DEG!
Clara langsung terduduk tegak mendengar kabar itu. Lupa bawa kepalanya sedang pusing karena terlalu banyak menangis."Serius Lo? Di mana? Sama siapa? Memangnya yang dia lakukan?" Pertanyaan demi pertanyaan mulai beruntun ia tanyakan. Jantungnya terasa nyeri.Karena itu kah Bima sama sekali tidak tertarik padanya?Benar juga. Mengapa Clara tidak pernah berpikir bahwa Bima mungkin saja sudah memiliki kekasih?Pikiran itu seketika menyakiti hati Clara.["Di komplek perumahan Setia Alam. Dan gue juga lihat dia tersenyum lepas gitu begitu disambut sama itu perempuan. Kayanya mereka memang memiliki hubungan khusus."]Sebenarnya Renata tidak ingin mengatakan sebanyak itu, terkesan mengompori rasanya.Namun, ia juga tidak mau sahabatnya terlalu terlarut dalam cinta yang mungkin tidak bisa dimiliki.Clara tidak mampu berkata-kata. Ia terdiam dengan mata yang mulai kembali basah.["Clara?"]Clara mendengar Renata kembali memanggilnya. Mungkin karena melihat tidak ada lagi respon dari dirinya, Renata menjadi cemas.Tidak menjawab lagi panggilan dari sahabatnya itu. Clara segera memutuskan sambungan telepon mereka.Ia melanjutkan tangisannya dengan semakin kencang. Kamarnya yang sudah penuh dengan tisu berserakan, kini semakin kacau hingga tidak ada lagi celah tanpa benda-beda putih yang digunakan untuk menghapus cairan dari mata dan hidungnya itu.Drrrttt... Drrrttt... Drrrttt...Ponsel Clara kembali bergetar. Gadis cantik yang kini sudah mandi dan sedang mengompres matanya yang bengkak itu melirik benda itu tanpa semangat.Namun, tetap saja diraihnya juga benda pipih itu.Ia melihat nama Revan tertera di layarnya yang menyala."Revan?" gumam gadis itu bingung.Tiba-tiba saja kehadiran sang ketua OSIS itu membuat Clara sedikit bersemangat. Mungkin Revan bisa membuat rasa patah hati nya berkurang.Cepat-cepat diterimanya panggilan itu setelah berdehem untuk membersihkan tenggorokannya."Hai, Rev?" sapa Clara sambil menetralkan suaranya.["Hai, Clara. Kamu kenapa? Suara kamu serak. Kamu sakit?"] tanya pemuda itu dengan suara yang terdengar cemas."Eh... Nggak kok. Aku nggak apa-apa. Ada apa nih nelpon?" Clara sedikit tersanjung mendengar nada khawatir dari Revan.Jujur saja, Revan juga tidak kalah menariknya dari Bima. Bahkan pemuda itu menjadi incaran gadis-gadis di sekolahnya. Wajahnya yang oriental dan putih bersih membuat pemuda itu mirip dengan aktor-aktor Korea. Dia juga anggota tim basket andalan sekolah. Bagaimana tidak pemuda itu membuat siswi siswi di sekolah nya histeris.Dan bukannya Clara tidak bangga bahwa Revan menjatuhkan pilihan hati padanya. Namun, memang Clara saja yang tidak merasakan feel apa apa pada pemuda itu.Sejak dulu seleranya memang jatuh pada lelaki yang lebih dewasa. Yaa, walau tidak pernah yang sedewasa Bima. Perbedaan umurnya dan Bima saja sudah delapan tahun.Cuma yaaa, kalau memang sudah suka dan cinta, mau bagaimana lagi? Dirinya bisa apa?Sialnya, yang dia cintai itu tidak mencintainya balik.Mungkin memang sudah seharusnya Clara menerima saja perhatian Revan padanya.["Ah... Tidak. Ini... Aku mau ngabarin hasil rapat OSIS tadi. Kamu sibuk, nggak?"] Pemuda itu terdengar sedikit gugup. Dan Clara sadar itu.Dadanya sedikit melambung, membayangkan pemuda paling diincar di sekolahnya menjadi gugup hanya karena berbicara dengannya di telepon.Bayangkan saja bagaiman pemuda itu jika berhadapan dengan Clara langsung.Sebuah ide gila muncul di benak Clara. Ya, tidak ada salahnya ia melakukan itu. Setidaknya bisa sedikit melupakan rasa sakit hatinya pada Bima."Nggak kok. Aku nggak sibuk. Bagaimana kalau kamu jelasinnya langsung aja?" tawar Clara tanpa pikir panjang lagi.["Eh... Maksudnya... Kita ketemuan?"] tanya pemuda itu ragu.Ya jelas saja Revan ragu. Selama ini Clara tidak pernah mau membuka sedikit pun jalan untuknya masuk. Dan tiba-tiba saja harapan itu muncul dengan apa yang diucapkan gadis itu barusan."Iya dong. Ketemuan. Biar lebih jelas apa yang kita bicarakan nanti." sahut Clara santai.["Maksud ka..mu... kita ketemu besok aja di... sekolah ?"] Pemuda itu masih ragu."Yaaah, sore ini aku free sih. Kalau kamu juga free mungkin kamu bisa jemput aku di rumah? Kita makan malam di luar." tawar Clara dengan ringan sekali. Tanpa beban sedikit pun.Hal yang sangat bertolak belakang dengan yang terjadi pada Revan. Di ujung sana, jantung pemuda itu hampir saja melompat tinggi karena rasa terkejut dan senang yang bercampur aduk.["Ah ya ya, oke. Free kok. Aku free. Bentar lagi aku jemput kamu ya."] sahut Revan cepat.Sebenarnya, nanti malam ia akan berkencan dengan Fenny, sekretaris OSIS yang secara terang terangan menunjukkan rasa tertarik padanya.Tapi, Revan bisa membatalkan nya. Bagi Revan. kesempatan bersama dengan Clara seperti ini sangat langka. Dan ia tidak ingin menyia-nyiakan.Tidak sampai satu jam kemudian, Revan sudah tiba di rumah Clara. Pemuda itu menunggu di ruang tamu. karena sang gadis pujaan masih berkutat di depan cermin di dalam kamarnya."Non Clara, ada temannya di depan." Salah seorang asisten rumah tangga datang mengabarinya."Oke, Mbak. Suruh dia tunggu sebentar ya. Aku udah mau selesai kok.""Baik, Non." sahut wanita berseragam rapi itu sebelum menghilang di balik pintu yang kembali tertutup.Clara memoles sentuhan terakhir di bibirnya dengan lipstik berwarna peach. Lalu memeriksa kembali eyeliner nya untuk memastikan semuanya sempurna. Ia berhasil menutupi bengkak matanya hingga kini kembali terlihat normal dan bening.Setelah semua dirasa sempurna, Clara meraih tas selempang anyaman rotan nya yang bergaya estetik, lalu berlari kecil turun ke bawah.Tiba di ruang tamu, Revan langsung saja bangun begitu melihat Clara tiba. Mata pemuda itu terpaku beberapa saat. Seakan Clara adalah gadis paling cantik yang pernah dijumpainya.Apalagi dress kembang putih sebatas lutut yang ia kenakan, dengan rambut dibiarkan tergerai, membuat gadis itu seperti jelmaan peri di mata Revan."Yuk. Aku sudah siap." kata gadis itu dengan senyum lebar.Baru saja pasangan remaja itu akan keluar dari rumah, sebuah suara berat menghentikan langkah keduanya."Mau kemana?"DEG!Jantung Clara seakan copot dari tempatnya. Ia langsung membalikkan badan dengan reflek, dan menemukan Bima berdiri di sana dengan wajah menahan marah.Clara berusaha mati matian untuk menenangkan debaran jantungnya yang menggila."Ih, kenapa sih juga jantung gue harus berdisco kaya gini? Bukan urusan dia juga kalau gue mau keluar sama siapa!" gerutu gadis itu dengan kesal. Sayangnya, gerutu an itu hanya mampu diucapkannya di dalam hati.Nyatanya, di depan Bima yang terlihat sangat marah saat ini, Clara hanya mampu terdiam kaku. Ia menggigit bibir bawah dengan kuat tanpa sadar.Bisa bisa bibirnya berdarah."Maaf kak..." Clara cukup terkejut saat tiba-tiba mendengar Revan mengambil alih pembicaraan. "Saya Revan, teman sekolahnya Clara." lanjut pemuda itu memperkenalkan diri.Revan bahkan mengulurkan tangannya untuk bersalaman kini. Posisi tubuhnya sedikit membungkuk menghormati.Namun sayang, Bima malah tampak tidak ingin menggubris. Alih alih menyambut tangan Revan, ia malah menatap pemuda itu dari ujung kaki hingga ujung kepala dengan mata elangnya yang tajam dan mendominasi.
Bima kembali merasa jengkel!Bisa bisanya gadis itu menciumnya tadi siang, dan malamnya malah keluar dengan pria lain.Ingin rasanya tadi Bima menarik tubuh rampingnya itu dengan kasar, lalu membopongnya masuk ke dalam kamar. Menguncinya di sana sehingga tidak berkeliaran dengan pria mana pun.Apalagi dengan pakaian seterbuka itu!Oke baiklah. Dress yang dikenakan Clara tadi tidak terlalu terbuka. Namun, jelas mampu membuat pikiran lelaki manapun berimajinasi liar.Pakaian yang dikenakan Clara tadi bahkan sudah membuat darah Bima berdesir hanya dengan memandangnya saja.Dress berbahan katun putih dengan kerah lebar hingga cukup banyak menampakkan kulit mulusnya di area itu, membuat Bima ingin mengerang menahan hasrat yang melesak dari dalam dirinya.Bima bahkan bisa melihat tali bra hitam yang mengintip dari balik kerah dress yang berbahan renda itu.Pakaian yang Clara kenakan tadi memiliki potongan pinggang dan mengembang pada bagian bawah. Bisa bahaya jika angin meniup cukup kencang
Tidak lama setelah itu, pasangan remaja tersebut memanggil pelayan dan melakukan pembayaran.Bima pun melakukan hal yang sama.Mereka keluar dari Cafe tersebut, dan Bima mengikuti mereka dalam jarak yang cukup aman. Sehingga keduanya tidak mengetahui keberadaan lelaki itu.Well, kalau mereka tahu pun. Bima tidak akan peduli. Bukankah tugasnya memang untuk menjaga Clara?Walaupun saat ini, ia melakukan ini semua untuk urusan pribadi.Bima menemukan mobil yang ditumpangi Revan dan Clara langsung menuju ke rumah. Mereka tidak pergi ke mana-mana lagi. Dan itu membuat Bima tenang.Walau rasa marah masih bersemayam di dalam dadanya.Clara turun dari mobil, melambai, dan langsung turun ke dalam.Tanpa menunggu Clara tiba di dalam rumah. Bima langsung melajukan mobil masuk ke dalam garasi. Melewati Clara yang tercengang melihatnya lewat.Saat Clara tiba dan masuk ke dalam rumah, Bima sudah menunggunya di ruang tenga
"Menghukum?" batin Clara memekik kaget. Apa maksud Bima dengan menghukum?Lalu sejurus kemudian samar samar Clara mendengar suara Renata yang menggoda di dalam kepalanya."Hukuman termanis dan terseksi datang dari pasangan yang sedang cemburu. Huhuhuhu." Sahabatnya itu pernah berkata suatu ketika.Jangan tanyakan hukuman yang bagaimana yang dimaksud oleh Renata. Otaknya memang penuh dengan adegan dewasa.Dewasa? Adegan dewasa?Sebuah ide gila terlintas di otaknya yang telah terkontaminasi. Dan itu seketika membuat wajah Clara merah padam. Melebih tomat masak dan kepiting rebus!Tapi benarkah Bima merasa cemburu? Dari kata katanya..."Apa yang kau pikirkan, hah?" ketus Bima. "Kenapa pula wajahmu menjadi merah padam seperti itu?" gumam lelaki itu sambil kembali memasang wajah datar."Dasar anak muda jaman sekarang. Otaknya nggak ada yang beres." sinis Bima melanjutkan sambil mengangkat tubuh langsing Clara dengan
Well, sebenarnya gerakan gadis itu bukannya sama sekali tidak mengganggu. Gangguan itu datang dengan cara yang berbeda.Kaki yang menendang dan tangan yang memukul membuat dress sebatas lutut itu dengan mudah berayun-ayun. Kembali menggoda iman Bima.Apalagi bagian roknya mengembang di bawah.Dan sialnya Clara tidak mengenakan legging pendek di dalamnya.Mengingat gadis itu keluar dengan seorang menunda dengan pakaian demikian membuat darah Bima kembali mendidik. Dipukulnya bokong Clara yang bulat dan sintal itu dengan gemas."Diam lah!" geram Bima yang semakin kesulitan berkonsentrasi karena paha putih dan mulus gadis itu berada begitu dekat dengan wajahnya.Shit!Bagaimana pun juga, Bima adalah seorang lelaki normal. Bagian tubuhnya yang menjadi identitas kelelakian di bawah sana sudah bereaksi sebagaimana mestinya. Menggeliat dengan penuh semangat. Hingga berdiri tegak. Menuntut hak nya untuk berjumpa dengan pasangann
Pagi itu, Clara masih merasa geram pada Bima. Tiba tiba saja ide licik muncul di dalam benaknya. Clara akan membuktikan apakah Bima memang benar benar mati rasa padanya atau itu hanya topeng lelaki itu saja.Pagi itu, ia mengenakan serangan sekolahnya yang kekecilan. Lalu membuk beberapa kancing bagian atas untuk memamerkan bongkahan bulat kenyal dadanya.Clara sendiri merasa geli saat melihat belahan payudaranya yang menyembul keluar. Gadis itu menggigit bibirnya ragu, namun segera ditepisnya semua keraguan itu."Nggk pa pa, nanti sampai di sekolah aku kan mengancingkannya lagi." gumam gadis itu menguatkan tekat.la juga melipat roknya di bagian pinggang. Sehingga memamerkan paha mulusnya dengan lebih banyak.Merasa cukup seksi, ia meraih tas sekolahnya dan berjalan menuju pintu keluar. Gadis itu menekan handle pintu, dan kembali merasa kesal karena pintu itu masih dikunci dari luar.Tidak lama berselang, bunyi klik pun terdenga
"I love you, and I want you to be mine." kata Clara penuh dengan rasa percaya diri.Apakah ia tidak merasa gugup saat mengatakannya?Tentu saja iya, la memang merasa gugup. Dadanya terasa penuh dan berdebar kencang. Namun, Clara mengeraskan hati.Sudah kepalang maju,gengsi rasanya jika ia mundur saat ini.Jika sudah memulai, maka selesaikan. Begitu prinsip gadis itu.Clara dapat merasakan tubuh Bima semakin tegang mendengar pengakuan darinya barusan.Lelaki itu seakan sedang berusaha untuk tidak terpengaruh dengan ciuman Clara, juga dengan kata katanya. Namun, ia Bima juga tidak mampu menampik, di saat yang sama lelaki itu juga ingin melepaskan semua pertahanan diri yang susah payah ia pertahankan.Dobrakan palu godaan dari Clara terlalu besar dan kuat bagi seorang pria normal seperti Bima. Dirinya bukan malaikat. Dan penggoda di hadapannya ini begitu gencar ingin membuatnya takluk.Bagaimana pun juga Bima adalah seorang
Clara masih merasa kesal ketika ia tiba di sekolah.Lagi panas panasnya, tiba tiba sikap Bima kembali dingin membeku seperti tumpukan es batu di puncak gunung salju!Selama perjalanan tadi, Clara memilih untuk duduk di jog belakang. Di bangku penumpang.Duduk di samping Bima hanya membuat dirinya semakin sakit. Membuat dirinya ingat kembali momen memalukan tadi.Clara sangat yakin bahwa Bima juga benar benar terhanyut dalam ciuman dan gairah yang sama sama mereka rasakan.Tapi kenapa?Mengapa lelaki itu bersikap seolah hanya Clara yang keganjenan dan kegatelan?"lihhhh... Sebel sebel sebeeeellII!" Jerit Clara di dalam hati, namun gerakan kesalnya terbawa nyata dan dapat dilihat semua orang yang berada di sekitarnya.Teman teman sekelasnya melirik heran pada gadis itu. Renata tiba saat Clara mulai merebahkan kepalanya di atas meja dengan pasrah. Dan gadis itu kembali menghentakkan tubuhnya dengan kesal.