Share

Musibah tak terduga

Author: Silver Girl
last update Huling Na-update: 2022-06-01 16:11:17

***

"Ma, ada telpon dari lek karyo!" Teriak Tika dari bawah. 

Aku yang ketika itu sedang memeriksa surat surat kepemilikan rumah dan berkas penting lainnya. Aku takut Mas Yadi juga melarikan surat itu, tapi syukurlah, dia tak mengutak atik semua dokumen itu. Segera aku berlari ke bawah menerima telpon tersebut. Perasaan tidak enak menggelayuti pikiranku. Tumben Lek Karyo tiba-tiba menelpon dan ibu yang belum juga sampai padahal dari kemarin beliau bersiap hendak datang.

["Ada apa lek?"] ujarku deg-degan, semoga tidak ada sesuatu yang mengkhawatirkan, harapku.

[Yang sabar ya, Tantri. Tadi pagi ketika ibumu berkemas hendak ke tempatmu, beliau terjatuh di kamar mandi...beliau kritis, Tan. Maaf Lelek baru bilang sekarang, karena pikir Lelek ibumu akan baik segera."]

Aku terduduk lemas, dunia rasa runtuh seketika. Hanya jeritan histeris yang keluar dari mulut ku. "Cobaan apa lagi ini ya Allah, kenapa engkau menghukum ku begini,"

 Tika yang melihat hal itu segera berlari menghampiriku.

"Mama, Kenapa ma. Eyang kenapa?" Tika memapahku duduk di sofa ruang tamu.  

"Eyang, kritis nak! Mama harus segera ke sana sekarang," ucapku menyusut airmata yang setia menemaniku beberapa hari ini. Entah kenapa dia tidak mau kering, padahal sudah berulang kali mengalir dari mata ini.

"Mama pergi sama siapa? Biar Tika yang temani, ya."

Aku hanya mengangguk, badanku lemah terasa tak bertulang tak sanggup lagi untuk berdiri. Siapa lagi harapanku, siapa lagi penyemangat hidupku, selain mama.

Segera Tika memapahku ke atas untuk bersiap.

"Mama yakin akan sanggup pergi?" tanya Tika melihatku seperti orang yang punya tenaga.

"Iya, Nak. Mama harus tahu keadaan Eyang. Mudah-mudahan dengan sampainya kita di sana, Eyang segera pulih."

***

Setelah memakan waktu beberapa jam lamanya, aku sampai juga di kampung halaman. Nampak rumah sudah ramai dengan pelayat, satu jam sebelum sampai, ibuku menghembuskan nafas terakirnya.

Aku langsung menerobos masuk dan memeluk jasad ibuku yang terbujur kaku. Tangis histeris keluar dari mulutku.

"Mengapa ibu juga ikut meninggalkan Tantri buk, kenapa? Tantri sama siapa lagi mengadu, Tantri tak punya siapa-siapa lagi," Jerit tangisku pilu. "Bawa Tantri bersama ibu, Bawa!" Pekikku. Lek Karyo segera menghampiriku.

"Istiqfar, Nak! Istiqfar," ucap Lek Karyo menyadarkanku.

"Tak ada lagi guna Tantri hidup, Lek. Semua sudah lenyap!" pekikku lagi. "Biar Tantri ikut ibu berkalang tanah bersama-sama dan semua beban ini akan selesai."

 Para pelayat pun ikutan sedih mendengar ratapan demi ratapan yang kuucapkan mewakili perasaanku. Kemudian aku jatuh pingsan dan tak ingat apa-apa lagi. Hingga saat pemakaman selesai aku belum juga sadar. Lek karyo adik ibu tidak tega menyadarkanku dari pingsan, takut aku bertambah histeris dan melakukan perbuatan yang tidak-tidak.

Aku tersadar sesaat setelah pengajian tiga hari tiga malam meninggal Ibu selesai dilaksanakan warga kampung. Rumah sudah mulai sepi, hanya ada beberapa tetangga dekat yang masih betah menungguiku.

Tatapanku kosong, jiwaku hampa, serasa semua pergi bersama jasad ibu. "Aku tak punya siapa-siapa lagi di dunia ini, kenapa tak lebih baik aku ikut ibu saja," ratapku dalam hati.

"Makan dulu, Tan. Kamu belum makan dari tadi. Memang tak mudah, Nak. Tapi Lelek yakin kamu mampu menghadapinya karena kamu kuat dan tangguh seperti almarhum ibumu. Kamu ingat bagaimana ibumu bisa sembuh dari kanker rahimnya? Karena dia kuat dan tak patah semangat," Lek karyo terus berusaha menghiburku. Sepiring bubur berada di tangannya, siap untuk disuapkan ke mulutku.

"Lelek masih ada disini nak, sebagai pengganti ibumu. Kamu harus kuat nduk, harus demi anak anakmu, mereka masih kecil kecil, Tan."

Aku menggeleng menerima suapan beliau. Aku tak menggubris ucapan yang keluar dari mulut Lek Karyo yang duduk di hadapanku.

Kesadaran masih bersamaku, kutatap Lelaki baik berwajah teduh itu. "Tantri harus pulang besok lek, Tantri harus menyelesaikan urusan utang piutang Mas Yadi dengan bank, Tantri masuk dulu." 

Aku segera beranjak pergi dari hadapan lek karyo. Lek Karyo menatapku iba, beliau membiarkanku berlalu, mungkin beliau ingin aku tenang dulu. Aku tak ingin menjadi orang yang dikasihani. Beruntung fikiran buruk tidak menghampiriku ditengah masalah dan cobaan yang menimpanku ini, di tambah imanku yang lemah yang mudah dibelokkan syetan. Anak-anaklah yang menjadi alasanku untuk tidak meneguk pembunuh serangga atau menyayat nadiku atau gantung diri sekalian biar masalahku lenyap seketika.

Aku hanya tidak ingin berfikir, saat ini aku hanya ingin memotivasi diri untuk tidak jatuh. Mungkin dengan menangis di atas sajadah bisa mengurangi bebanku, menghadap Allah yang masih sayang padaku walau pun aku jarang mengingatNYA. Sholat yang kadang kukerjakan karena sibuk dengan bisnisku. Hanya dalam urusan berderma aku patut diacungi jempol. Aku merupakan salah satu penggalang dana pendiri pesantren Darul quran dan mesjid megah disekitar tempat tinggalku.

***

Masa berkabung bagiku sudah tidak ada lagi. Bagaimanapun hidup akan terus berlanjut, toh suatu hari akupun akan menyusul ibu, tinggal menunggu saatnya saja. Aku harus menata diri mengingat anak anak yang selalu memandang iba padaku. Aku menitipkan semua peninggalan ibu pada Lek Karyo. Mungkin suatu saat aku butuh, baru aku akan ambil hakku sebagai ahli waris satu-satunya.

 Sehari setelah pulang dari kampung, aku harus berkemas untuk segera pindah dari rumah ini, karena rumah ini sudah disita Bank. Rumah mewah bertingkat dua, hasil jerih payahku yang bertahap demi bertahap kubangun hingga menjadi rumah megah seperti sekarang ini. Akan tetapi dengan sangat terpaksa harus kulepaskan demi membayar hutang yang jumlahnya tak bisa dikalkulasikan lagi. Semua aset juga sudah terjual hanya menyisakan satu motor matic dan satu buah ruko yang akan menjadi tempat tinggalku dan anak anak. Itupun semua hutang belum juga habis, entah bagaimana hutang itu segera lunas, aku tak sanggup berpikir lagi.

"Kita mau pindah kemana, ma?" tanya Bimo heran. 

"Untuk sementara kita harus tinggal di ruko di dekat pasar pagi itu, nak. Hanya itu saja yang kita punya,"

"Itu kan rukonya kecil, ma? Mana muat untuk barang barang kita yang banyak ini," Sahut Tika malas. 

"Kita membawa barang yang penting saja, Tika. kalau barang barang mewah ini sudah disita Bank juga, nanti kalau ada duit kita beli lagi ya," ujarku menenangkan anak anak yang sudah biasa hidup senang dengan fasilitas mencukupi, tapi sekarang mereka harus hidup apa adanya. Tapi aku tidak akan tinggal diam, aku akan berusaha mencukupi kehidupan mereka. Aku ahli dalam memasak, aku akan berjualan di ruko.

Begitulah aku dan anak anak segera pindah, menggunakan mobil pick up salah satu restro miliknya yang biasa digunakan untuk membawa pesanan besar pelanggan. 

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (5)
goodnovel comment avatar
D'naya
Semangat Tantri
goodnovel comment avatar
Goresan Pena93
seru banget ceritanya
goodnovel comment avatar
Ardhya Rahma
Kasihannya...
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Hutang suami membawa petaka   Kesedihan mendalam

    Bab 29***Rumah sakit itu begitu ramai hingga untuk parkir saja, Lina harus mengantri selama beberapa menit untuk mendapatkan tempat parkir mobilnya. "Apa sih yang terjadi dirumah sakit ini, kok rame nian?" Gerutu Lina sambil memukul stir mobilnya. Hilang sudah jiwa Lina yang dikenal sebagai ibu penyabar ini. Wajahnya yang selalu ceria berubah menjadi perasan jeruk nipis. "Sabar, Lin." Tantri menyentuh tangan sahabatnya karena Lina memencet klakson berkali-kali. "Lihat mobil di depan itu, harusnya parkir di ujung dulu, ini dia parkir lebih dekat. Tak punya adap!" Lina terus menggerutu. Tantri membiarkan Lina mencak-mencak setelah tak berhasil membujuknya untuk diam. Selang beberapa menit kemudian kami mendapatkan lahan parkir juga meski berebut dengan mobil lain. "Kok suasananya seperti hendak menonton konser, sih." Lina masih bersungut-sungut sambil melangkah menuju meja administrasi untuk menanyakan ruang rawat Tama. Setelah mendapat info mereka menuju ruangan yang dimaksud

  • Hutang suami membawa petaka   Berpulang

    Part 28***Tama yang kritis langsung dibawa ke ruang instalasi gawat darurat. Seorang laki-laki yang menolong Tama berusaha mencari informasi keluarga Tama dari HP Tama. Bersyukur ponsel itu tak dikunci sehingga dia dengan mudah membuka dan mencari orang yang bisa dihubungi. Dia mencoba membuka kontak dan mencari nomor yang sering dihubungi Tama. Dia menemukan sebuah nomor atas nama Yanto di kontak paling atas yang baru-baru ini dihubungi Tama. "Hallo, ini Yanto ya?""Iya, ini siapa?" tanya Yanto dari seberang telepon. "Teman saudara yang memiliki HP ini sekarang sedang di rumah sakit, karena kena tusuk orang." Tanpa basa basi lelaki itu langsung berucap. Yanto yang menerima telpon itu terkejut, dia bergeming beberapa saat lamanya, tidak tahu harus berbuat apa. Sinta yang melihat reaksi suaminya segera mendekat, takut terjadi apa-apa dengan gelagat suaminya. "Telpon dari siapa mas?" tanya Sintia penasaran sambil memperhatikan mimik muka Yanto yang datar serta pandangan kosong.

  • Hutang suami membawa petaka   perasaan seorang ayah

    Part 27***Yadi pulang ke rumah dengan lesu, seakan ada sesuatu yang hilang dalam dirinya. Yang pasti rasa bersalah yang menggunung atas kematian Alya. Dia melihat rumahnya ramai."Ngapain lagi sih, Siska?" Pikirnya Dia segera melangkah masuk dan mendapati Siska sedang berkumpul arisan bersama teman temannya. Yadi melengos memasang wajah masam sebentar sebelum masuk ke dalam menuju kamarnya. Siska tak menanggapi, dia tetap meneruskan kegiatannya. Begitulah Siska, dia tidak pernah lagi memperdulikan suaminya, dirinya sibuk dengan acara kumpul kumpul dengan teman arisan dan geng sosialitanya. Dikala senggang dia lebih suka menghabiskan waktu di salon ketimbang memasak atau menanyakan keadaan suaminya sudah makan atau belum. Yang penting baginya uang dari Yadi selalu lancar. Yadi pun begitu dari pada Siska membuat masalah lebih baik segala kebutuhan hidupnya terpenuhi. Usaha jualan toko bangunannya sedang berkembang pesat. "Kenapa laki lu, Sis?" tanya salah seorang temannya. "E

  • Hutang suami membawa petaka   Pemakaman Alya

    ***Kabut duka bergelatut di langit rumah Tantri, mendung hitam berarak menemani kesedihan Tantri sekeluarga. Sedari tadi pelayat terus berdatangan, memberikan ucapan duka cita dan bela sungkawa dan juga ada beberapa sahabat yang berusaha menguatkan Tantri yang tak berhenti menangis meratapi dirinya. Di tengah suasana duka keluarga Tantri, duduk seorang laki laki kurus dengan baju lusuh diantara para pelayat. Lelaki tersebut tak lain adalah Yadi--ayah Alya. Dia mengetahui berita kematian Alya lewat istri nya yang menelepon ibunya dan mengatakan berita itu. Yadi langsung mendatangi kediaman Tantri karena dia yakin tak ada yang mengenalinya lagi dengan keadaannya yang sekarang. Kurus, dekil tak terurus. Air mata tak henti keluar, sebentar sebentar di lap nya ingus dan air mata yang meleleh bersamaan. Dia terus memandangi foto Alya yang ada digenggaman tangannya sembari meratap pilu. Untuk mendatangi langsung jasad anaknya dia belum berani mengingat hutang yang begitu banyak ditinggalk

  • Hutang suami membawa petaka   DIA SUDAH TENANG

    Part 25***"Siapa, Tik?" tanya Tantri ketika melihat Tika tertegun setelah menerima telepon dari nomor tak dikenal itu. "Kak Alya ada di rumah sakit, Ma. Begitu kata sipenelepon.""Apa? Ke-kenapa Alya bisa di rumah sakit, Tik?""Entahlah, Ma, orang itu tak menjelaskan secara detail. Sebaiknya kita segera ke sana saja, perasaan Tika nggak enak."Tantri dan Tika bergegas menuju rumah sakit tersebut. Tantri gugup dan cemas, perasaannya tidak enak tadi semakin jelas kentara. "Apakah gelas tadi merupakan firasat tak baik? Apa itu merupakan pertanda buruk?" Berbagai pikiran buruk hadir dibenak Tantri. Setelah menempuh perjalanan setengah jam lamanya mereka sampai di rumah sakit yang dimaksud. Tantri bergegas menuju resepsionis untuk menanyakan pasien Alya, tapi belum sampai dia ke meja resepsionis itu, Tika mengamit bahu Tantri menghentikan langkah mamanya dan menunjuk ke arah lobi. Tantri tercenung ketika melihat Tama ada disitu, apa gerangan Tama di sini? dia mengurungkan niatnya ke

  • Hutang suami membawa petaka   Rip Alya

    ***Hanya butuh sepuluh menit mereka sampai di Rumah sakit Asih Jaya. Beberapa perawat segera membawa Alya ke ruang pemeriksaan untuk mengecek kondisi Alya dan golongan darahnya. "Cek darah di palang merah, sepertinya wanita ini habis aborsi dan mengalami pendarahan hebat," ujar dokter jaga malam itu. Perawat wanita yang masih setengah mengantuk itu mengangguk, kantuknya seketika lenyap mendengar kata 'pendarahan'. Setelah menghubungi palang merah rumah sakit, ternyata stok darah mereka habis. Perawat itu menginformasikan pada dokter jaga. "Maaf Pak, stok darah di rumah sakit ini sedang habis, jadi bapak bapak ini bisa membawa pasien kerumah sakit lain secepatnya, karena pasien sudah kehilangan darah cukup banyak." Pegawai administrasi memberitahu Yanto dan Tama yang sedari tadi menunggu dengan harap cemas. Tama dan Yanto semakin panik. "Alya bisa kehilangan banyak darah kalau dioper ke rumah sakit lain, karena jarak yang sangat jauh, Nto," ujar Tama. "Tak ada pilihan lain Tam,

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status