I LOVE YOU, SERSAN SIDDIQ

I LOVE YOU, SERSAN SIDDIQ

last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-06
Oleh:  TrinagiOn going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
0 Peringkat. 0 Ulasan-ulasan
49Bab
1.8KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Mayra dikhianati oleh calon suaminya, membuat dia tidak ingin lagi menjalin hubungan dengan siapapun. Perjumpaannya dengan sersan Sidiq membuat semuanya berubah. Orang tua Mayra sudah jatuh hati pada kebaikan seorang lelaki berpangkat sersan tersebut sehingga menerima saja pinangan lelaki itu tanpa meminta persetujuan dari Mayra.

Lihat lebih banyak

Bab 1

Bab 1.

"Hei ... kamu jangan kurang ajar ya?"

Kudorong kuat kepala lelaki yang bersandar dibahu ini. Risih rasanya tubuh ini terlalu mepet dengan lelaki yang duduk disebelahku. Bisa-bisanya dalam perjalanan, dia tidur begitu nyenyak. Jangan-jangan dia pura-pura tidur. Biasalah. Lagu lama.

Tidak ingin mendapatkan pelecehan, aku meraih tas dan menutup bagian dada dan menyilangkan kedua tangan disana.

Kesal juga sama petugas loket saat aku meminta sebangku dengan perempuan tetapi mereka tidak menggubrisnya.

Begini jadinya, sebangku dengan lelaki berotak mesum. Pasti dia sedang mencari kesempatan dalam kesempitan. Mereka memandang rendah dan hina terhadap wanita. Seakan dia bukan lahir dari rahim seorang perempuan.

Dia pikir perempuan itu murahan dan akan diam saja jika diperlakukan rendah seperti ini. Tidak. Wanita itu tidak boleh lemah, bila perlu musnahkan saja lelaki tidak berguna seperti ini. Biar tahu rasa.

"Maaf, saya mengantuk sekali!" ujarnya seraya menangkupkan kedua tangan di dadanya.

"Kalau mengantuk, tidurnya di rumah. Bukan di bahu saya!" Aku memutar bola mata malas melihat sandiwara lelaki berotak kotor tersebut.

"Maaf!" Lelaki itu berusaha menggeserkan tubuhnya.

"Tolong hargai wanita. Bagaimana jika ibu atau adik perempuan Anda diperlakukan seperti itu!" bentakku sehingga semua mata tertuju kearah ke arah kami.

"Maaf saya tidak sengaja, Mbak. Kan sudah saya bilang, saya gak sengaja!" ucapnya tersenyum sehingga menampakkan gigi putih berjejer rapi.

"Alasan!" gumamku dengan memelankan suara tapi aku yakin dia mendengarnya.

"Terserah kamu mau menuduh apa." Lelaki berhidung mancung itu terdiam seribu bahasa. Mungkin dia malu karena sudah berbuat hal memalukan. Memang pantas dia dipermalukan seperti tadi biar tidak ada lagi korban-korban berikutnya.

"Ngomong-ngomong mau kemana, Mbak!" tanyanya seraya memperbaiki duduk lebih tegak dan menjauh dari tubuh ini. Ternyata dia belum kapok juga. Tebal pula mukanya.

"Mau pulang," jawabku ketus.

"Pulang kemana?" Malah nanya lagi. Tidak tahu dia, lawan bicaranya sudah ingin menelan dia hidup-hidup.

"Ke rumah lah. Emang mau kemana lagi," jawabku jutek.

"Iyalah saya tau. Maksud saya, rumah Mbak dimana? Gak mungkin kan, kamu tinggal di goa?" tanyanya bagaikan sedang menginterogasi tersangka saja.

"Kalau saya tinggal di goa, kenapa? Masalah buat kamu?" hardikku geram.

"Kok galak amat sih! Jadi perempuan itu, gak boleh terlalu galak, Dek. Nanti suaminya tidak betah di rumah." 

Dih ... mau muntah rasanya dia memanggilku dengan sebutan dek. Sok akrab. Semenjak kapan aku menjadi adeknya. Sok kecakepan lagi. Eh ... tunggu tunggu tunggu. Emang cakep juga sih. Tapi aku tidak mau mengakuinya. Entar dia jadi besar kepala.

"Apa urusan kamu dengan suami saya?"

"Mbak, santai. Jangan marah-marah saja! Ntar kena darah tinggi. Kasihan masih muda!"

Lelaki ganteng tersebut tersenyum begitu manisnya. Hah? Ganteng? Tidak tidak. Aku tidak boleh tergoda dengan lelaki berwajah tampan tapi berotak jorok itu. Biasanya mereka mencari mangsanya dengan bermodalkan wajah ganteng. Dan aku tidak boleh terkecoh sedikitpun.

"Oh jadi maksud Anda, wanita tidak boleh marah-marah, biarpun harga dirinya sudah diinjak-injak? Saya tanya, apakah Anda akan diam saja, jika adik Anda dilecehkan oleh lelaki hidung belang macam Anda?"

Enak saja kalau berbicara. Jadi wanita diam saja jika ada lelaki yang melecehkan. Tidak untuk aku. Sebagai seorang wanita harus mempertahankan harga dirinya walaupun harus mengorbankan nyawa sekalipun.

"Bukan begitu maksud saya!" Aku tidak memedulikan lagi dia mau berkata apa.

Jujur ... aku takut duduk berdekatan dengannya. Bisa jadi 'kan, lelaki itu salah satu komplotan perdagangan manusia yang sedang mencari mangsa.

Mereka tidak pernah menghargai wanita. Seakan-akan wanita ini objek pelampiasan nafsu bejatnya.

"Saya bukan lelaki hidung belang! Nama saya Sidik," lelaki berjaket hitam itu mengulurkan tangan menyebutkan namanya. Namun tidak aku sambut.

"Markonah!" ucapku dengan berbohong seraya memalingkan wajah ke luar jendela. 

Coba seandainya mas Arkan mengantarkan aku tadi, mungkin aku tidak akan berjumpa dengan lelaki menyebalkan seperti saat ini.

"Hmmm ... nama yang bagus!" ucapnya seraya manggut-manggut kepala dan satu tangannya memegang dagu. Seperti profesor yang sedang berfikir keras. Namun, aku tidak tahu apa yang sedang dia fikirkan.

"Terima kasih," jawabku singkat.

"Sudah menikah?"

Pertanyaan lelaki itu membuat aku tidak nyaman. Kenapa dia bertanya aku sudah menikah atau belum. Apa dia tidak bisa membedakan wanita sudah menikah atau masih gadis? Apakah aku nampak sudah sangat tua sehingga dia bertanya seperti itu?

"Udah," jawabku berbohong lagi.

Mungkin dengan mengatakan sudah menikah dia tidak akan terlalu ramah lagi seperti saat ini.

"Oh ..." jawabnya.

"Kenapa tidak diantar sama suami. Kalau saya punya istri kelak, tidak akan saya biarkan dia kemana-mana sendirian. Kasian. Apalagi malam-malam begini. Syukur-syukur bertemu orang baik seperti saya, coba kalau teman sebangku kamu lelaki berotak mesum. Pasti kamu sudah digeranyanginya,"

Dih ... dia mengaku lelaki baik? Padahal barusan dia sengaja tidur dipundakku. Apa itu namanya lelaki baik-baik? Tidak sadar diri.

"Gak sempat. Lagi banyak kerjaan," jawabku ketus.

Ternyata jawabanku tidak juga membuatnya diam. Lelaki yang bernama Sidik bercerita lagi. Tentang keluarganya dan masa depannya.

Dia juga bercerita tentang kekasih yang telah mengkhianati disaat dia sedang melaksanakan pendidikan. 

Aku tidak tahu dia mengikuti pendidikan apa dan juga tidak mau tahu makanya tidak ada niat untuk menanyakan. Memangnya gue pikirin?

Malam, semakin larut. Dalam bus ini rasanya cuma kami berdua saja yang masih terjaga.

Hanya kami berdua yang masih bersuara, sementara yang lainnya sudah terlelap larut dalam mimpinya.

Ciiit.

Suara decitan rem mobil secara mendadak, membuat penumpang jadi berteriak histeris.

"Bang, hati-hati! Jangan ngebut! Ingat keselamatan penumpang! Kalau ngantuk istirahat saja dulu!" teriak lelaki disebelahku. Dia menegur pak supir yang ugal-ugalan mengemudi bus tanpa memikirkan kenyamanan penumpang.

"Kalau pelan-pelan, tidak akan sampai," jawab sopir membuat Sidik kesal.

"Sampai kemana, Bang. Rumah sakit apa kuburan." Lagi-lagi mereka berdua beradu argumen.

"Kalau kamu keberatan, turun saja. Satu orang penumpang berkurang tidak masalah bagi kami. Aku akan mengembalikan uangmu dua kali lipat," cicit supir itu dengan sombongnya.

"Kurang ajar dia." Tak berapa lama Sidik bangun dan menghampiri supir dan menghentikan laju bus tersebut.

"Bang, jangan dilayani. Dia sedang dalam pengaruh narkoba," ujar lelaki yang duduk disebelah supir tadi, menambah suasana semakin gaduh.

"Apa?" tanyanya dengan mata melotot.

"Gila ini supir. Gara-gara dia sendiri bisa hilang nyawa puluhan orang!" Maki Sidik lagi.

"Berhenti di Polsek," perintahnya.

"Kamu mau turun di polsek. Tidak ada kantor polsek dekat sini. Jauh!" bentak pak Sopir.

"Jauh moyangmu! Cepat berhenti!" perintahnya lagi.

"Bagaimana mengenderai bus umum sementara dia sendiri konsumsi narkoba. Apa tidak tau kalau berkendara itu membutuhkan pikiran yang sehat dan cerdas karena harus mengontrol keselamatan!" ujar Sidik dengan wajah memerah menahan amarah.

"Siapa yang mengkonsumsi narkoba. Jangan main tuduh saja kau!"

"Udah, aku bilang berhenti disini. Dan kamu ikut saya ke kantor polisi," perintah Sidik. Dia bergerak cepat memborgol kedua tangan pak supir. Entah dari mana lelaki berhidung mancung itu mendapatkan borgol tersebut.

"Eh apa-apaan ini," ujar supir bus berusaha melepaskan diri dari cengkeraman lelaki berambut cepak tersebut.

"Anda telah membahayakan keselamatan penumpang. Segera ikut saya!" Setelah bus berhenti, dia menarik tubuh pengemudi bus itu dengan kuat sehingga dia bangun dari bangku supir. Kemudian Sidik menarik kasar supir tadi hingga keluar dari dalam bus. Ternyata diluar sudah ada tiga orang pria berpakaian seragam coklat menunggunya.

"Cek urine," perintahnya pada tiga polisi tadi.

Memangnya Sidik ini siapa? Berani-beraninya memerintahkan polisi tadi. Apa jangan-jangan dia polisi juga? Atau tentara? Tapi kalau dia polisi atau tentara, kenapa dia cerewet sekali ya? Biasanya mereka itu, sedikit berbicara tetapi banyak bertindak.

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

Bab Lainnya

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

Tidak ada komentar
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status