Haaaahh...
Ara menghembuskan nafasnya gusar. Ia melirik ke arah Bastian yang tengah menarik koper besar keluar dari kamarnya. Entah mau kemana pria itu sekarang. Yang jelas saat ia bertanya, Bastian tak memberi tahu sedikitpun.Sudah dua hari ini Bastian tak menyapanya sama sekali. Semenjak insiden ia membawa Raka ke rumahnya dan bertemu dengan Bastian, apalagi insiden Raka mengecup pipinya, Bastian berubah sangat drastis. Pria itu diam sediam-diamnya. Bahkan saat Ara bertanya pun Bastian tak menjawab sama sekali.
"Kau mau kemana lagi sekarang?" tanya Ara kembali. Namun masih dengan respon yang sama, Babas diam seribu bahasa.
Kalian paham seberapa kesalnya Ara sekarang? Saat ia bertanya tapi tak di jawab sama sekali. Kau hanya dianggap seperti patung dan angin lalu.
Babas dan Tian baru saja berangkat. dan selama kedua pria itu pergi ke Jepang, Riani akan menginap di rumah Babas bersama Ara.langit sudah berubah gelap. Riani dan Ara pun baru saja selesai makan malam. mereka sengaja membuat sendiri makanan dan tak ingin memesan dari luar.berada di rumah dengan Riani membuat hidup Ara sedikit lebih baik. setidaknya ia tak bertemu Babas dengan rubah kecilnya di rumah ini.Ara baru saja keluar dari kamarnya. ia membawa beberapa cemilan dari dalam sana lalu berjalan menuju ruang TV tempat Riani menunggu. dari belakang, Ara bisa melihat Riani mengusap perut buncit wanita itu dengan lembut lalu bercaka-cakap sendirian. sungguh, Ara sangat merindukan hal seperti itu terjadi padanya. ia sangat menginginkan dalam rahimnya ada janin yang tumbuh.
Babas melirik ke sebelahnya. Sudah setengah jam yang lalu Tian tertidur di kursi penumpang. Sedangkan dirinya masih saja terjaga. Padahal jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam.Perjalanan menuju Jepang masih jauh. Dari Indonesia menuju Jepang membutuhkan waktu 7-8 jam. Dan ini baru memasuki jam ke dua ia duduk di dalam burung besi ini.Ia masih teringat pertanyaan Tian yang sampai saat ini belum bisa ia jawab.Jujur, ia pun bingung, kenapa ia bisa meminta Tian untuk mengajak Riani menemani Ara. Toh Ara jauh lebih kuat dari Riani jika seandainya ada maling memasuki rumah mereka. Tapi ini sangat aneh. Justru ia meminta Riani yang tengah hamil untuk menemani Ara.Jika nanti terjadi apa-apa, tentu sudah bisa ditebak, Ara lah yang akan
Babas tak bisa tidur dengan nyenyak ketika otaknya masih saja memikirkan apa yang Tian katakan padanya.Ia bingung dengan dirinya sendiri. Selama ini ia tak pernah gelisah seperti ini, bahkan saat Naima tak ada kabar pun ia tak gelisah sama sekali.Tapi kenapa sekarang ia dibuat kacau begini. Semua tentang Ara membuatnya gelisah.Babas mengusap wajahnya kasar, ia meraih ponselnya yang ada di dekat bantal lalu membuka kontak chat. Ia mencari nomor Ara lalu menekannya untuk masuk ke ruang Chat.Ara tengah online saat Babas membuka Bar chat tersebut."Dia online dengan siapa?" gumam Babas.Kegelisahan Babas semakin menjadi. Walaupun sa
Ambulan yang membawa Riani baru saja sampai di rumah sakit. Tim medis juga sudah bersiaga di depan menunggu kedagangan Riani. Bahkan tempat tidur dorong pun sudah terletak di sana.Setelah Riani di turunkan dari ambulan, tempat tidur awal yang menjadi alas Riani di ambulan, beralih menjadi ranjang yang sudah disediakan untuk Riani.Wajah wanita itu memucat bukan main. Membuat Ara cemas. Ia berusaha terus membangunkan Riani namun tak ada respon."Mbak tunggu di luar ya. Kami periksa pasien nya dulu.." jawab salah seorang perawat."Baik suster, tolong selamatkan teman saya dan bayinya." pinta Ara memohon. Wanita itu sudah menangis. Ia tak habis pikir, nasib Riani yang akan menjadi seperti saat menemani dirinya.
Aku menengadah langit yang sedari tadi gelap. Bukan karena matahari yang tenggelam, namun karena awan hitam yang menutupi dan berkuasa atas matahari siang ini.Aku menatap lurus ke depan. Gedung-gedung menjulang tinggu terlihat berjejer mencakar langit. Dari puncak rumah sakit ini, aku sekaali lagi menghembuskan nafas gusar.Ada hal yang berkecamuk di hatiku. Dan semua hal itu ada pada satu titik, yaitu Naima.Entah kenapa aku bisa begitu gila karena seorang Naima.Perkenalanku dengan Naima dimulai sejak aku menginjak bangku sekolah menengah pertama. Saat itu Naima menjadi siswi paling cantik dan populer di sekolahku tersebut.Jujur, dulu aku tak menyukai dia sama sekali. Namun banyak yang memintaku untuk mendekati Naima sampai akhirnya aku menyetujui permintaan teman-temanku tersebut.Singkat cerita, aku dekat dengan Naima dan memutuskan pacaran setelah tiga bulan
Apa aku bermimpi?Aku seperti melihat Babas tengah duduk di hadapanku. Tapi kenapa dia hanya diam?.Aku melirik ke sekeliling, dimana hanya ada putih tanpa dinding. Walaupun begitu, aku tak ketakutan. Justru yang kurasakan adalah sebuah kenyamanan.Sekali lagi aku melirik Babas ada di hadapanku. Kutatap mata itu penuh minat. Jantung yang awalnya berdetak normal, lambat laun berdetak cepat dan semakin tak karuan.Ruangan putih yang tadi menutupi sekelilingku, langsung berubah menjadi lorong rumah sakit tempat aku duduk setelah lelah menemani Riani.Walaupun lorong itu berubah, ada satu yang tak berubah. Yaitu Babas yang duduk di depanku. Apa aku bermimpi?
Ara mengangguk lucu sebagai tanda ia mengiyakan apa yang Babas minta. Setelahnya, Babas tak banyak bicara lagi. Pria itu langsung berjalan menuju lantai atas dan masuk ke dalam kamar.Ara semakin dibuat bingung. Sebenarnya suaminya itu kenapa? Apa ada yang salah dengan suaminya? Kenapa bisa jadi seperti ini? Babas yang mendadak lembut dan tak kasar lagi, apalagi kartu kredit itu..Ara merogok saku celananya dan menatap kembali kartu kredit yang tadi Babas berikan padanya melalui amplop yang tertempel di pintu lemari pendingin.Menatap kartu tersebut lalu menatap pintu kamar Babas secara bergantian, itulah yang Ara lakukan selama beberapa detik sebelum akhirnya ia tersadar dengan tingkah bodohnya.Ara berjalan menuju dapur. Ia meraih c
Dalam kamar yang ada di sebuah apartemen, Naima tengah duduk bermenung di atas ranjangnya. Bagian bawah mata yang hitam, rambut acak-acakan dan tanpa busana. Sungguh Naima nampak seperti wanita yang tengah dipenuhi emosi dan frustasi.Semenjak Babas pergi dari rumahnya semalam, ia sungguh tak tak bisa menghubungi Bastian lagi. Bahkan Naima nyaris depresi karena kehilangan kontak tentang Babas. Ia merasa dunianya hancur.Kenapa Babas jadi nerubah seperti ini.? Bantinnya bertanya."Lihat saja Bas, istri sialan mu itu tak akan bisa hidup tenang." ucap Naima sembari tersenyum menakutkan.Naima kembali meraih botol yang berisi minuman berakohol itu. Selama di luar negeri, Ia sudah biasa menikmati dan meneguk minuman memabukkan terseb