Tiba di rumah, Clara langsung turun dari mobil tanpa mengatakan apa pun lagi pada Bima. Tidak ada lambaian tangan dan senyum menggoda yang biasa ia berikan pada lelaki itu. Hati sang nona muda terlanjur sakit dengan apa yang diucapkan Bima tadi.
Bima sendiri hanya menatap Clara yang keluar dari mobil dengan marah dan membanting pintu. Ia memaklumi kelakukan gadis tersebut. Mau bagaimana lagi. Wajar saja Clara merasa marah padanya.Pria itu menghembuskan napas kasar karena rasa frustasi yang menyerangnya.Bima tahu bahwa ucapannya pada Clara tadi keterlaluan. Namun, ia tidak mampu menahan diri. Ia marah. Sangat marah. Bukan hanya pada Clara yang menciumnya tanpa aba-aba, namun juga pada dirinya sendiri yang malah membalas ciuman itu dengan lebih menggebu dan hampir hilang kontrol.Jika saja mereka berada di tempat tertutup dan bukan di dalam mobil yang hanya berhenti sejenak di lampu merah, mungkin Clara tidak akan lepas dari cengkraman hasrat Bima yang disulut gadis itu sendiri.Lihatlah, Bima bahkan menahan tubuh Clara saat gadis itu hendak menarik diri. Dan merapatkan tubuhnya yang langsing namun berisi itu merapat pada tubuh Bima dengan semakin erat. Tidak mau munafik, Bima memang menikmati kekenyalan tubuh Friska yang menempel erat di tubuhnya yang kekar, bidang. dan berotot itu."Shit!" Bima memaki sambil memukul keras stir mobil di hadapannya. Lalu mengacak rambutnya frustasi.Masih bisa dirasakan rasa nikmat yang menyelimuti dirinya saat tangannya yang besar menyentuh area pribadi dan sensitif Clara. Dadanya. Sepasang benda bulat itu benar-benar memenuhi telapak tangannya dengan begitu pas. Seakan memang tercipta untuknya.Sial. Bima bahkan sudah kembali bergairah hanya dengan mengingatnya saja. Bisa-bisanya gadis itu menyerangnya dengan begitu menggoda seperti tadi. Dirasakannya bagian tubuh paling pribadi di bawah sana mulai menggeliat mengeras.Bagaimana kalau dirinya khilaf?Untuk menenangkan dirinya, akhirnya Bima memutuskan untuk off siang itu. Ia menelpon dan meminta salah satu pengawal keluarga Abhimana untuk menggantikannya menjaga gadis nakal itu.Setelah memarkirkan mobil di garasi. Bima keluar dari rumah megah terebut sambil melepaskan kancing jas dan dasi serba hitam yang ia gunakan sebagai seragam. Seluruh pengawal di rumah ini memang menggunakan setelan yang disediakan sebagai seragam.Demikian juga dengan kemeja putihnya. Ia melepaskan dua anak kancing di bagian leher, agar lebih lega dan leluasa. Kemudian melipat lengan kemejanya hingga siku. Membuat tangan kekar lelaki itu terlihat jelas.Bima menunggu mobil jemputan yang ia pesan melalui aplikasi online di depan rumah keluarga Abhimana. Dan tidak lama kemudian, jemputan itu pun tiba.Bima masuk ke kursi penumpang dan menyebutkan sebuah alamat. Alamat salah satu sahabatnya sejak sekolah menengah. Arini Arashi. Sosok yang selama ini terus membantunya bahkan di saat hidupnya berada di roda kehidupan paling bawah.Rini, panggilannya pada Arini, mengetahui semua perjalanan hidup Bima. Dan dengan setia tetap berada di sisi lelaki itu. Jika saja tidak dengan permintaan Bima, mungkin Rini masih menunggu pria itu hingga saat ini.Ya. Rini memang pernah mencintai Bima. Namun, kehidupan lelaki itu yang begitu kacau membuat Bima meminta Rini menyerah pada perasaannya pada lelaki itu. Karena menurut lelaki itu, dirinya hanya akan memberikan kepedihan dalam hidup Rini.Namun, wanita itu meminta hubungan mereka tetap bertahan sebagai sahabat. Dan seperti itu lah hubungan mereka saat ini. Bahkan setelah Rini menikah dan memiliki anak. Bima masih berhubungan baik dengan wanita itu, juga dengan suami dan anak-anaknya.Tiba di depan rumah Rini yang berada di sebuah komplek perumahaan kelas menengah, Bina segera turun setelah membayar ongkos mobil. Dan seperti sudah menunggu kedatangan lelaki itu. Rini langsung muncul dan melambai padanya dari serambi rumah.Di saat yang sama, Renata yang sedang berada di daerah itu untuk mengambil orderan kue pesanan ibunya. sangat terkejut dengan pemandangan yang dilihatnya."Pak, berhenti, Pak!" perintah Renata pada supirnya. Ia segera menurunkan kaca jendela untuk melihat sosok lelaki yang dicintai sahabatnya itu.Bima terlihat sedang tersenyum lebar dan memeluk sosok seorang wanita. Matanya terbelalak dengan rasa terkejut. Ia menutup mulutnya dengan telapak tangan untuk menahan pekikan keluar dari sana.Gadis itu segera meraih ponsel, dan memotret momen tersebut, dengan cepat. Mungkin Clara harus tahu tentang ini. Begitu batinnya berkata."Kasihan, Clara." Lirih Renata sedih sambil menggigit bibit bawahnya. "Clara bakal patah hati banget." gumam gadis itu lagi sambil menutup kembali kaca mobil, dan meminta sang sopir kembali melajukan mobil.***Clara masih terlelap saat suara dering ponsel mengejutkannya.Setelah masuk kamar saat pulang dari sekolah tadi, ia menghempaskan tubuhnya di atas kasur. Lalu menangis kesal sambil berteriak di bawah tekanan bantal tidur.Tidak terasa dirinya tertidur karena kelelahan.Sambil menggerutu kesal karena suara ponsel yang terus mengganggunya. Clara mengulurkan tangan dan mencari-cari ponselnya di atas nakas.Ia mendengus lega saat menemukannya.Dijawabnya panggilan itu setelah melihat nama penelpon di layar ponsel yang menyala itu.Renata."Ya, Ren?" jawab gadis itu dengan suara serak.["Lho? Lo kenapa? Bangun tidur?] diujung sana Renata malah bertanya macam-macam, bukannya langsung mengatakan tujuannya menelpon."Hmm..." jawab Clara malas.Sebenarnya gadis itu ingin menceritakan apa yang dialaminya tadi pada sahabatnya, namun saat ini Clara benar-benar kehabisan tenaga setelah menangis habis-habisan tadi.Matanya sampai terasa berat dan bengkak.["Lo asik tidur mulu. Katanya mau barengan sama ayank terus? Nih, ayank lu diambil orang baru tahu."]"Apaan sih, Ren. Brisik banget sih. Sakit kepala nih gue. Sinting lo, nelpon cuma buat ngomel-ngomol. Udah ah. Gue tutup lagi." dengus Clara kesal.Sialan memang sahabatnya itu. Bukannya membuat mood nya menjadi baik, eh ini malah menyerocos panjang lebar.["Tunggu... Tunggu... Tunggu... Lo nggak bakal putusin sambungan telepon gue kalau tau apa yang mau bicarakan."]"Apaan sih. Ren? Bukannya to the poin! Malah mutar-mutar kaya gasing!"["Bima mana?"]Nah sekarang, Clara makin bingung, kenapa pula Renata bertanya-tanya tentang Bima?"Tauk. Di luar kali." gerutu Clara kesal. Ia kembali teringat momen di dalam mobil tadi. Kemudian langsung menghantam wajahnya ke atas bantal, dan sebelah tangannya yang bebas memukul permukaan kasur dengan keras.Wajahnya langsung terasa panas saat mengingatnya.["Bima sedang off ya? Soalnya gue ngeliat dia di sini. Nyamperin seorang perempuan."] lapor Renata.DEG!DEG!Clara langsung terduduk tegak mendengar kabar itu. Lupa bawa kepalanya sedang pusing karena terlalu banyak menangis."Serius Lo? Di mana? Sama siapa? Memangnya yang dia lakukan?" Pertanyaan demi pertanyaan mulai beruntun ia tanyakan. Jantungnya terasa nyeri.Karena itu kah Bima sama sekali tidak tertarik padanya?Benar juga. Mengapa Clara tidak pernah berpikir bahwa Bima mungkin saja sudah memiliki kekasih?Pikiran itu seketika menyakiti hati Clara.["Di komplek perumahan Setia Alam. Dan gue juga lihat dia tersenyum lepas gitu begitu disambut sama itu perempuan. Kayanya mereka memang memiliki hubungan khusus."]Sebenarnya Renata tidak ingin mengatakan sebanyak itu, terkesan mengompori rasanya.Namun, ia juga tidak mau sahabatnya terlalu terlarut dalam cinta yang mungkin tidak bisa dimiliki.Clara tidak mampu berkata-kata. Ia terdiam dengan mata yang mulai kembali basah.["Clara?"]
Clara berusaha mati matian untuk menenangkan debaran jantungnya yang menggila."Ih, kenapa sih juga jantung gue harus berdisco kaya gini? Bukan urusan dia juga kalau gue mau keluar sama siapa!" gerutu gadis itu dengan kesal. Sayangnya, gerutu an itu hanya mampu diucapkannya di dalam hati.Nyatanya, di depan Bima yang terlihat sangat marah saat ini, Clara hanya mampu terdiam kaku. Ia menggigit bibir bawah dengan kuat tanpa sadar.Bisa bisa bibirnya berdarah."Maaf kak..." Clara cukup terkejut saat tiba-tiba mendengar Revan mengambil alih pembicaraan. "Saya Revan, teman sekolahnya Clara." lanjut pemuda itu memperkenalkan diri.Revan bahkan mengulurkan tangannya untuk bersalaman kini. Posisi tubuhnya sedikit membungkuk menghormati.Namun sayang, Bima malah tampak tidak ingin menggubris. Alih alih menyambut tangan Revan, ia malah menatap pemuda itu dari ujung kaki hingga ujung kepala dengan mata elangnya yang tajam dan mendominasi.
Bima kembali merasa jengkel!Bisa bisanya gadis itu menciumnya tadi siang, dan malamnya malah keluar dengan pria lain.Ingin rasanya tadi Bima menarik tubuh rampingnya itu dengan kasar, lalu membopongnya masuk ke dalam kamar. Menguncinya di sana sehingga tidak berkeliaran dengan pria mana pun.Apalagi dengan pakaian seterbuka itu!Oke baiklah. Dress yang dikenakan Clara tadi tidak terlalu terbuka. Namun, jelas mampu membuat pikiran lelaki manapun berimajinasi liar.Pakaian yang dikenakan Clara tadi bahkan sudah membuat darah Bima berdesir hanya dengan memandangnya saja.Dress berbahan katun putih dengan kerah lebar hingga cukup banyak menampakkan kulit mulusnya di area itu, membuat Bima ingin mengerang menahan hasrat yang melesak dari dalam dirinya.Bima bahkan bisa melihat tali bra hitam yang mengintip dari balik kerah dress yang berbahan renda itu.Pakaian yang Clara kenakan tadi memiliki potongan pinggang dan mengembang pada bagian bawah. Bisa bahaya jika angin meniup cukup kencang
Tidak lama setelah itu, pasangan remaja tersebut memanggil pelayan dan melakukan pembayaran.Bima pun melakukan hal yang sama.Mereka keluar dari Cafe tersebut, dan Bima mengikuti mereka dalam jarak yang cukup aman. Sehingga keduanya tidak mengetahui keberadaan lelaki itu.Well, kalau mereka tahu pun. Bima tidak akan peduli. Bukankah tugasnya memang untuk menjaga Clara?Walaupun saat ini, ia melakukan ini semua untuk urusan pribadi.Bima menemukan mobil yang ditumpangi Revan dan Clara langsung menuju ke rumah. Mereka tidak pergi ke mana-mana lagi. Dan itu membuat Bima tenang.Walau rasa marah masih bersemayam di dalam dadanya.Clara turun dari mobil, melambai, dan langsung turun ke dalam.Tanpa menunggu Clara tiba di dalam rumah. Bima langsung melajukan mobil masuk ke dalam garasi. Melewati Clara yang tercengang melihatnya lewat.Saat Clara tiba dan masuk ke dalam rumah, Bima sudah menunggunya di ruang tenga
"Menghukum?" batin Clara memekik kaget. Apa maksud Bima dengan menghukum?Lalu sejurus kemudian samar samar Clara mendengar suara Renata yang menggoda di dalam kepalanya."Hukuman termanis dan terseksi datang dari pasangan yang sedang cemburu. Huhuhuhu." Sahabatnya itu pernah berkata suatu ketika.Jangan tanyakan hukuman yang bagaimana yang dimaksud oleh Renata. Otaknya memang penuh dengan adegan dewasa.Dewasa? Adegan dewasa?Sebuah ide gila terlintas di otaknya yang telah terkontaminasi. Dan itu seketika membuat wajah Clara merah padam. Melebih tomat masak dan kepiting rebus!Tapi benarkah Bima merasa cemburu? Dari kata katanya..."Apa yang kau pikirkan, hah?" ketus Bima. "Kenapa pula wajahmu menjadi merah padam seperti itu?" gumam lelaki itu sambil kembali memasang wajah datar."Dasar anak muda jaman sekarang. Otaknya nggak ada yang beres." sinis Bima melanjutkan sambil mengangkat tubuh langsing Clara dengan
Well, sebenarnya gerakan gadis itu bukannya sama sekali tidak mengganggu. Gangguan itu datang dengan cara yang berbeda.Kaki yang menendang dan tangan yang memukul membuat dress sebatas lutut itu dengan mudah berayun-ayun. Kembali menggoda iman Bima.Apalagi bagian roknya mengembang di bawah.Dan sialnya Clara tidak mengenakan legging pendek di dalamnya.Mengingat gadis itu keluar dengan seorang menunda dengan pakaian demikian membuat darah Bima kembali mendidik. Dipukulnya bokong Clara yang bulat dan sintal itu dengan gemas."Diam lah!" geram Bima yang semakin kesulitan berkonsentrasi karena paha putih dan mulus gadis itu berada begitu dekat dengan wajahnya.Shit!Bagaimana pun juga, Bima adalah seorang lelaki normal. Bagian tubuhnya yang menjadi identitas kelelakian di bawah sana sudah bereaksi sebagaimana mestinya. Menggeliat dengan penuh semangat. Hingga berdiri tegak. Menuntut hak nya untuk berjumpa dengan pasangann
Pagi itu, Clara masih merasa geram pada Bima. Tiba tiba saja ide licik muncul di dalam benaknya. Clara akan membuktikan apakah Bima memang benar benar mati rasa padanya atau itu hanya topeng lelaki itu saja.Pagi itu, ia mengenakan serangan sekolahnya yang kekecilan. Lalu membuk beberapa kancing bagian atas untuk memamerkan bongkahan bulat kenyal dadanya.Clara sendiri merasa geli saat melihat belahan payudaranya yang menyembul keluar. Gadis itu menggigit bibirnya ragu, namun segera ditepisnya semua keraguan itu."Nggk pa pa, nanti sampai di sekolah aku kan mengancingkannya lagi." gumam gadis itu menguatkan tekat.la juga melipat roknya di bagian pinggang. Sehingga memamerkan paha mulusnya dengan lebih banyak.Merasa cukup seksi, ia meraih tas sekolahnya dan berjalan menuju pintu keluar. Gadis itu menekan handle pintu, dan kembali merasa kesal karena pintu itu masih dikunci dari luar.Tidak lama berselang, bunyi klik pun terdenga
"I love you, and I want you to be mine." kata Clara penuh dengan rasa percaya diri.Apakah ia tidak merasa gugup saat mengatakannya?Tentu saja iya, la memang merasa gugup. Dadanya terasa penuh dan berdebar kencang. Namun, Clara mengeraskan hati.Sudah kepalang maju,gengsi rasanya jika ia mundur saat ini.Jika sudah memulai, maka selesaikan. Begitu prinsip gadis itu.Clara dapat merasakan tubuh Bima semakin tegang mendengar pengakuan darinya barusan.Lelaki itu seakan sedang berusaha untuk tidak terpengaruh dengan ciuman Clara, juga dengan kata katanya. Namun, ia Bima juga tidak mampu menampik, di saat yang sama lelaki itu juga ingin melepaskan semua pertahanan diri yang susah payah ia pertahankan.Dobrakan palu godaan dari Clara terlalu besar dan kuat bagi seorang pria normal seperti Bima. Dirinya bukan malaikat. Dan penggoda di hadapannya ini begitu gencar ingin membuatnya takluk.Bagaimana pun juga Bima adalah seorang