduk sedikit, berkata lirih, “Sebaiknya kau pertimbangkan lagi. Semua yang bergabung dengannya… akan ikut tenggelam dalam lumpur yang dia ciptakan.” Karena ia yakin semua yang bergabung dengan Garrett pasti terlibat dengan transaksi kotor dengan barang ilegal yang pria itu edarkan. Dan saat Piero kembali melihat ke arah Garrett, sekarang ia paham kenapa pria itu disukai oleh banyak orang. Dia adalah orang paling manipulatif yang pernah ia lihat, cara bicara tampak seperti orang yang penuh kasih sayang dan memberi harapan pada banyak orang. Tapi... Piero akan buktikan pada semua orang bahwa idola mereka ini tidak layak disebut sebagai idola lagi. Tapi ketika secara tidak sengaja tatapan Garrett bertemu dengannya, Piero tersenyum tipis, tapi hatinya berkata. "Musuhku yang satu ini cukup berat rupanya."Sebisa mungkin, Garrett berusaha menahan agar kasus itu tidak merembet keluar kendalinya, terutama sebelum pihak FBI mencium bau busuk di balik nama besarnya. Selama ini, ia sudah terlalu hati-hati menjaga kedoknya, seorang CEO muda dan terhormat di depan publik, namun penguasa jalur distribusi gelap di balik layar. Ia adalah pemasok utama narkoba dan ganja lintas negara, sosok yang mengatur aliran uang haram yang bahkan polisi setempat pun tak berani sentuh.Namun kali ini, situasinya berbeda. Kasus itu tumbuh liar hanya karena sebuah video pembunuhan, berita itu seperti api kecil yang disiram bensin. Jika pihak pusat benar-benar turun tangan, nama “Garrett Carpenter” bukan hanya akan tercemar. Ia akan hancur.Beberapa hari terakhir, suasana di markasnya seperti neraka. Siang terasa seperti malam, semua orang bekerja di bawah tekanan, nyaris tanpa tidur. Setiap berkas diperiksa, setiap kamera dipantau ulang, setiap data disisir demi menemukan siapa yang berani membocorkan rahasia. Ta
Dalam hitungan jam, video itu meledak menjadi topik yang tak bisa dibendung. Dari forum-forum gelap sampai linimasa utama, potongan gambar dan tangkapan layar beredar liar. Mereka yang sempat menyimpan klip itu mengunggah ulang dari server ke server, upaya anak buah Garrett menghapus sumber utama hanya seperti menambal keran bocor. Sekali bocor, semua tak bisa lagi ditahan. Komentar-komentar memenuhi kolom, tebak-menebak, tuduh-menuduh, teori konspirasi menggeliat di setiap unggahan. Wajah pelaku sengaja di blur, namun ada yang mulai mengumpulkan sosok tubuh, postur, tato samar di lengan, detil kecil yang coba dicocokkan dengan wajah-wajah publik Boston. Nama Garrett, seperti bisik yang disulut angin, berulang-ulang disebut. Tapi bukti nyata belum ada, hanya potongan-potongan yang bisa dipoles menjadi kebenaran oleh siapa pun yang mau percaya. Di dalam ruang kerjanya yang dipenuhi cermin dan panel gelap, Garrett berdiri kaku. Layar-layar di hadapannya memuntahkan bukti-bukti kecil,
Berita tentang rencana pernikahan Garrett dan Laura merajalela di media. Dari televisi, portal online, hingga forum-forum bisnis, semuanya membicarakan sosok Garrett Carpenter. Bukan hanya karena statusnya sebagai CEO muda perusahaan Carpenter, tapi juga karena ia selalu tampil misterius. Tak seorang pun pernah melihat siapa wanita yang akan mendampinginya, dan justru hal itu membuat rasa penasaran publik semakin membuncah.Nama Garrett kini seperti bintang di langit Boston. Dari kalangan bisnis, politik, hingga masyarakat biasa, semua hampir memujinya tanpa henti. Popularitasnya melambung, reputasinya seakan tak tergoyahkan.Namun di sudut ruang gelap apartemennya, Piero menatap layar laptop yang menampilkan berita itu. Tangannya meraih segelas kopi dingin, lalu ia menyandarkan bahu ke kursi. Sekilas, wajahnya tampak tenang. Tetapi begitu matanya menajam, sudut bibirnya terangkat membentuk seringai yang menusuk.“Permainan… dimulai.” gumamnya dingin.__Malam itu, suasana di markas b
Seperti yang sudah Piero janjikan pada Laura, diam-diam ia membawa Laura pergi menuju ke makam tempat peristirahatan terakhir Henry berada. Meskipun sebenarnya Piero tau, setiap langkah yang ia ambil ini mengandung resiko, anak buah Garrett bisa saja mengikutinya, dan karena itu Piero harus lebih cerdas untuk mengelabui mereka.“Apa hubunganmu dengan Henry sebenarnya, mengapa kau bisa tahu dimana dia dimakamkan?” tanya Laura tiba-tiba, suaranya datar tapi penuh penasaran.Piero melempar senyum tipis, setengah menutupi rasa tegang. “Aku mengenalnya, cukup itu saja yang kau tahu.”Perjalanan panjang berujung pada kecurigaan yang terkonfirmasi, bayangan di belakang mereka bukan kebetulan. Ada orang yang membuntuti. Piero menelan nafas, menahan cemas. Dia menengahi rute, mengarahkan langkah ke makam lain yang jauh dari tujuan sebenarnya, sebuah gerakan kecil untuk menyingkirkan pengikut.“Di mana makam kedua orang tuamu?” Piero balik bertanya, nada suaranya dibuat ringan agar tidak menimb
Hari-hari berlalu, dan Piero terus berusaha menjaga langkahnya. Ia tak boleh membuat kesalahan sekecil apa pun. Setiap tugas dari Garrett ia selesaikan dengan mulus, tanpa cela, seolah benar-benar anak buah yang setia. Dan hasilnya, Garrett mulai mempercayainya. Ia sering mengajak Piero ikut serta dalam aksi kotor, membawanya ke tempat-tempat di mana rahasia kelamnya tersimpan. Namun, semakin dalam Piero menyelami dunianya, semakin ia sadar, Garrett tidak memiliki hati nurani. Pria itu memperlakukan nyawa orang lain seperti debu, bisa dibuang kapan saja. Dan itu membuat dendam dalam hati Piero tumbuh semakin besar. Tapi menghadapi Garrett tak bisa sembrono, salah langkah, nyawanya akan berakhir seketika. Hari itu, mereka berada di sebuah gudang senjata. Situasi kacau. Tembakan bersahutan, ledakan kecil terdengar dari sudut-sudut ruangan. Asap mesiu memenuhi udara. “Pier, kiri!” teriak salah satu rekan Garrett. Refleks, Piero menunduk, berguling ke tanah, tangannya meraih pistol yan
Hari demi hari bergulir. Sejak bergabung, Piero mulai mendapat tugas dari Garrett lebih sering dari biasanya. Tugas-tugas yang membuat tangannya kotor, yang memperlihatkan langsung sisi kelam Garrett, kejahatan yang tidak pernah masuk berita, kejahatan yang dunia tidak pernah tahu.Sebulan penuh ia menyelami lingkaran pria itu, dan barulah Piero menemukan alasan mengapa sang kepala sekolah mau menjadi boneka Garrett. Ancaman. Jika ia tak patuh, sekolah akan diledakkan saat ribuan siswa masih berada di dalam kelas. Pilihan itu tak manusiawi, dan sang kepala sekolah memilih tunduk agar anak-anak itu tetap bernafas.Hari ini, Piero berdiri di belakang panggung, menyaksikan Garrett diwawancarai media. Senyumnya penuh karisma, setiap kata yang keluar dari bibirnya seolah mampu menghipnotis semua orang. Para jurnalis terpukau, publik akan semakin mengaguminya. Dan itu membuat perut Piero mual.Ketika wawancara usai, Piero mengikuti Garrett menuju mobil. Di perjalanan, Garrett bersandar sant







