Share

Story 7

DEG!

Clara langsung terduduk tegak mendengar kabar itu. Lupa bawa kepalanya sedang pusing karena terlalu banyak menangis.

"Serius Lo? Di mana? Sama siapa? Memangnya yang dia lakukan?" Pertanyaan demi pertanyaan mulai beruntun ia tanyakan. Jantungnya terasa nyeri.

Karena itu kah Bima sama sekali tidak tertarik padanya?

Benar juga. Mengapa Clara tidak pernah berpikir bahwa Bima mungkin saja sudah memiliki kekasih?

Pikiran itu seketika menyakiti hati Clara.

["Di komplek perumahan Setia Alam. Dan gue juga lihat dia tersenyum lepas gitu begitu disambut sama itu perempuan. Kayanya mereka memang memiliki hubungan khusus."]

Sebenarnya Renata tidak ingin mengatakan sebanyak itu, terkesan mengompori rasanya.

Namun, ia juga tidak mau sahabatnya terlalu terlarut dalam cinta yang mungkin tidak bisa dimiliki.

Clara tidak mampu berkata-kata. Ia terdiam dengan mata yang mulai kembali basah.

["Clara?"]

Clara mendengar Renata kembali memanggilnya. Mungkin karena melihat tidak ada lagi respon dari dirinya, Renata menjadi cemas.

Tidak menjawab lagi panggilan dari sahabatnya itu. Clara segera memutuskan sambungan telepon mereka.

Ia melanjutkan tangisannya dengan semakin kencang. Kamarnya yang sudah penuh dengan tisu berserakan, kini semakin kacau hingga tidak ada lagi celah tanpa benda-beda putih yang digunakan untuk menghapus cairan dari mata dan hidungnya itu.

Drrrttt... Drrrttt... Drrrttt...

Ponsel Clara kembali bergetar. Gadis cantik yang kini sudah mandi dan sedang mengompres matanya yang bengkak itu melirik benda itu tanpa semangat.

Namun, tetap saja diraihnya juga benda pipih itu.

Ia melihat nama Revan tertera di layarnya yang menyala.

"Revan?" gumam gadis itu bingung.

Tiba-tiba saja kehadiran sang ketua OSIS itu membuat Clara sedikit bersemangat. Mungkin Revan bisa membuat rasa patah hati nya berkurang.

Cepat-cepat diterimanya panggilan itu setelah berdehem untuk membersihkan tenggorokannya.

"Hai, Rev?" sapa Clara sambil menetralkan suaranya.

["Hai, Clara. Kamu kenapa? Suara kamu serak. Kamu sakit?"] tanya pemuda itu dengan suara yang terdengar cemas.

"Eh... Nggak kok. Aku nggak apa-apa. Ada apa nih nelpon?" Clara sedikit tersanjung mendengar nada khawatir dari Revan.

Jujur saja, Revan juga tidak kalah menariknya dari Bima. Bahkan pemuda itu menjadi incaran gadis-gadis di sekolahnya. Wajahnya yang oriental dan putih bersih membuat pemuda itu mirip dengan aktor-aktor Korea. Dia juga anggota tim basket andalan sekolah. Bagaimana tidak pemuda itu membuat siswi siswi di sekolah nya histeris.

Dan bukannya Clara tidak bangga bahwa Revan menjatuhkan pilihan hati padanya. Namun, memang Clara saja yang tidak merasakan feel apa apa pada pemuda itu.

Sejak dulu seleranya memang jatuh pada lelaki yang lebih dewasa. Yaa, walau tidak pernah yang sedewasa Bima. Perbedaan umurnya dan Bima saja sudah delapan tahun.

Cuma yaaa, kalau memang sudah suka dan cinta, mau bagaimana lagi? Dirinya bisa apa?

Sialnya, yang dia cintai itu tidak mencintainya balik.

Mungkin memang sudah seharusnya Clara menerima saja perhatian Revan padanya.

["Ah... Tidak. Ini... Aku mau ngabarin hasil rapat OSIS tadi. Kamu sibuk, nggak?"] Pemuda itu terdengar sedikit gugup. Dan Clara sadar itu.

Dadanya sedikit melambung, membayangkan pemuda paling diincar di sekolahnya menjadi gugup hanya karena berbicara dengannya di telepon.

Bayangkan saja bagaiman pemuda itu jika berhadapan dengan Clara langsung.

Sebuah ide gila muncul di benak Clara. Ya, tidak ada salahnya ia melakukan itu. Setidaknya bisa sedikit melupakan rasa sakit hatinya pada Bima.

"Nggak kok. Aku nggak sibuk. Bagaimana kalau kamu jelasinnya langsung aja?" tawar Clara tanpa pikir panjang lagi.

["Eh... Maksudnya... Kita ketemuan?"] tanya pemuda itu ragu.

Ya jelas saja Revan ragu. Selama ini Clara tidak pernah mau membuka sedikit pun jalan untuknya masuk. Dan tiba-tiba saja harapan itu muncul dengan apa yang diucapkan gadis itu barusan.

"Iya dong. Ketemuan. Biar lebih jelas apa yang kita bicarakan nanti." sahut Clara santai.

["Maksud ka..mu... kita ketemu besok aja di... sekolah ?"] Pemuda itu masih ragu.

"Yaaah, sore ini aku free sih. Kalau kamu juga free mungkin kamu bisa jemput aku di rumah? Kita makan malam di luar." tawar Clara dengan ringan sekali. Tanpa beban sedikit pun.

Hal yang sangat bertolak belakang dengan yang terjadi pada Revan. Di ujung sana, jantung pemuda itu hampir saja melompat tinggi karena rasa terkejut dan senang yang bercampur aduk.

["Ah ya ya, oke. Free kok. Aku free. Bentar lagi aku jemput kamu ya."] sahut Revan cepat.

Sebenarnya, nanti malam ia akan berkencan dengan Fenny, sekretaris OSIS yang secara terang terangan menunjukkan rasa tertarik padanya.

Tapi, Revan bisa membatalkan nya. Bagi Revan. kesempatan bersama dengan Clara seperti ini sangat langka. Dan ia tidak ingin menyia-nyiakan.

Tidak sampai satu jam kemudian, Revan sudah tiba di rumah Clara. Pemuda itu menunggu di ruang tamu. karena sang gadis pujaan masih berkutat di depan cermin di dalam kamarnya.

"Non Clara, ada temannya di depan." Salah seorang asisten rumah tangga datang mengabarinya.

"Oke, Mbak. Suruh dia tunggu sebentar ya. Aku udah mau selesai kok."

"Baik, Non." sahut wanita berseragam rapi itu sebelum menghilang di balik pintu yang kembali tertutup.

Clara memoles sentuhan terakhir di bibirnya dengan lipstik berwarna peach. Lalu memeriksa kembali eyeliner nya untuk memastikan semuanya sempurna. Ia berhasil menutupi bengkak matanya hingga kini kembali terlihat normal dan bening.

Setelah semua dirasa sempurna, Clara meraih tas selempang anyaman rotan nya yang bergaya estetik, lalu berlari kecil turun ke bawah.

Tiba di ruang tamu, Revan langsung saja bangun begitu melihat Clara tiba. Mata pemuda itu terpaku beberapa saat. Seakan Clara adalah gadis paling cantik yang pernah dijumpainya.

Apalagi dress kembang putih sebatas lutut yang ia kenakan, dengan rambut dibiarkan tergerai, membuat gadis itu seperti jelmaan peri di mata Revan.

"Yuk. Aku sudah siap." kata gadis itu dengan senyum lebar.

Baru saja pasangan remaja itu akan keluar dari rumah, sebuah suara berat menghentikan langkah keduanya.

"Mau kemana?"

DEG!

Jantung Clara seakan copot dari tempatnya. Ia langsung membalikkan badan dengan reflek, dan menemukan Bima berdiri di sana dengan wajah menahan marah.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status