Share

Bab 6

Author: Trinagi
last update Last Updated: 2024-12-13 23:15:11

"Apa, Bu? Lamaran? Siapa yang mau dilamar? Kak Jenny?" tanyaku seraya bangkit dari tidur.

Nyawaku belum terkumpul sempurna, sudah dikagetkan dengan berita yang membuat jantungku melompat bagaikan mendengarkan dangdut koplo.

"Kamulah, mau siapa lagi? Mana mungkin Jenny! Kamu tau sendiri kan, calon dia sedang melanjutkan sekolahnya." jawab ibu sewot. 

Eh tunggu tunggu. Kenapa kak Jenny tidak pernah bercerita tentang calon suaminya yang sedang melaksanakan pendidikan? Kenapa ibu malah yang lebih tahu dibandingkan aku? Kesannya kak Jenny menutupi siapa calonnya dari aku. Apa jangan-jangan kak Jenny telah berselingkuh dengan mas Arkan? Tidak bisa dibiarin kalau begini.

"Siapa calon kak Jenny, Bu? Mayra kok gak pernah tau? Seakan-akan dia menutupi dari Mayra?" tanyaku penuh selidik. Siapa yang tidak curiga melihat gelagat mereka seakan ada yang disembunyikan.

"Adalah. Mau tau aja," jawaban ibu membuat aku semakin curiga.

"Atau jangan-jangan mas Arkan?" tanyaku blak-blakan. Untuk apa ditutupi-tutupi lagi, nanti aku juga akan tahu juga.

"Arkan? Kok Arkan sih May? Lelaki pengecut itu gak bisa dipake. Sekarang saja tidak tau entah dimana rimbanya!" Ibu tertawa sinis saat aku menyebut nama lelaki yang telah merajai hati ini lima tahun belakangan.

"Jadi siapa? Kenapa ada yang dirahasiakan seolah-olah Mayra bukan anggota keluarga ini!" protesku tidak terima.

"Gak ada yang kami rahasiakan, May! Yang jelas bukan Arkan calon suami Jenny.

"Jadi yang melamar Mayra, siapa juga? Mas Arkan?" Aku berharap mas Arkanlah yang melamarku. Tiba-tiba hatiku berdesir hebat membayangkan bersanding dengan lelaki pilihan hatiku. 

"Arkan kamu itu bukan lelaki yang bisa diandalkan. Buang saja ke laut!" timpal ayah. Entah sejak kapan ayahku sudah pulang dari luar kota. Tau-tau sudah berada di rumah.

"Ayah, kapan pulang?" tanyaku seraya melompat kepelukan lelaki sang cinta pertamaku itu.

"Tadi malam, Nak. Kamu sehat, Sayang?" tanyanya seraya mendudukkan diri dipinggir ranjang kamarku.

"Sehat, Yah. Ayah sehat juga 'kan?" tanya dan jawabku seraya merebahkan kepala dipundak lelaki paruh baya itu. Walaupun umurku sudah menjelang seperempat abad tetapi masih juga suka bermanja-manja dengan ayah.

"Ayah sehat! Hmmm ... kamu sudah bisa merubah kebiasaan burukmu, Sayang. Jangan lagi bangun kesiangan. Nanti rejekimu dipatok ayam. Lihat Jenny, jam segini dia sudah berangkat ke sekolah. Mengajar," ujar ayah panjang lebar. 

"Ayah tau kan kalau pagi-pagi begini enaknya tidur-tiduran. Emang mau ngapain lagi." ujarku memutar bola mata malas. 

"Banyak yang bisa kemu kerjakan dipagi hari. Kamu aja yang malas." cerocos ibu.

"Kalau sekali-kali tidak masalah. Ibu lihat selama kamu gak bekerja, setiap hari bangun siang. Macam bukan anak gadis saja!" lanjut ibu lagi. Kalau sudah mengomel jangan harap akan diam. Tahan berjam-jam deh. Duh kasihan sekali nasib diri ini. Sampai tua begini masih juga diomelin.

"Mulai besok Ayah tidak mau lagi melihat kamu malas-malasan. Sebentar lagi kamu mau jadi istri orang, Nak!" pesan ayah seraya mengusap lembut pucuk kepalaku. Dih ... tidak bisa aku bayangkan menjadi ibu rumah tangga.

Memakai baju daster dengan rambut awut-awutan. Wajah kusam bagaikan pantat wajan. Ih ... bukan aku banget deh.

"Mayra belum siap menikah, Yah!" Aku tuh masih mau main-main. Idih ... tidak dapat aku bayangkan. Pagi-pagi sudah bergumul dengan cucian dan seabrek pekerjaan rumah tangga lainnya.

"Tidak usah nunggu siap. Jalani aja dulu," nasehat ayah.

"Kalau bukan sama mas Arkan, Mayra tidak akan menerima pinangan dari siapapun!" Alasanku masuk akal juga kan? Aku tidak mau menghabiskan masa mudaku dengan lelaki yang tidak jelas asal usulnya.

"Apa yang bisa kamu banggakan pada lelaki pengecut itu, May? Carilah lelaki yang bertanggung jawab. Arkan hanya berani pacari kamu saja. Selebihnya mana berani dia. Pengecut!" 

"Tapi Mayra cinta Yah!" rajukku dalam pelukan lelaki lima puluh tahun itu.

"Cinta? Makan tuh cinta! Kamu yakin dia juga cinta sama kamu? Jangan kebanyakan menghayal deh!" Ibu seperti ada dendam kesumat sama aku. Entah mengapa beliau sangat membenci mas Arkan. Bisa saja mas Arkan belum menghubungi aku karena mau buat kejutan. Tau-tau dia datang bersama orang tuanya melamar. So sweet banget kan?

"Yakin lah, Bu. Selama lima tahun menjalin hubungan masak tidak yakin! Katanya nanti kalau dia pulang langsung melamar," ujarku seraya membayangkan bersanding dipelaminan bersama orang yang aku cintai. Tidak sabaran rasanya menunggu momen itu.

"Dan kamu percaya saja bualan lelaki buaya itu hah? Enam bulan tidak ada kabar berita. Kemana dia coba? Tau-tau sudah punya anak dia sama wanita lain. Kamu dijadikan selingan saja disini!" Ucapan ibu sangat menyakitkan hati. Aku yakin mas Arkan tidak seperti itu. Dia pernah berjanji akan kembali. Dia berjanji hanya aku wanita yang dicintai. Mana mungkin secepat itu dia berubah.

"Ibu, mas Arkan tidak sejahat itu!" protesku. Entah kenapa ibu selalu saja membawa hawa panas dalam diri ini. Jika dekat dengan beliau selalu saja memancing emosi. Apa karena kami berdua mirip?

Kata orang-orang, aku sangat mirip dengan ibu. Katanya sih plek ketiplek. Tidak ada yang beda. Dari cara bicara, berjalan sampai kemiripan wajah. 

"Pacaran sampai lima tahun dan tidak tau mau dibawa kemana hubungan kalian? Dan sekarang dia malah tidak bisa dihubungi. Bangun May. Bangun. Jangan bucin sama lelaki gak jelas." Jiwa bar-bar ibu keluar.

"Ayah, tolong jangan diterima dulu lamaran itu. Aku masih nunggu mas Arkan. Katanya dia mencari modal buat nikah!" pintaku menghiba pada lelaki yang sangat aku sayangi itu.

"May, dengar Ayah ya, Nak. Lelaki itu kalau sudah serius sama  piliihan hatinya, pasti dia akan berjuang. Dia pasti akan mengikat kamu, tidak seperti sekarang ini. Malah menghilang bagai ditelan bumi. Menurut Ayah, dia tidak serius menjalani hubungan dengan kamu! Percaya sama Ayah, Nak."

"Ayah ...."

"Ayah tidak mau putri kesayangan Ayah, dipegang-pegang. Dibawa kesana kemari habis itu ditinggalkan. Kamu bukan barang habis pakai lalu dibuang,"

"Ayah ...." Aku makin tersedu mendengar penuturan dari lelaki cinta pertamaku itu.

"Ayah tidak akan menjerumuskan anaknya. Percayalah, Sayang!" Ayah semakin erat memeluk tubuh ini.

"Tapi, Yah. Mayra tidak kenal dengan lelaki itu, Yah. Mayra tidak tahu dia baik atau enggaknya sama Mayra!" ujarku lagi. Berbagai alasan sudah aku utarakan tetapi kedua orang tuaku tetap pada pilihanya.

"Ayah kenal baik sama calon suami kamu, Nak. Jangan khawatir!" jawab Ayah seraya mengusap lembut pucuk kepalaku.

"Yah, yang menikah Mayra, bukan Ayah!" rajukku tersedu.

"Ayah pun gak akan memberikan putri Ayah kesembarang lelaki. Kamu itu buah hati Ayah, Nak!" ucap ayah sendu.

"Kalau Ayah sayang sama Mayra, kenapa Ayah tega menjodohkan Mayra dengan lelaki asing itu, Yah? Ayah tidak sanggup lagi memberi makan Mayra?" tanyaku tersedu. Kutatap mata berkabut itu. Ayah begitu sedih saat aku mengatakan itu.

"Siapa bilang Ayah tidak sanggup menafkahi kamu, Sayang?" 

"Atau Ayah sama Ibu sudah bosan melihat Mayra, ya? Mungkin Mayra menjadi beban Ayah dan Ibu?" tanyaku tertunduk. Begitu sedih hati ini. Aku merasa terusir di rumahku sendiri.

"Tidak ada orang tua yang membenci anaknya, May. Semua orang tua menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Percaya sama Ayah!" Wajah ayah menitikkan air mata saat mengungkapkan perasaannya. 

Ya Tuhan. Aku belum sanggup berpisah dengan kedua orang tuaku. Aku juga belum sanggup meninggalkan kamar ini. Terlalu banyak kenangan dikamar ini. Saat aku sakit, ibu rela begadang demi menunggui putri semata wayangnya. Yang aku tangkap, mereka berdua sangat khawatir jika melihat anaknya jatuh sakit.

"Nanti kalau Mayra mengalami KDRT bagaimana, Yah?" tanyaku tersedu. 

"Tidak akan pernah. Dia lelaki baik pilihan Ayah dan Ayah tidak sembarangan memilih pasangan untuk anak kesayangannya!" 

"Seandainya Ayah salah menilai lelaki itu bagaimana? Bisa jadi kan, didepan ayah dia baik. Dibelakang bejat," 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • I LOVE YOU, SERSAN SIDDIQ   Bab 49

    "Maafkan Mayra tidak bisa melayani Mas seperti seorang istri pada umumnya!" ujarku tergugu tatkala melihat mas Sidik mencuci baju sendiri.Biasanya selain ada ibuku dan ibu mertua, dirumah kami juga juga membayar tukang cuci.. Tapi hari ini izin libur karena ada urusan keluarga yang tidak bisa ditinggal. Sementara ibuku dan ibu mertua sudah pulang."Gak apa-apa, Sayang!" Mas Sidik masuk ke kamar dan merebahkan diri disisiku dan meraih tangan ini kemudian diletakkan dipipinya."Kasian Mas. Gara-gara Mayra jadi begini!" Aku berbalik arah tidur menatap kearah suamiku."Menurut Mas, tidak ada yang perlu dikasihani, sudah biasa dalam berumah tangga kita saling membantu, May. Kalau Mas sakit siapa yang bantu? Pasti istri kan?" tanyanya dengan suara lemah lembut seraya mengelus pucuk kepalaku. Mas Satria meraih pundak ini dan meletakkan didadanya."Sayang, Mas tidak pernah merasa Kamu repotkan. Jadi jangan pernah merasa bersalah, ya?" Mas Satria mengecup pucuk kepalaku, lama. Tuhan ... terim

  • I LOVE YOU, SERSAN SIDDIQ   Bab 48

    "Mas, Mayra pendarahan!" aduku pada mas Siddik yang sedang berbaring ditempat tidur. Tadi aku juga ikut berbaring disebelahnya, tapi aku bangun hendak ke kamar mandi. Tiba-tiba dikejutkan tatkala melihat darah banyak bercecetan di lantai."Apa?" Mas Siddik tersentak dan langsung bangun dari pembaringannya. "May, jangan banyak gerak dulu!" ujar mas Siddiq panik seraya membawa tubuh ini ke ranjang untuk tidur. Walaupun aku berjalan pelan tapi darah masih menetes juga."Tidur aja ya? Begini saja, nyamankan?" Aku hanya mengangguk sebagai respon atas pertanyaan Mas Siddik. Lelakiku mengambil bantal dan menyangga kaki ini. Mungkin untuk menghentikan pendarahan.Pandangan mata sudah mulai kabur, aku sudah mulai hoyong. Tatapanku juga berkunang-kunang dan mutar. Tuhan ... selamatkan aku dan bayiku."Mas kerumah dan-ki dulu!" pamitnya seraya berlari keluar rumah. "Bu, tolong lihat istri saya sebentar. Istri Saya pendarahan!" teriak mas Siddik terdengar sampai ke telingaku."Iya, ya, Om. Saya

  • I LOVE YOU, SERSAN SIDDIQ   Bab 47

    "Dek, sini!" Mas Siddik menepuk sofa disebelahnya untuk aku duduki.Aku melangkahkan kaki menuju sofa dimana mas Siddik duduk saat ini. Kulihat suamiku tidak seperti biasanya. Entah apa gerangan yang membuat suamiku bersedih hati."Mas kenapa agak lain hari ini? Mas sedang ada masalah?" tanyaku ragu-ragu. Biasanya kalau pulang dinas mas Siddik selalu tersenyum bahkan sering bercanda. Ada saja bahan yang sehingga membuat aku tertawa. Dia juga suka sekali meledek perutku yang semakin membuncit ini. Katanya kayak badut. "Nampaknya Mas sedang bersedih?" Aku kembali bertanya."Hmmm ... Adek ingat Nasir?" Mas Siddik mengusap sudut matanya. Aku tahu dia hendak menangis tetapi mungkin dia malu jika dihadapanku."Nasir yang mana? Yang membantu Mas keluar dari markas kelompok bersenjata itu, ya?" tanyaku dan mas Siddik mengangguk lemah."Kenapa dengan om Nasir, Mas?" Aku membaca ada sesuatu yang tidak mengenakkan telah terjadi pada pria berdarah Aceh tersebut."Tadi malam dia ditembak oleh ora

  • I LOVE YOU, SERSAN SIDDIQ   Bab 46

    "Loh siapa ini ndusel-ndusel kayak anak kucing?" kelakarku saat melihat Mayra bangun tidur langsung memeluk tubuh ini. Dia kelihatan sangat manja. Semakin hari tingkah Mayra semakin membingungkan. Tadi malam katanya aku ini bau sehingga membuat dia muntah-muntah. Sekarang malah kayak anak kangguru menempel sama induknya. Tidak bisa dilepas. Entah apa maunya."Mas wangi banget. Adek jadi kepingin ciumin terus!" ujarnya seraya mengendus-endus leher dan ketiakku. Betul-betul membuat aku tidak mengerti tingkah ibu hamil yang satu ini."Wangi dari mana? Mandi aja belum apalagi sikat gigi. Nafas Mas masih bau naga!" ujarku hendak beranjak dari tidur tetapi ditahan oleh Mayra."Jangan pergi. Adek masih kangen, candu mencium aroma tubuh Mas. Peluk!" ujarnya dengan nada manja. Aku yang masih kaget melihatnya terpaksa juga memeluknya."Gak mual dekat-dekat dengan Mas? Katanya Mas bau?" tanyaku keheranan."Gak bau kok. Tadi malam bau banget, sekarang malah wangi!" ujarnya dan Mayra masih ndusel-

  • I LOVE YOU, SERSAN SIDDIQ   Bab 45

    "Mas Siddik!" Aku berteriak histeris tatkala melihat pria yang selama ini aku nanti-nantikan sudah berada dihadapanku."Mayra, Mas pulang, Sayang!" ujar mas Siddik dengan suara gemetar.Kenapa mataku melihat sosok mas Siddik sedang mendekati diri ini? Apakah itu betukan suamiku atau hanya ilusiku saja?Nampaknya aku sangat merindukan pria itu sehingga bayangan dia terus saja menghantui pikiranku."Mas?"Aku merasa semua ini hanya mimpi atau hanya halusinasiku saja? Tidak mungkin mas Siddik yang telah gugur hidup kembali. Disini saja, kami sedang mengirim doa untuknya, masak tiba-tiba dia hadir diacara tahlilan dia sendiri? Sangat tidak lucu."Hai, aku suami kamu!" Pria itu mengibaskan tangannya didepan kedua mataku."Kamu suamiku? Mas, Adek tidak sedang bermimpi, kan?" Aku mendekatinya. Pria itu memakai baju compang camping bagaikan seorang pengemis."Kamu sedang tidak bermimpi, Sayang! Nih pegang!" Mas Siddik meraih tanganmu untuk menyentuh pipinya. Aku masih ragu juga, bisa jadi ka

  • I LOVE YOU, SERSAN SIDDIQ   Bab 44

    "Banyak-banyak berdoa, May. Siapa tau mas Siddik masih hidup tapi tidak tau jalan pulang. Bisa jadi dia tersesat dalam hutan, kan?" Jenny berusaha menghiburku selama ini tidak ada satupun di rumah ini ataupun semua pihak yang mengerti isi hatiku kecuali Kak Jeni."Aku juga berpikir begitu kak bisa jadi 'kan, mas Siddik di itu masih hidup dan dia tidak tahu jalan pulang!"Perasaanku sebagai istrinya, mengatakan jika imamku itu masih hidup."Kita berdoa saja May. Nanti malam kita baca Yasin bersama, memohon kepada Allah semoga suami kamu ditemukan dalam keadaan hidup atau mati." Kak Jenny tidak bosan-bosannya memberikan aku semangat. Sehingga dengan kehadirannya sedikit membuatku terhibur. Walau kadang disaat sedang sendirian aku kembali menangis mengingat suamiku yang baru beberapa bulan kami hidup bersama dan sudah direnggut kebahagiaan oleh takdir.***Sementara itu, sersan Siddik dan praka Nasir akhirnya sampai juga di tepi jalan. Mereka mengendap-ngendap karena banyaknya lalu lala

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status