แชร์

Pemilik Hati Sang CEO

ผู้เขียน: Callia Jung
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-05-18 10:09:19

Yunda sudah terbiasa memulai harinya sebelum matahari sepenuhnya terbit. Setiap pukul lima, matanya akan terbuka dengan sendirinya, bahkan sebelum alarm ponselnya berbunyi.

Hidupnya berjalan dalam pola yang nyaris sama setiap hari: bangun, mandi, menyeduh kopi hitam tanpa gula, lalu merias diri. Di sela rutinitas itu, ada satu hal yang tak pernah ia lewatkan, yaitu mengirim pesan singkat kepada kepala pelayan di rumah Geral untuk menyiapkan pakaian dan aksesori apa saja yang akan dikenakan lelaki itu.

Namun, pagi ini berbeda. Dia belum melakukannya. Ada keraguan yang memenuhi benaknya. Geral telah menjadi suami orang. Bagaimana jika istrinya telah mengambil alih tugas itu? Bagaimana jika hari ini Geral datang ke kantor dengan setelan yang sama sekali tidak mengikuti arahannya?

Yunda tidak ingin menelan pahitnya kekecewaan. Tapi semua prasangka itu sekejap sirna kala Geral menghubunginya.

“Kau baik-baik saja?” Suara Geral terdengar cemas di seberang.

“Ya, ada apa?”

“Kau tidak mungkin kesiangan, kecuali jika kau tidak enak badan, Sayang.”

“Aku baik-baik saja. Sungguh.”

“Lalu, kenapa kau belum menyuruh Bibi Eva menyiapkan pakaianku? Apa… aku sudah berbuat salah tanpa kusadari?”

Senyum langsung merekah di wajah Yunda. Rupanya kekhawatirannya memang tidak berdasar.

“Astaga, maafkan aku. Aku baru mau menghubunginya. Pemanas air di kamar mandiku sempat bermasalah tadi,” dalihnya cepat.

“Sudah hubungi petugas?”

“Sudah, Sayang.”

“Syukurlah. Kalau begitu, cepat katakan apa yang harus kupakai, atau… kau lebih suka melihatku datang telanjang ke kantor?”

Tawa Yunda meledak. Dari balik telepon, ia mulai mengarahkan satu per satu barang yang akan dikenakan Geral, dari jas hingga sepatu.

“Pakai jam tangan yang ada di kotak kaca deretan paling bawah, urutan ketiga dari kiri,” pungkasnya.

“Bagaimana kau bisa tahu letak semua barang-barang ini tanpa melihatnya? Jangan-jangan, kau memasang kamera pengawas di ruang wardrobe-ku.” Geral tergelak.

Yunda ikut terkekeh, “Jangan lupa, aku sekretaris sekaligus kekasihmu, Pak Geral.”

“Aku tiba-tiba merindukan sekretarisku yang cantik.”

“Kalau begitu, sampai nanti di kantor, Pak CEO.”

Namun, senyuman yang menghiasi wajah Yunda segera membeku saat kembali mendengar suara kekasihnya.

“Hari ini… Rosa mungkin akan ikut ke kantor. Kakekku ingin aku mengenalkannya dengan jajaran direksi dan manajemen,” ucap Geral, terdengar berat dan hati-hati.

“Baiklah,” sahut Yunda singkat. “Mau disiapkan dua kopi?”

“Bukan itu maksudku, Sayang.” Ada jeda sebelum terdengar desahan pelan, “Aku mungkin saja memperlakukannya sebagai… istriku di depan para pegawai… di depanmu…”

Keheningan menggantung sejenak. Pekat. Cukup untuk melenyapkan senyum di wajah Yunda tanpa sisa. Tentu saja Geral harus memperlakukan wanita itu layaknya seorang istri di hadapan para pegawai, sementara Yunda, si sekretaris akan tetap berada di balik mejanya. Tersenyum dan bersikap baik-baik saja.

“Aku mengerti,” kata Yunda akhirnya. “Aku akan pastikan semua menyambut kedatangannya dengan baik.”

Dia menutup telepon dengan pelan. Tatapannya tertuju pada pantulan dirinya di cermin rias. Riasannya tampak natural dengan bibir berwarna nude matte dan rambut hitam terurai yang bergelombang di bagian ujung. Dia mengenakan blus satin warna putih dengan aksen pita di leher, terselip rapi ke dalam celana panjang high-waist berwarna cokelat gelap.

Ditariknya napas dalam-dalam. Ada sesuatu yang bergemuruh di dadanya. Dia sontak bangkit. Langkahnya cepat menuju lemari. Dengan gerakan tergesa-gesa bercampur gelisah, ia mengobrak-abrik deretan pakaian di sana, menemukan setelan blazer dan rok pendek berwarna krem yang nyaris tak pernah disentuh karena sudah kekecilan. Namun pagi itu, Yunda memutuskan untuk memakainya, lengkap dengan dalaman ketat yang sedikit menonjolkan belahan dadanya.

Dia lantas kembali ke meja rias. Tanpa ragu menghapus makeup-nya dan memulai dari awal dengan warna yang lebih berani. Eyeliner-nya digores lebih tegas dan lipstiknya diganti ke warna mawar tua yang segar namun menyengat.

Tampak kekanak-kanakan memang. Tapi Yunda tidak mau terlihat kalah dari wanita yang kini menyandang status istri sah kekasihnya. Jika ia harus berada di dekat mereka, maka ia akan berdiri tegak sebagai Ayunda. Sekretaris yang tangguh sekaligus pemilik hati sang CEO.

Setelah menyemprotkan parfum ke sekujur tubuh, ia melangkah ke lemari sepatu di dekat pintu apartemen. Secara tak sengaja, ia menangkap sosoknya pada kaca tinggi di samping rak.

Yunda terpaku. Diam.

Yang ia lihat di sana bukanlah dirinya. Dan, air matanya seketika menitik.

****

Yunda tiba di kantor tepat waktu—kurang lima menit dari pukul delapan. Sedikit lebih lambat dari biasanya. Dia selalu datang setidaknya setengah jam sebelum waktu kerja dimulai. Dengan napas sedikit terengah, ia menjatuhkan tubuh ke kursinya

“Tumben datang jam begini,” sapa Wira sembari meletakkan sebotol air mineral di mejanya.

Thanks.” Yunda langsung meraih botol itu dan meneguknya sedikit. “Aku agak kesiangan.”

“Tumben,” ulang Wira, kali ini disertai segaris senyum nakal sebelum berbalik menuju mejanya di seberang ruangan.

Lelaki itu pasti mengira Yunda menghabiskan malam bersama Geral. Padahal kenyataannya, ia datang lebih lambat karena kembali mengganti pakaiannya dengan yang semula dan menghapus riasan yang benar-benar bukan dirinya.

Kecemburuan telah membutakannya sesaat. Hampir saja ia kehilangan akal dan datang ke kantor seperti wanita murahan yang siap menggoda siapa pun lelaki yang dilaluinya.

Kini, tak ada waktu untuk tenggelam dalam perasaannya sendiri. Dengan sigap, ia menyalakan laptop dan mulai bekerja. Jemarinya bergerak lincah di atas papan ketik, menyusun pemberitahuan untuk seluruh jajaran yang akan menghadiri rapat hari ini perihal kunjungan Ibu Rosaline.

Tidak ada yang tahu bahwa di sela-sela teks emailnya, ada sesuatu yang mencekik dadanya.

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • I Love You First, Mr. CEO   Pahit Kehilangan

    “Yunda!”Tubuh Yunda sontak menegang ketika mendengar namanya diserukan. Saat ia menoleh, tampak Wira berlarian menghampirinya.“Apa ini? Kau mau ke mana?” cecar lelaki itu. Matanya menyapu tajam barisan koper yang menunggu dimasukkan ke bagasi sebuah mobil travel.Yunda tidak segera menjawab. Dia menatap ibu dan adik-adiknya bergantian sebelum meminta waktu untuk berbicara sebentar dengan Wira. Setelah itu, ia mengikuti Wira masuk ke mobilnya.Begitu pintu tertutup, Wira langsung menghujani dengan pertanyaan.“Apa yang terjadi, Yunda? Surat pengunduran dirimu belum selesai diproses, kenapa kau tidak datang ke kantor? Dan barang-barang itu… kau mau pergi ke mana?”Beberapa detik hanya diisi keheningan. Yunda meremas jemarinya sebelum berbisik.“Aku harus pergi, Wira.”“Pergi ke mana?”“Ke mana pun, asalkan Geral tidak bisa menemukanku.”Wira menggeleng keras, “Yunda, jangan begini. Kau tahu Geral tidak akan bisa hidup tanpamu. Aku pun tidak ingin kau pergi. Kita bisa cari jalan keluar

  • I Love You First, Mr. CEO   Kepergian Tanpa Pamit

    Seperti biasa, kedatangan Geral disambut beberapa staf di pintu lobi. Satu-satunya yang berbeda pagi itu hanyalah ketiadaan sosok Yunda di antara mereka, sang sekretaris. Geral menahan diri untuk tidak mengerutkan dahi.Yunda memang belum resmi keluar dari perusahaan, tapi jarak di antara mereka sudah terasa begitu jauh.“Hari ini, Bapak ada rapat dengan jajaran direksi, lalu setelah itu ada pertemuan dengan pihak manajemen La Viera Boutique. Siang nanti Bapak dijadwalkan makan siang dengan calon investor dari Singapura di Elysion Palace. Dan sorenya, Bapak ada tinjauan proyek renovasi di lantai delapan,” ujar seorang staf wanita yang untuk sementara menggantikan posisi Yunda.Geral hanya mengangguk tanpa ekspresi. Begitu sampai di lantai eksekutif, matanya langsung tertuju ke meja resepsionis di depan ruangannya.Kosong.“Apa Yunda belum datang?” tanyanya datar.“Sepertinya belum, Pak,” jawab staf itu hati-hati.Geral melirik jam di pergelangan tangannya. Yunda seharusnya sudah berad

  • I Love You First, Mr. CEO   Pelukan Kedua

    Langit berwarna jingga pucat ketika taksi yang ditumpangi Yunda dari stasiun berhenti di depan rumah ibunya. Begitu menjejak tanah, langkahnya terasa goyah. Tidak pernah terbayangkan olehnya bahwa ia akan pulang dalam keadaan sehancur ini.Sambil menyeret koper, ia melintasi halaman rumah yang sunyi. Begitu sampai di depan pintu, aroma masakan segera menyapa penciumannya.“Ibu, aku datang…” ucapnya lirih.Tak berselang lama, ibunya muncul dari balik gorden krem yang menjadi pembatas antara ruang tamu dan ruang tengah.“Yunda? Tumben kamu pulang tidak mengabari dulu, Nak,” sambut sang ibu keheranan meski senyum penuh kehangatan tetap menghias wajahnya.Melihat wajahnya ibunya, pertahanan Yunda seketika runtuh. Dia berlari kecil, langsung menghambur ke pelukan yang selalu menjadi tempatnya pulang.“Ibu…” rintihnya.Sang ibu sontak memeluk erat tubuh Yunda yang gemetar.“Astaga, Yunda… ada apa, Nak?”Tapi Yunda hanya menangis. Tangisnya pecah seperti anak kecil. Untuk pertama kalinya set

  • I Love You First, Mr. CEO   Pergi Sejauh Mungkin

    Yunda menarik napas panjang, menahan debaran jantungnya yang tak beraturan. Jemarinya meremas amplop dalam dekapan, seolah mencari keberanian yang hampir luruh. Setelah beberapa detik terdiam, ia akhirnya menerjang segala keraguan yang membelenggu.Diketuknya pintu kayu mahoni yang menjulang tinggi di hadapannya. Tak lama, pintu itu terbuka, menampilkan seorang lelaki berseragam hitam dengan tubuh tinggi tegap.“Apakah saya boleh menemui Tuan Komisaris?” tanyanya sopan.“Silakan, beliau sudah menunggu Anda.”Yunda melangkah masuk, mengikuti lelaki itu menyusuri ruangan yang dikelilingi rak-rak buku tinggi hingga akhirnya berhenti di depan meja besar. Di balik meja, duduk seorang lelaki paruh baya yang tengah membaca sebuah buku.Begitu menyadari kehadirannya, lelaki itu mengangkat pandangan, menatap Yunda di balik kacamatanya sambil tersenyum tipis. Dengan agak kesusahan, ia bangkit dan mempersilakan Yunda duduk di sofa.Lelaki berseragam tadi membantu sang komisaris berjalan ke sofa,

  • I Love You First, Mr. CEO   Detak yang Tersisa

    “Terima kasih sudah menemaniku.”Rosa memecah keheningan yang menyelimuti mobil sejak tadi.“Aku tidak akan memaksamu untuk hal lain setelah ini,” tambahnya pelan.Geral hanya mengangguk tanpa menoleh. Pandangannya terpaku pada jalan.Detik demi detik berlalu. Udara dalam kabin kian terasa berat bagi Rosa. Tidak ada yang lebih membahagiakan bagi seorang ibu selain mendengar detak jantung bayinya dan tahu bahwa janin di dalam kandungannya tumbuh dengan baik. Namun, kenyataan bahwa ia akan segera berpisah dengan Geral—ayah dari bayinya, lelaki yang ia cintai—terus menyayat hatinya.“Soal perceraian kita,” ujarnya lirih, “kau saja yang urus semuanya di pengadilan. Aku akan mengutus pengacaraku. Sekarang, aku hanya ingin fokus dengan kehamilanku.”Lagi-lagi, Geral hanya mengangguk.“Aku juga sudah mengemas barang-barangku,” lanjut Rosa. “Besok, aku berencana kembali ke apartemen.”Geral menoleh sejenak sebelum kembali fokus pada kemudi, “Soal itu, biar aku yang putuskan. Aku akan bicara d

  • I Love You First, Mr. CEO   Detak Jantung

    “Yunda, bisa bicara sebentar?”Suara itu membuat Yunda tersentak. Malam itu, ia duduk sendirian di lorong rumah sakit yang sepi, jauh dari tempat keluarga Geral menunggu. Udara dingin menempel di kulit, sementara pikirannya penuh dengan kecemasan akan kondisi kekasihnya.Yunda menoleh, mendapati Stevie berdiri di sana. Yunda segera bangkit, buru-buru menyeka air mata. Jantungnya berdegup tidak karuan, antara kaget dan gugup.“Bu Stevie, maafkan saya diam-diam menunggu di sini,” ucapnya panik. “Saya datang bersama Wira dan—”“Saya sudah tahu tentang hubunganmu dengan Geral,” sela Stevie tiba-tiba.Sekujur tubuh Yunda menegang. Kata-kata itu menampar lebih keras daripada apa pun yang pernah ia bayangkan. Bagaimana Stevie bisa tahu? Apa Geral yang memberitahunya?Tapi pertanyaan itu tak sempat keluar. Ada sesuatu dalam sorot mata Stevie yang membuatnya memilih diam. Tanpa banyak bicara, Yunda mengikuti langkah wanita itu menuju area parkir.Sesampainya di dalam mobil, Stevie menatapnya s

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status