Hanan mengipas-ngipas wajah menggunakan mini bag yang ia pegang. Sesekali menghembuskan napas secara kasar. Hari sudah sore, namun, masih begitu terasa panas menyengat di tubuh. Hanan berdecak kesal, ketika ponsel yang ada di dalam mini bag bergetar terus."Ponselmu ramai, Hanan," goda gadis yang duduk di samping Hanan. Lyra, namanya, sahabat Hanan sejak kecil. Namun, mereka berpisah sekolah saat Hanan memutuskan masuk ke SMA, sedangkan Lyra masuk ke SMK. Mereka sangat dekat, bahkan bak pinang dibelah dua. Wajahnya terlihat ada kemiripan, mungkin karena selalu bersama sejak kecil."Hm." Hanan mengeluarkan ponsel dari dalam mini bag._Group Alumni SMA Tunas Bangsa angkatan ke XV_[Diberitahukan kepada seluruh alumni angkatan ke 15, agar datang ke Choffe shop di jalan Imam Bonjol, pukul tujuh malam. Kita mengadakan reuni dan saling sapa menjalin tali silaturahmi. Diharapkan semuanya agar dapat hadir. Boleh membawa pasangan masing-masing.]Si pemberi pengumuman adalah ketua kelas Hanan s
"Hm, cukup buruk dan sangat tidak berkesan. Gak kebayang sih, jodohnya sama kamu. Eh, salah, saat ini aku menjaga jodoh orang untuk sementara waktu." Hanan memutar bola matanya malas. Merasa jengah lama-lama duduk berdua dengan Naufal."Memangnya sudah siap menjadi janda?" tanya Naufal.Mata Hanan melotot, seenaknya saja bicara seperti itu. Benar-benar niat banget ya, ingin segera berpisah dengan dirinya."Kenapa melotot? Aku hanya meneruskan ucapan kamu," tukas Naufal. "lagian siapa juga yang mau menceraikan kamu? Kecuali aku udah dapat penggantinya," tambahnya.Hanan bangkit dari duduknya. Menyambar mini bag yang tergeletak di atas nakas. Menghentakkan kakinya, kesal, bahkan sangat kesal.Brak!Pintu kamar ditutup dengan kasar oleh Hanan. Beruntung cukup kokoh, sehingga masih aman untuk menjadi korban pelampiasan kekesalan Hanan. Manda sedang asyik sendiri di kamarnya, sehingga tak mendengar kegaduhan di kamar sang putri.Dengan hati menahan kesal, Hanan menghidupkan mesin motor spo
"Bersikaplah menjadi sosok isteri yang patuh pada suami," bisik Naufal.Hanan menatap tajam Naufal. Ia terjebak oleh kalimatnya sendiri. Tak ada opsi pilihan untuk menolak, dengan sangat terpaksa Hanan tersenyum manis dan membalas kecupan manis di pipi Naufal. Menjijikan, satu kalimat yang ingin sekali Hanan lontarkan tepat di wajah Naufal."Urusan kita belum selesai," ucap Hanan.Amora menatap bergantian wajah Hanan dan Naufal, "Wah, Ibu jadi iri sama kalian. Romantis banget, tapi sayang, gak tau tempat."Hanan menatap sinis pada Amora, "Iri ya? Memangnya dulu belum puas saat bermesraan sama Papa? Kalau memang belum puas, cari aja laki-laki lain. Kamu mana pernah cukup setia pada satu laki-laki!" tandas Hanan.Merasa sudah puas memancing emosi Amora, Hanan memilih beranjak dari duduknya dan segera keluar menuju garasi. Tak mempedulikan Amora yang sudah pasti sedang menahan amarah dan Naufal yang sok polos itu.Saat hendak menarik gas motor sport kesayangannya, tangan Hanan dipegang Na
*Bab 13*Hanan menatap nyalang pada Naufal. Entah mengapa hatinya begitu sakit. Ia sendiri heran kena tiba-tiba dirinya bersikap seperti itu. Toh ia tidak mencintai Naufal, lalu kenapa bersikap seperti itu?"Siapa yang bajingan, Hanan?" Naufal mengulangi pertanyaannya. Hanan mengalihkan pandangannya. Memilih menatap orang-orang yang sedang menikmati suasana senja di alun-alun. Matanya tertuju pada pasangan yang saling menyuapi. Huh! Semakin kesal saja hatinya.Tiba-tiba ada sesuatu yang dipaksa masuk ke mulut Hanan. Ya, Naufal menyuapi Hanan kebab Turki. Lebih tepatnya memaksa, sebab bibir Hanan masih tertutup rapat. Ternyata ekor mata Naufal mengikuti arah penglihatan Hanan. Ia mengira sang istri ingin seperti mereka."Apa-apaan sih?!" bentak Hanan. Memuntahkan kembali kebab yang sudah masuk ke dalam mulutnya sebagian."Kok dimuntahin? Bukannya kamu tadi pengin makan Kebab Turki?" tanya Naufal."Makan sama kamu!""Loh, loh, kenapa begitu? Ada apa sih?" Raut wajah Naufal menggambarka
Hanan dan Naufal terdiam, sibuk berperang dengan isi pikiran masing-masing. Hanya saling lirik, seakan-akan memberi kode agar salah satu diantara mereka lebih dulu buka mulut memulai lagi perbincangan. Mematung di sisi jalan, memang benar-benar konyol."Sudahlah, Aku mau pulang. Gak penting juga pertanyaan yang aku ajukan, bukan ranah urusanku. Toh dia masih menjadi bagian kehidupanmu. Asal jangan kamu hamili dia saja, bukan hanya reputasi dan nama baik keluarga dipertaruhkan. Tapi nyawamu juga, karena sudah berani mempermalukan aku. Segila-gilanya diriku, gak akan Sudi punya suami peselingkuh. Sebenarnya mudah saja mendepakmu dari kehidupanku. Tapi aku masih menghargai Mami dan Papi, sebagai mertuaku. Sebab kamu juga masih menghargai Papa dan mamaku," ucap Hanan. Akhirnya ia yang mengalah buka mulut lebih dulu."Kenapa kamu selalu berpikir buruk tentangku? Hingga sejauh itu menduga suatu hal yang tak masuk akal?""Hm, pertama, Aku sama sekali tidak berpikir buruk tentangmu. Dua puluh
Hana terkekeh melihat Naufal yang mati kutu. Berani memulai permainan, harus berani mengakhiri. Enak saja, mau merugikan dirinya. Toh, cukup besar pengorbanan yang dilakukannya. Mempertaruhkan masa depan dengan menikah. Ulat bulu yang sudah mulai terlihat gelagatnya hendak menempel harus segera dihempaskan. Sedikit sadis bolehlah."Jadi cowok jangan serakah Naufal, mending kamu pikir-pikir deh. Ngapain ngejalanin pernikahan sama aku begini, mending lanjutin sama Yeza. Urusan restu mah derita kamu, palingan aku bantu ketawa aja. Hahaha," ledek Hanan."Kamu kira gampang? Seenak jidatnya aja kalau ngomong.""Gampang dong, buktinya aku aja mau Nerima perjodohan kita. Kalau dipikir-pikir lucu sih, masa iya udah zaman modern begini masih laku perjodohan. Tapi ya, Aku juga gak punya pacar. Sekali ketemu cowok langsung nikah, jadi gak punya mantan. Gak kayak kamu, hidupnya ribet. Kasihan banget, jagain jodoh orang. Pacaran itu cuma ngabisin uang doang, memangnya gak ngerasa rugi gitu?" ledek
"Sejujurnya aku membenci orang yang masih bersangkutan dengan masa lalunya. Jangan berpikir aku cemburu. Tak ada alasan yang bisa bikin aku menyukaimu. Yang ada alasan aku membenci dan gak menyukaimu. Gak ada celah dari dirimu yang bisa bikin aku mau tersenyum. Hanya kesialan terus yang datang jika bersamamu," sindir Hanan. Siapa pun yang mendengar ucapan Hanan tentu sakit hati, ia memang sangat ceplas-ceplos. Memangnya Hanan peduli jika Naufal sakit hati? Tentu saja jawabannya tidak."Kamu terlalu banyak bicara, sudah kubilang jangan ikut campur antara aku dan Yeza. Diam saja di rumah, akan kunafkahi secara benar kamu. Gak usah banyak protes!" sungut Naufal.Hanan menatap tajam wajah Naufal. Pandai sekali dia membalikkan ucapannya? Enak saja keinginannya ingin dituruti dengan mudah seperti itu."Kalau ngomong dipikir dulu, sebelum otakmu aku keluarkan secara paksa. Karena percuma ada juga, gak berfungsi sama sekali." Kasar, memang. Lebih baik seperti itu, semua uneg-uneg tersampaikan
Hanan mengucir rambutnya sambil berjalan menuju garasi, penampilannya sudah oke. Memakai sepatu kets, dengan celana jeans dan kemeja flanel. Ia terlihat terburu-buru, sesekali melirik jam di pergelangan tangan. Membuka pintu garasi dengan napas tersengal. Sebab ia sudah berlari kecil sejak keluar dari kamar. Semua dilakukan dengan terburu-buru."Bisa menjadi hari apes bersejarah, kalau sampai hari ini aku telat masuk kerja! Tidak, tidak! Aku gak mau hal itu terjadi, sungguh memalukan sekali! Hanan yang disiplin dan tepat waktu, tiba-tiba berubah menjadi seperti itu. Sangat mustahil, sialan kamu Naufal!" gumam Hanan.Hari ini adalah hari pertama masuk kerja, setelah cuti pernikahan nya. Apalagi kebagian sif pagi. Ia meruntuki dirinya sendiri, sebab tadi malam harus tidur hingga larut. Menemani Naufal yang sibuk mengoceh tak jelas. Bagaimana mungkin, hari pertama masuk meninggalkan kesan memalukan? Terlambat datang, tak pernah ada di kamus kehidupan Hanan. Ia selalu telat waktu dan sang