Share

Hutang

Author: Silver Girl
last update Last Updated: 2022-06-01 16:09:36

Part 2

***

[ "kutunggu kamu di cafe biasa ya Tan,"]

Sebuah pesan W* dari lina

membuyarkan lamunanku. Walau dengan rasa malas yang mendera, terpaksa aku bangkit juga. Kasihan Lina harus menunggu, padahal dia sudah bersusah payah untukku.

Sudah dua hari ini aku tidak beraktifitas, seluruh  kegiatan kuserahkan pada asistenku-- Tama. Aku masih syock dengan kejadian ini dan sedang mencoba berdamai dengan keadaan yang ku hadapi ini, sulit memang. Terbayang anak anak kedepannya bagaimana tanpa ayah mereka. Bukan soal materi,bukan karena keuanganku lebih dari Mas Yadi, akan tetapi kasih sayang ayah pada mereka yang terenggut tiba-tiba. Akankah anak-anak sanggup menghadapinya karena yang mereka tahu selama ini ayahnya adalah pahlawan serta superhero mereka. Semua ketakutan itu datang bagai sebuah bayang bayang hitam ingin menangkup diri. Aku tidak lemah hanya aku ingin membimbing hati untuk kuat. 

Seolah tahu dengan apa rasakan dan hadapi handphone ku berdering. panggilan dari ibuku, satu satunya penyemangatku setelah ayah berpulang. Aku yang akan melangkah ke kamar mandi mengurungkan niatku dan mengangkat panggilan dari wanita terkasihku itu.

[Assalamu'alaikum buk,"]

kucoba menahan butiran bening yang sedang berlomba siap untuk menerobos mataku keluar.

[ w*'alaikumussalam. Tantri anak ibu kenapa? Suaranya kok serak? Kamu sakit, Nak?"] Ibu menunggu jaw*banku.

["Tan... Kamu baik-baik saja, Kan? Ibu sudah beberapa hari ini teringat kamu terus,"]

["Nggak papa kok, buk,"]

Air mata itu jatuh juga. ["mas Yadi pergi, buk. Dia meninggalkanku dan anak-anak tanpa kabar,"]

["Ya Allah, nak. Ibu akan segera ke sana! Kamu yang tegar, kamu anak ibu yang kuat. Sabar ya, Nduk. Kamu jangan lemah, ingat anak-anak butuh kamu. Tetap makan dan minum agar kamu tetap kuat."] Terdengar ibu tergesa-gesa berkemas, tetapi nasehatnya tetap menyerocos keluar dari mulutnya. Beliau memang selalu begitu, tak pernah membiarkanku bersedih, sakit dan terluka. Beliau akan selalu terdepan membelaku sejak dulu bahkan sampai sekarang, walaupun putrinya telah memberinya cucu, dia tetap memperlakukanku seperti gadis kecilnya. Bila mendengar aku sakit sedikit saja, beliau akan datang tanpa meminta persetujuanku, merawat dan menjagaku sampai sembuh. Ah, ibuku, wanita terkasihku.

Aku hanya mengangguk lemah mendengarkan nasehat yang selalu berulang kali disampaikannya. Segera kuakhiri telpon agar ibu tidak leluasa bersiap. Langkahku yang semula ke kamar mandi berbelok ke arah lemari. Aku membuka lemari baju Mas Yadi. Utuh tak ada yang berubah, semua pakaiannya yang kuhapal ditinggalkannya. 

"Ma, ada Tante Lina di bawah." Alya mengagetkan ku. 'Aduh Lin, maaf'. Mungkin dia terlalu lama menunggu hingga menyamperiku langsung ke rumah. Lina memang sahabat terbaikku dari dahulu, jaman sekolah menengah Umum sampai kuliah.

"Ya nak, suruh Tante Lina menunggu sebentar, Mama mau mandi dulu." Aku bergegas menutup lemari penuh kenangan itu, lemari yang senantiasa kubuka untuk mengambil baju Mas Yadi bila dia akan berangkat bekerja. Baju yang selalu rapi dan sudah kuhapal dimana letaknya karena dia tak pernah menjamah tempat itu. Semua pakaiannya aku yang memilihkan dan selalu tersedia di atas kasur bila dia selesai mandi.

Tak lama aku menemui Lina sahabatku. Lina segera memelukku sesampainya aku diruang tamu, aku menangis dipelukannya meluapkan rasa yang menyesakkan tenggorokan.

"Menangis lah kalau itu membuatmu lega, Tan," ucap Lina diplomatis. Dia menepuk punggungku mengalirkan kekuatan dari sana.

Cukup lama aku menenangkan diri dalam dekapan Lina. Aku berusaha menguatkan diri di depan Lina, walau airmataku tak mau diajak kompromi. 

"Maaf tidak datang menemuimu di kafe, Lin." Aku mengusap airmata yang masih setia meleleh. "Maaf karena masalahku juga kamu ikut pusing."

Lina menggeleng. "Tan, lihatlah dirimu, pucat, lemah dengan kantung mata besar. Dimana Tantri sahabatku yang kuat yang aku kenal dulu," ucap Lina prihatin.

"Aku tidak menyangka seburuk ini keadaanmu, kalau tahu begini usah ku selidiki keberadaan Yadi." Lina memasang wajah cemberut.

Androidku tiba-tiba berdering kali ini telpon dari Tama--asistenku. 

["kenapa, Tam?"]

["Beberapa Bank mendatangi restro kita dikawasan kemang mencari ibuk,"]

["Ada apa ya?"]

tanyaku heran, karena aku tak pernah berurusan dengan Bank terkait semua bisnis yang kujalani. Semua bersih dari modalku sendiri tak ada sangkut pautnya dengan Bank.

["Entah buk, saya kurang tahu." ] 

["Aku segera ke sana, Tam. Suruh mereka menunggu sebentar,"]

"Kenapa Tan?" tanya Lina menyelidik mungkin melihat air mukaku yang berubah.

"Ada pihak bank mendatangi restro di kemang, Lin. Entah masalah apa. Aku harus ke sana sekarang." 

"Ayok aku temani." Lina berdiri mengikutiku.

Aku dan Lina segera ke kawasan kemang dengan mengendarai mobil Lina. Kami sampai lima belas menit kemudian. 

Aku mempersilahkan pihak bank masuk ke ruangan rapat yang memang disediakan di restro ini. Mereka menjelaskan secara detail pinjaman dua ratus juta yang hampir jatuh tempo dengan agunan rumah yang aku tempati sekarang juga atas namaku. Semua dilakukan oleh Mas Yadi. Dia menumpuk hutang atas namaku.

Aku terbelalak kaget, tak pernah sekalipun aku tahu mengenai pinjaman ini. Untuk apa dan bagaimana dia melakukan semua itu? Bagaimana pula tanda tangan di sana adalah tanda tanganku, kenapa bisa terjadi padahal setahuku aku tak pernah memberi tanda tangan kalau bukan untuk restro? Berbagai pertanyaan berkecamuk dalam pikiranku.

Mereka memberiku tenggang waktu tiga hari untuk melunasi semua utang tersebut. Itu baru satu bank bagaimana dengan bank lainnya? Aku rasa bukan satu Bank saja, karena beberapa nomor telpon kantor lagi yang menghubungi Restro. Ah, Kepalaku rasa pecah memikirkan semua ini. 

"Sabar Tan. Kita coba cari jalan keluar," ujar Lina sambil memeluk pundakku berusaha menguatkan. 

"Gimana kalau kita cari dulu keberadaan Yadi, masih ada waktu untuk menemukan nya dan menyeret dia ke sini untuk membayar hutangnya." Saran Lina. "Pertama kita datangi pihak developer dulu, barangkali ada petunjuk di sana."

"Aku nggak yakin Lin, tapi ya sudah kita coba dulu, semoga berhasil." Aku tertunduk lesu, semangatku langsung padam. Terbayang apa yang akan terjadi ke depan. Rumah, Restro dan semua bisnis yang kumulai dari nol akan lenyap begitu saja. Mudah-mudahan aku tidak gila menghadapi semua ini.

Dalam Jangka waktu yang tersisa, aku dan Lina berusaha mencari keberadaan Mas Yadi. Tapi nihil malah masalahku bertambah karena Mas Yadi melarikan uang muka calon pembeli rumah dan mereka akan menuntut ku bila tidak mengembalikan uang itu karena aku masih istri sahnya, jadi akulah yang menanggung semuanya. 

Mas Yadi seolah hilang ditelan bumi bersama wanita selingkuhannya itu. Aku akan melapor pada polisi dengan laporan kasus penipuan, tapi Lina bilang tak usah dan biar suaminya yang akan mencari keberadaan Mas Yadi.

"Biar suamiku saja yang mencari keberadaan Yadi, Tan. Kita usahakan dulu dengan cara kekeluargaan. Tapi kalau masih tidak bisa, baru kita tempuh jalur hukum."

"Tidak usah, Lin. Aku hanya akan merepotkanmu dan suamimu," ucapku khawatir.

"Enggak, Lin. Kita sudah seperti keluarga, kamu tak usah sungkan padaku."

TBC...

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (4)
goodnovel comment avatar
D'naya
Terimakasih untuk orang baik
goodnovel comment avatar
Ardhya Rahma
untung ada penolong
goodnovel comment avatar
D Lista
semangat ya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Hutang suami membawa petaka   Kesedihan mendalam

    Bab 29***Rumah sakit itu begitu ramai hingga untuk parkir saja, Lina harus mengantri selama beberapa menit untuk mendapatkan tempat parkir mobilnya. "Apa sih yang terjadi dirumah sakit ini, kok rame nian?" Gerutu Lina sambil memukul stir mobilnya. Hilang sudah jiwa Lina yang dikenal sebagai ibu penyabar ini. Wajahnya yang selalu ceria berubah menjadi perasan jeruk nipis. "Sabar, Lin." Tantri menyentuh tangan sahabatnya karena Lina memencet klakson berkali-kali. "Lihat mobil di depan itu, harusnya parkir di ujung dulu, ini dia parkir lebih dekat. Tak punya adap!" Lina terus menggerutu. Tantri membiarkan Lina mencak-mencak setelah tak berhasil membujuknya untuk diam. Selang beberapa menit kemudian kami mendapatkan lahan parkir juga meski berebut dengan mobil lain. "Kok suasananya seperti hendak menonton konser, sih." Lina masih bersungut-sungut sambil melangkah menuju meja administrasi untuk menanyakan ruang rawat Tama. Setelah mendapat info mereka menuju ruangan yang dimaksud

  • Hutang suami membawa petaka   Berpulang

    Part 28***Tama yang kritis langsung dibawa ke ruang instalasi gawat darurat. Seorang laki-laki yang menolong Tama berusaha mencari informasi keluarga Tama dari HP Tama. Bersyukur ponsel itu tak dikunci sehingga dia dengan mudah membuka dan mencari orang yang bisa dihubungi. Dia mencoba membuka kontak dan mencari nomor yang sering dihubungi Tama. Dia menemukan sebuah nomor atas nama Yanto di kontak paling atas yang baru-baru ini dihubungi Tama. "Hallo, ini Yanto ya?""Iya, ini siapa?" tanya Yanto dari seberang telepon. "Teman saudara yang memiliki HP ini sekarang sedang di rumah sakit, karena kena tusuk orang." Tanpa basa basi lelaki itu langsung berucap. Yanto yang menerima telpon itu terkejut, dia bergeming beberapa saat lamanya, tidak tahu harus berbuat apa. Sinta yang melihat reaksi suaminya segera mendekat, takut terjadi apa-apa dengan gelagat suaminya. "Telpon dari siapa mas?" tanya Sintia penasaran sambil memperhatikan mimik muka Yanto yang datar serta pandangan kosong.

  • Hutang suami membawa petaka   perasaan seorang ayah

    Part 27***Yadi pulang ke rumah dengan lesu, seakan ada sesuatu yang hilang dalam dirinya. Yang pasti rasa bersalah yang menggunung atas kematian Alya. Dia melihat rumahnya ramai."Ngapain lagi sih, Siska?" Pikirnya Dia segera melangkah masuk dan mendapati Siska sedang berkumpul arisan bersama teman temannya. Yadi melengos memasang wajah masam sebentar sebelum masuk ke dalam menuju kamarnya. Siska tak menanggapi, dia tetap meneruskan kegiatannya. Begitulah Siska, dia tidak pernah lagi memperdulikan suaminya, dirinya sibuk dengan acara kumpul kumpul dengan teman arisan dan geng sosialitanya. Dikala senggang dia lebih suka menghabiskan waktu di salon ketimbang memasak atau menanyakan keadaan suaminya sudah makan atau belum. Yang penting baginya uang dari Yadi selalu lancar. Yadi pun begitu dari pada Siska membuat masalah lebih baik segala kebutuhan hidupnya terpenuhi. Usaha jualan toko bangunannya sedang berkembang pesat. "Kenapa laki lu, Sis?" tanya salah seorang temannya. "E

  • Hutang suami membawa petaka   Pemakaman Alya

    ***Kabut duka bergelatut di langit rumah Tantri, mendung hitam berarak menemani kesedihan Tantri sekeluarga. Sedari tadi pelayat terus berdatangan, memberikan ucapan duka cita dan bela sungkawa dan juga ada beberapa sahabat yang berusaha menguatkan Tantri yang tak berhenti menangis meratapi dirinya. Di tengah suasana duka keluarga Tantri, duduk seorang laki laki kurus dengan baju lusuh diantara para pelayat. Lelaki tersebut tak lain adalah Yadi--ayah Alya. Dia mengetahui berita kematian Alya lewat istri nya yang menelepon ibunya dan mengatakan berita itu. Yadi langsung mendatangi kediaman Tantri karena dia yakin tak ada yang mengenalinya lagi dengan keadaannya yang sekarang. Kurus, dekil tak terurus. Air mata tak henti keluar, sebentar sebentar di lap nya ingus dan air mata yang meleleh bersamaan. Dia terus memandangi foto Alya yang ada digenggaman tangannya sembari meratap pilu. Untuk mendatangi langsung jasad anaknya dia belum berani mengingat hutang yang begitu banyak ditinggalk

  • Hutang suami membawa petaka   DIA SUDAH TENANG

    Part 25***"Siapa, Tik?" tanya Tantri ketika melihat Tika tertegun setelah menerima telepon dari nomor tak dikenal itu. "Kak Alya ada di rumah sakit, Ma. Begitu kata sipenelepon.""Apa? Ke-kenapa Alya bisa di rumah sakit, Tik?""Entahlah, Ma, orang itu tak menjelaskan secara detail. Sebaiknya kita segera ke sana saja, perasaan Tika nggak enak."Tantri dan Tika bergegas menuju rumah sakit tersebut. Tantri gugup dan cemas, perasaannya tidak enak tadi semakin jelas kentara. "Apakah gelas tadi merupakan firasat tak baik? Apa itu merupakan pertanda buruk?" Berbagai pikiran buruk hadir dibenak Tantri. Setelah menempuh perjalanan setengah jam lamanya mereka sampai di rumah sakit yang dimaksud. Tantri bergegas menuju resepsionis untuk menanyakan pasien Alya, tapi belum sampai dia ke meja resepsionis itu, Tika mengamit bahu Tantri menghentikan langkah mamanya dan menunjuk ke arah lobi. Tantri tercenung ketika melihat Tama ada disitu, apa gerangan Tama di sini? dia mengurungkan niatnya ke

  • Hutang suami membawa petaka   Rip Alya

    ***Hanya butuh sepuluh menit mereka sampai di Rumah sakit Asih Jaya. Beberapa perawat segera membawa Alya ke ruang pemeriksaan untuk mengecek kondisi Alya dan golongan darahnya. "Cek darah di palang merah, sepertinya wanita ini habis aborsi dan mengalami pendarahan hebat," ujar dokter jaga malam itu. Perawat wanita yang masih setengah mengantuk itu mengangguk, kantuknya seketika lenyap mendengar kata 'pendarahan'. Setelah menghubungi palang merah rumah sakit, ternyata stok darah mereka habis. Perawat itu menginformasikan pada dokter jaga. "Maaf Pak, stok darah di rumah sakit ini sedang habis, jadi bapak bapak ini bisa membawa pasien kerumah sakit lain secepatnya, karena pasien sudah kehilangan darah cukup banyak." Pegawai administrasi memberitahu Yanto dan Tama yang sedari tadi menunggu dengan harap cemas. Tama dan Yanto semakin panik. "Alya bisa kehilangan banyak darah kalau dioper ke rumah sakit lain, karena jarak yang sangat jauh, Nto," ujar Tama. "Tak ada pilihan lain Tam,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status