Share

Partner

Author: Callia Jung
last update Last Updated: 2025-05-17 06:56:10

Geral baru saja melangkahkan kaki ke dalam kamar ketika sebuah bantal melayang tepat ke wajahnya. Tidak sakit, tapi cukup mengejutkan. Tidak pernah ada manusia yang seberani ini padanya.

“Aku sebenarnya ingin melemparmu dengan vas bunga,” ucap Rosa dengan nada sinis.

Geral menarik napas panjang, “Karena kau sudah kurang ajar, aku tidak akan minta maaf.”

“Aku tidak butuh permintaan maaf darimu!” bentak Rosa, berdiri tegak dengan tangan di pinggang. “Dan asal kau tahu, kaulah yang lebih kurang ajar! Meninggalkanku sendirian di hotel hanya beberapa jam setelah pesta, lalu mengurungku di sini bersama orangmu yang menyebalkan. Kau juga mengabaikan telpon dan pesanku, Brengsek!”

Geral memilih diam, enggan membuang energi meladeni perempuan yang—dalam pandangannya—lebih mirip nenek sihir daripada seorang artis papan atas.

“Baiklah,” ucap Geral akhirnya. “Kau mau terus mengomel di sini atau ikut pulang denganku?”

Rosa mendengus. Dia mencopot kacamata hitam yang bertengger di kepalanya, lalu mengenakannya dengan gerakan angkuh. Tanpa bicara, ia berjalan melewati Geral, menyambar lengan lelaki itu.

“Kau dipecat! Jangan pernah lagi muncul di hadapanku!” hardiknya pada Wira yang berdiri tak jauh di belakang Geral.

Wira hanya meringis, geleng-geleng kepala menyaksikan wanita berambut kecokelatan itu melenggang pergi.

Geral menoleh, menatap dengan alis berkerut. “Memangnya apa yang sudah kau lakukan padanya?”

“Dia menyebalkan,” jawab Wira enteng. “Dia pikir aku pelayannya yang ke mana-mana harus siap melayani. Kalau kau menyuruhku berurusan dengannya lagi, aku yang akan menyerahkan surat pengunduran diri duluan.”

Geral terkikik, begitu juga Wira. Keduanya sama-sama tahu hal semacam itu tidak akan pernah terjadi. Persahabatan mereka sudah terjalin sejak SMA. Setiap duka maupun suka yang dilalui Geral, Wira selalu ada di sisinya. Dia bukan lagi sekadar tangan kanan, melainkan sudah seperti keluarga. Bahkan, lebih dekat daripada keluarga Geral sendiri.

“Bagaimana dengan Yunda?” tanya Wira kemudian.

“Dia baik-baik saja. Setidaknya, begitu yang kulihat.” Geral menghela napas. “Kami berpisah saat transit di Dubai.”

“Apa dia tahu kau menyusul Rosa ke sini?”

“Tentu saja.”

Geral tidak akan menyembunyikan apa pun dari wanita itu. Kejujuran adalah satu-satunya hal yang bisa ia berikan sepenuhnya selain hatinya.  Karena sampai saat ini, cinta mereka masih harus tersimpan di balik tirai rahasia.

****

Mobil melaju membelah jalanan kota Paris yang basah oleh sisa hujan sore. Gedung-gedung berarsitektur klasik berdiri megah di sepanjang boulevard, diselingi lampu jalan yang baru saja dinyalakan. Kota itu tak pernah kehilangan pesonanya, bahkan dalam keheningan yang menggantung.

Suasana di dalam mobil tidak kalah sunyi. Hanya deru mesin yang terdengar di antara dua manusia yang sama-sama memilih diam. Rosa duduk bersedekap, menatap jendela dengan dagu terangkat tinggi. Di sisi lain, Geral menatap lurus ke depan, berusaha menahan kantuk yang mulai menyerang. Sesekali ia melirik jam tangannya, berharap waktu berjalan lebih cepat. Dia sudah tidak sabar naik ke pesawat dan merebahkan tubuhnya.

Setibanya di bandara, Rosa turun dari mobil tanpa menoleh sedikit pun. Langkahnya cepat dan penuh emosi. Seorang staf maskapai segera menghampiri, membantu membawa dua buah koper besar dan satu koper sedang berwarna merah marun—semuanya milik Rosa.

“Kau cuma beberapa hari di sini, tapi barang-barangmu seperti kau sudah tinggal sebulan,” desis Geral, menyusul langkah Rosa menuju VIP lounge.

“Aku sedang berusaha menghabiskan uangmu, kalau kau belum sadar,” sahut Rosa dingin tanpa melirik sedikit pun ke arahnya.

Geral menyeringai tipis, “Kalau boleh jujur, aku lebih suka kau menghambur-hamburkan uangku daripada menuntut banyak dariku. Seperti sekarang, contohnya.”

Rosa akhirnya menoleh. Dia melepas kacamatanya dengan gerakan kasar. Sorot matanya tajam, menyala oleh amarah seakan ia hanya butuh satu alasan kecil untuk meludahi wajah Geral.

“Jadi kau berpikir aku sedang menuntut?” ucapnya lirih, tapi sarat emosi. “Aku bahkan tidak mengharapkan apa pun dari bulan madu ini. Aku bukan ingin berada di dekatmu. Aku tidak peduli kau punya urusan di belahan dunia mana. Tapi meninggalkanku sendirian di malam pernikahan tanpa kabar apa pun benar-benar brengsek, Geral.”

Rosa mendekat, menatap Geral lebih dekat seolah menantang.

“Pernikahan ini atas kesepakatan kita berdua. Kau tidak bisa seenaknya begini, kecuali…kalau kau memang ingin sepulang dari sini aku langsung melayangkan surat cerai padamu.”

Geral diam. Mungkin dia terlalu meremehkan Rosa. Jika wanita itu benar-benar melayangkan gugatan cerai, Geral bisa kehilangan segalanya. Pernikahan singkat mereka akan jadi santapan media, dan itu cukup untuk merusak citranya yang juga akan berdampak pada perusahaan yang ia pimpin. Kakeknya tidak akan berpikir dua kali untuk mencopot jabatannya, dan yang terburuk tak akan memberinya selembar saham pun.

Rosa memberi lirikan sinis sebelum berbalik badan. Dia kembali mengenakan kacamatanya, memasukkan kedua tangan ke saku blazer putihnya, lalu berjalan cepat dengan kepala tertunduk, menghindari sorotan orang-orang yang bisa saja mengenalinya.

Geral mematung sejenak hingga akhirnya menyusul dengan langkah panjang.

“Rosa,” panggilnya pelan namun tegas, cukup untuk membuat langkah wanita itu melambat.

Rosa hanya menengok sekilas, “Apa lagi?”

“Aku salah,” kata Geral, mengejutkan dirinya sendiri. Kalimat itu nyaris tak pernah keluar dari mulutnya kepada orang selain Yunda. “Aku seharusnya memberitahumu. Tidak pergi begitu saja. Ke depannya, hal seperti ini tidak akan terjadi lagi.”

Rosa tertawa miring, “Tentu saja, malam pernikahan kita tidak bisa diulang.” Langkahnya kemudian terhenti. Sambil menarik napas panjang, ia melanjutkan, “Aku tahu siapa aku dalam hidupmu. Aku tidak butuh perhatian, apalagi kasih sayang seperti istri pada umumnya. Tapi jangan pernah mengabaikanku. Setidaknya hargai aku sebagai istrimu secara hukum. Atau kalau itu sulit bagimu, hargai aku sebagai partnermu supaya kita bisa menjalankan peran masing-masing dengan baik.”

Kata-katanya bagaikan paku yang menancap di kepala Geral. Terlalu benar untuk disanggah.

“Baiklah,” sahutnya pelan. “Kau akan mendapatkan semua yang kau butuhkan untuk menjalankan peranmu.”

“Bagus,” ucap Rosa sebelum kembali melangkah, kali ini dengan kepala sedikit lebih terangkat.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • I Love You First, Mr. CEO   Rahasia di Bawah Langit Mendung

    Pita emas digunting serempak, disambut tepuk tangan meriah dan kilau confetti yang berhamburan di udara. Siang itu, gerai MAISON resmi berdiri di tengah-tengah kemewahan Grand Aurora.Lampu kristal berkilau dari langit-langit tinggi, memantulkan cahaya ke interior butik yang dirancang dengan nuansa putih gading dan emas yang elegan. Barisan kamera berjejer rapi, menyorot setiap momen. Para tamu undangan memenuhi ruangan dengan percakapan hangat dan gelas sampanye yang beradu ringan.Para petinggi Grand Aurora, perwakilan MAISON dari Paris, hingga artis-artis papan atas tampil memukau dalam balutan busana terbaik mereka. Namun, sorotan sesungguhnya jatuh pada Rosa.Kehadirannya bagai pusat gravitasi. Dia tampil anggun dalam balutan koleksi terbaru MAISON: gaun satin berwarna midnight blue dengan potongan berbentuk hati di bagian dada, dihiasi detail kristal halus yang berkilauan setiap kali ia bergerak. Potongan gaunnya jatuh sempurna mengikuti lekuk tubuhnya hingga ke lantai, memberi

  • I Love You First, Mr. CEO   Aku atau Kau

    “Apa karena sekarang kau sudah diakui Geral, kau jadi berani memintaku menemuimu?” Rosa menyunggingkan senyum sinis, sorot matanya menancap tajam pada Yunda.“Saya tidak akan minta bertemu kalau Anda tidak lebih dulu mendatangi keluarga saya,” jawab Yunda, berusaha terdengar tegas.Rosa menyeringai, bersedekap dengan angkuh.“Ah… jadi aku bisa ketahuan secepat itu, ya?”“Mau apa Anda menemui Ibu saya?”“Aku hanya penasaran,” suara Rosa terdengar pelan, tapi beracun. “Ingin tahu wanita seperti apa yang berani mengikat Geral diam-diam.”Matanya menelusuri Yunda dari ujung kepala hingga kaki dengan senyum yang kian sinis, “Sepertinya aku bisa sedikit mengerti kenapa Geral sama sekali tidak punya nyali memperkenalkanmu pada keluarganya.”Yunda menelan ludah, berusaha menahan gejolak di dadanya. Tiba-tiba ia merasa terlalu kecil di hadapan Rosa.“Itu urusan kami berdua. Tidak perlu Anda campuri.”Rosa terkekeh, sama sekali tidak terlihat tersinggung.“Kalau aku jadi dirimu, lebih baik aku

  • I Love You First, Mr. CEO   Seorang Teman

    Lantai khusus luxury brands di Grand Aurora sudah lengang malam itu. Semua butik telah tertutup rapat. Hanya deretan papan penutup sementara di depan gerai baru yang menjadi pusat keramaian.Dari celah terbuka, cahaya lampu kerja memancar terang. Suara bor listrik, dentuman palu, dan instruksi singkat saling bersahutan. Beberapa teknisi terlihat merapikan kabel lampu sorot yang digantungkan di plafon tinggi, sementara yang lain lalu-lalang mengangkut boks-boks besar berisi koleksi MAISON.Geral berdiri dengan jas masih melekat di tubuhnya meski dasinya sudah longgar. Sebelah tangannya terselip di saku, sorot matanya tajam menelusuri setiap sudut yang sedang dikerjakan. Di sampingnya, Yunda mencatat cepat di tablet, berusaha menangkap setiap detail yang ia sebutkan.“Pak Direktur, signage utama sudah tiba di gudang siang tadi,” lapor seorang supervisor. “Masih sementara perakitan. Kemungkinan baru bisa dipasang besok “Geral mengangguk singkat, “Pastikan selesai paling lambat besok pag

  • I Love You First, Mr. CEO   Dua Dunia

    Jeffrey menyambut dengan senyum lebar ketika Rosa menjejakkan kaki ke kantornya.“Aku sebenarnya ada rapat dengan tim produksi, tapi demi dirimu, aku menundanya,” ujar lelaki itu bangga.Rosa tidak peduli pada rayuan itu. Dia mengeluarkan sebuah map dari tas dan meletakkannya di atas meja. Di halaman depan terpampang beberapa foto seorang gadis cantik.“Aku ingin kau mendekatinya,” ucapnya lugas. “Dia seorang konten kreator rendahan. Kalau kau memberinya iming-iming ketenaran, aku yakin dia akan tergiur.”Jeffrey menyipitkan mata, lalu mulai membolak-balik lembar demi lembar data perempuan itu. Dari raut wajahnya, Rosa tahu ia tertarik.Meski belum pernah bertemu secara langsung, Rosa akui Winda memang cantik. Visualnya memenuhi standar para pemburu bintang seperti Jeffrey.“Kau ini aneh, Sayang,” goda Jeffry sambil menutup map sebentar. “Kau paling benci kalau aku main-main dengan perempuan lain. Tapi sekarang kau malah menyodorkan mangsa padaku.”Rosa menyeringai dingin, “Lucu sekal

  • I Love You First, Mr. CEO   Tak Lagi Sejalan

    Geral meletakkan cangkir kopinya kembali ke meja, lalu menyalakan layar ponsel untuk mengecek jadwal hari ini sebelum meninggalkan ruang makan.“Permisi, Tuan.” Seorang pelayan menghampiri dengan sopan. “Apakah sarapan untuk Nyonya mau diantarkan ke kamar seperti kemarin, atau disiapkan di sini saja, Tuan?”Kening Geral sedikit berkerut. Sejak kejadian malam itu, ia jarang pulang ke rumah dan memilih tidak peduli dengan apa pun yang dilakukan Rosa. Namun, dari penjelasan pelayan, ia baru tahu kalau Rosa sudah dua hari tidak keluar kamar. Makanannya selalu diantar ke sana, bahkan sempat meminta obat pereda nyeri.Geral sebenarnya enggan ambil pusing, tapi sebagai tuan rumah ia juga tidak bisa sepenuhnya mengabaikan.“Biar saya saja yang antar ke kamar,” ucapnya.Bersama senampan makanan, ia pun menaiki tangga menuju kamar dengan niat sekadar menengok keadaan wanita itu sebelum berangkat ke kantor.Geral mengetuk pintu kamar penghubung. Tak lama, suara Rosa terdengar dari dalam.“Letakk

  • I Love You First, Mr. CEO   Luka yang Terus Menganga

    Dengan langkah berat, Rosa memasuki ruang kerja ayahnya. Aroma kayu tua bercampur asap cerutu langsung menyergap inderanya, menambah beban yang sudah menyesakkan dada. Lelaki berpostur besar itu duduk tegak di balik meja kayu jati ukir. Sorot matanya dingin tanpa sedikit pun senyum.“Duduk,” ucapnya singkat. Dia bangkit untuk berpindah duduk ke sofa.Rosa menuruti meski setiap serat tubuhnya berteriak ingin kabur. Dia tidak pernah suka terjebak dalam ruang dan waktu yang sama dengan ayahnya. Karena sosoknya yang seharusnya melindungi justru hadir dalam memori Rosa sebagai sumber luka dan lara.Sejenak, pandangan Rosa berkunang. Ingatannya menyeret kembali ke suatu malam kelam ketika tubuhnya dipenuhi lebam. Saat itu, gosip murahan tentang dirinya tersebar di media. Dia dirumorkan menjadi wanita simpanan seorang sutradara ternama. Tidak ada bukti, tidak ada kebenaran yang bisa dipertanggungjawabkan, tapi ayahnya sama sekali tidak peduli.Ayahnya bahkan tidak memberinya kesempatan menje

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status