Awas Typo:) Happy Reading .... *** Jantung Regina serasa jatuh dari tempat detik mendengar kalimat Raymond. "Ma-maksudnya?" gagap, Regina meminta penjelasan. "Abang jatuh hati sama siapa?! Jatuh cinta sama siapa?! Nggak-nggak, nggak boleh! Abang jahat!" Setelah meminta penjelasan Regina justru berdiri dan memborong semua pertanyaan, berdiri tegak di depan Raymond yang masih duduk dengan sangat tenang. "Abang, selingkuh ya? Bisa-bisanya belum sayang sama istri tapi sudah jatuh hati sama wanita lain?! Ya Tuhan astaga." Kehabisan kata, nyonya muda William itu berkacak pinggang, memasang mimik super duper garang. Sialnya sudah begitu pun Raymond tetap pasang wajah tenang, tidak ada kepanikan. Pria itu malah memilih ,enjangkau pergelangan tangan kiri Regina, menarik tubuh si istri agar merapat dengannya, bahkan Regina sudah jatuh duduk ke atas pangkuan Raymond. Saling menatap, satu mendunga dan satu menunduk, tuan dan nyonya muda William agaknya suka sekali adegan seperti ini, bukan-
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Why? Regina sangat ingin mempertanyakan itu kepada Raymond, kenapa si pria belum siap memiliki anak? Apa salahnya? Umur mereka sudah sangat cukup bukan? Tapi, Regina malas berdebat jadilah ia teguk pil pencegah kehamilan itu. Selama mereka honeymoon Regina memang membawa pil, nanti jika mereka sudah ada di Melbourne, Raymond sudah memilih dokter pribadi yang akan menangani masalah ini. "Sudah?" Regina mendunga, menatap Raymond yang sudah memakai bokser tanpa baju. "Sudah, Abang," jawab wanita itu tersenyum manis, menjulurkan kedua tangannya. Sudah pasti hal pertama yang Raymond lalukan adalah menarik gelas di tangan Regina, lalu meletakan ke atas nakas. Barulah setelah itu ia sambut kedua tangan istrinya, mereka butuh tidur agar besok bisa melanjutkan perjalanan honeymoon yang terlalu banyak ini itunya. "Jangan sakit lagi," bisik Raymond membenarkan letak kepala Regina di atas lengannya. "Siap laksanakan, Kapten." ***** "Egh ...." Namun,
Awas Typo:) Happy Reading .... *** "Aku akan lebih sering berdecak," bisik Regina menarik handuk yang menutupi tubuh polosnya. Setelah menerima hukuman wanita itu justru merasa ketagihan, bukan jera atau takut. Sungguh jiwa menantang Regina memang perlu lebih diasah lagi. Raymond memeluk pinggang istrinya dari belakang, padahal Regina sedang ingin berpakaian. "Dan aku akan dengan senang hati mengulang hukuman," balas si suami berbisik tepat di telinga kanan Regina yang tertawa pelan. "Aku mau berpakaian, Abang." "Lakukan saja." Cup. Bibir Raymond mendarat ke atas permukaan kulit bahu Regina. Menggeleng kecil, wanita itu menarik branya, memasang bersama Raymond yang masih betah di posisi. Jika saja, ini masih jika saja, Regina sadar betapa manis suaminya dalam bertindak, mungkin wanita itu akan segera jatuh cinta. Kalimat Raymond boleh singkat, padat, datar. Tapi tindakan yang pria itu lakukan lebih dari itu, ya seperti menuruti mau Regina tentang honeymoon sampai nekat tidak
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Mau tak mau harus mau, jujur Raymond agak bagaimana gitu. Tidak mungkin kesal karena ini musibah, tapi dia memang agak sedikit kesal. Mengatur waktu dirinya tidak gampang, jika dia sudah kembali menyentuh kerjaan alias pergi ke rumah sakit, maka akan sulit untuk cuti. Bye-bye deh liburan. Namun, yasudahlah, toh saat ini mereka sudah melangkah menuju kamar rawat Maria, untuk apa lagi dikeluh kesahkan. "Regina, pelan," ujar Raymond terus menyeimbangkan langkah dengan istrinya yang kebut saja dalam melangkah. Regina tidak menjawab, tidak juga memelankan langkah, oh ya thanks god. Setelah menempuh jam terbang lima jam lebih kini Raymond justru harus mengejar-ngejar istrinya. "Regina." Lagi memperingati, Raymond bukan hanya mengeluhkan diri, dia juga khawatir terhadap kondisi kepala Regina, apa tidak jet lag? Naasnya tetap tidak ada perubahan, si istri tetap saja dengan langkah cepatnya. Raymond jangkau lah pinggang ramping Regina, kalau masih naka
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Kedua kelopak mata Regina terbuka perlahan-lahan, wanita muda yang sudah menjadi seorang istri dari pria gagah itu membawa kepalanya menoleh ke belakang tubuh, tepat di mana sofa berada. "Hah ...." Hela napas, Regina melepas pelukan Maria di tangannya dengan lembut. "Egh ...." Namun sang pemilik tangan merasa terganggu, sedikit mengerang dalam tidur. "Shut," bisik Regina menepuk-nepuk lengan Maria pelan. Regina membutuhkan lima detik, menunggu Maria benar-benar tenang, setelah itu barulah dia membawa tubuh turun dari ranjang. "Ck," berdecak.Suara langkah Regina terdengar, langkah yang sangat lembut. Wanita itu mendekati suaminya, si pria tidur di salah satu sofa, naas sofa itu single sofa bukan double. Karena apa? Yang double diisi oleh Mario. Well, Raymond yang menyuruh pria lebih muda darinya itu untuk menggunakan double sofa saja, jadilah suami Regina terlelap dalam posisi duduk. Begitu sampai di depan tubuh Raymond, Regina menggigit bibir
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Raymond membasuh wajah, tentu tidak hanya sekali. Pria itu tengah berada di kamar mandi kamar rawat Maria, baru bangun dari tidur dan begitu bangun eh sudah disambut saja dengan tatapan sinis ala Maria Rosalinda. "Sinting," gumam Raymond geleng kepala kecil, menarik tisu lalu mengeringkan wajah yang basah. Ini serius Raymond dimusuhi kaum hawa? Biasanya dikejar-kejar loh, mana musuhinnya karena wanita juga. Humor semesta sangat menggelikan, Regina memang membawa warna ke dalam hidup Raymond. Tok, tok, tok. "Abang, jangan lama-lama, Maria mau memakai kamar mandi." See? Dendam betul Maria dengannya. Menghembuskan napas sebentar, Raymond membuang tisu ke dalam tong sampah yang ada di di dekat closet, setelahnya baru melangkah menuju pintu. Cklek. Membuka pintu, yang pertama menyambut Raymond adalah wajah istrinya sendiri bersama Maria. "Lama banget suami aku basuh wajah aja," ujar Regina dengan nada mengomel, wanita itu membantu Maria masuk ke
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Regina sudah bungkam selama setengah jam, wanita itu benar-benar tutup mulut, tutup pita suara, intinya pensiun berbicara. Sedang Raymond menyetir dengan tenang, fokus, tidak mau mengganggu istrinya sendiri. Dia tebak, pasti isi kepala Regina sangat padat layaknya jalanan Jakarta ibu kota Indonesia. Sangat wajar, posisikan diri menjadi Regina Adinda Putri. Sahabat sendiri mencintainya, akan sangat wajar jika sahabat Regina berasal dari kaum adam, itu sangat biasa, banyak novel-novel yang menceritakan sahabat menyukai sahabat, masalahnya adalah sahabat Regina ini seorang ..., wanita. Astaga, kepala terasa berdenyut. Dunia sekali bercanda tidak ada lucunya, humor takdir dan semesta memang tidak main-main. Memang membuat terbahak, tapi terbahak hambar. "Haha." Seperti yang sedang Regina lakukan, wanita itu tiba-tiba tertawa dengan tatapan yang masih lurus ke depan, sudah pasti Raymond melirik. "Aku? Disukai oleh wanita? Dicintai? Oh god, betapa luar
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Berkacak pinggang, Regina menghela napas membaca tulisan di note yang ada di atas meja makan rumah. 'Makan dia, minum dia. Aku ke apartemen sebentar.' Begitu isinya. "Hah ...." Hela napas, Regina menolehkan kepala menatap ke arah jam di dinding ruang makan, menujukan pukul dua siang waktu Melbourne. Setelah diserang suami Regina sedikit terlelap, tidak lama, hanya setengah jam lalu bangun-bangun pria itu sudah tidak ada di kamar. Merasa yakin suaminya pasti di luar kamar, Regina ya mandi, bersih-bersih, eh tau-tau saat ke ruang makan kok malah ini yang ia temukan. "Dasar suami bossy," gumam Regina menarik mundur kursi makan, ia dudukan tubuh ke atas sana. Oke, sarapan menjadi satu dengan makan siang. Ayolah bantu Regina melupakan semuanya, dia harus fokus mengisi perut atau mister William akan mengomel bersama nada datar. ***** "Serius?!" "Iya." "Gila, gila, gila! Oh Regina memang hebat!" Saat ini Jefri sedang ada di apartemen Raymond, da