Share

Dipilih Menjadi Bodyguard

Meskipun jantungnya berdentum seperti genderang perang, Mayzura tidak punya pilihan selain mengikuti arahan dari Sadewa. Dengan mengerahkan segenap kemampuan, Mayzura berhasil melewati truk barang di depannya. Kemudian, ia membanting setir ke kanan dan melewati sebuah tikungan tajam.

Setelah melakukan aksi kebut-kebutan yang mendebarkan di jalan, mobil mereka akhirnya lolos dari kejaran para penjahat itu.

“Wow, aku sangat hebat!” pekik Mayzura memuji dirinya sendiri.

Seumur hidup baru sekali ini dia melakukan sesuatu yang di luar nalar dan berpotensi mengancam keselamatan nyawanya. Anehnya, dia justru menikmati adegan berbahaya tersebut.

Melihat kelakuan Mayzura yang kekanak-kanakan, Sadewa hanya bisa geleng-geleng kepala.

“Kamu memang gadis labil. Tadi mengatakan aku gila, sekarang malah berbahagia,” celetuk Sadewa. Dia sampai lupa jika lengannya masih mengeluarkan darah hingga saat ini.

Mayzura langsung menoleh dan melayangkan tatapan sinis kepada Sadewa.

“Bisa tidak kamu diam sebentar saja? Kita harus ke mana sekarang?” tanya Mayzura. Dia terus mengemudikan mobil tak tentu arah, karena bingung harus ke mana.

“Kita akan pulang ke rumahmu supaya lukaku bisa diobati.”

“Tidak, aku tidak mau pulang,” tolak Mayzura mentah-mentah.

Mana mungkin dia kembali setelah bersusah payah kabur dari rumah. Jika dia menuruti kemauan Sadewa, sudah pasti dia akan dinikahkan dengan pria tua bernama Bramantya.

“Lalu kamu mau ke mana? Berkeliaran di jalan sepanjang malam dan mencari kekasihmu itu? Aku rasa dia tidak akan pernah muncul, kecuali ada malaikat yang membawanya ke hadapanmu,” cibir Sadewa.

“Kamu tidak berhak menjelek-jelekkan kekasihku,” bela Mayzura. Meski jengkel kepada Enzio, dia tidak rela bila kekasihnya dihina oleh orang lain.

“Ck, sudah terbukti sekarang bahwa kamu adalah budak cinta.”

Mayzura kembali meradang karena Sadewa terus mengejek dirinya. Namun, melihat kondisi pria ini yang masih terluka, Mayzura pun merasa kasihan.

“Berhenti memanggilku budak cinta. Kamu ini seorang pria dewasa tetapi mulutmu lebih pedas dari wanita. Lebih baik aku membawamu ke rumah sakit sekarang. Kepalaku hampir pecah karena mendengar ocehanmu.”

Tanpa meminta persetujuan dari Sadewa, Mayzura membawa pria itu ke rumah sakit terdekat. Dengan bantuan dari petugas rumah sakit, Sadewa segera dibawa ke bagian IGD untuk ditangani oleh dokter. Biarpun kesal, Mayzura menunggu di luar ruangan, hingga luka di lengan Sadewa selesai dijahit.

“Bagaimana keadaannya, Dok?” tanya Mayzura setelah diizinkan masuk oleh perawat.

“Pendarahannya sudah berhenti, Nona. Sebenarnya Pak Sadewa masih harus beristirahat di rumah sakit, tetapi dia bersikeras ingin pulang. Untuk sementara, saya memberikan resep obat minum dan obat luka selama lima hari. Setelah obatnya habis, Pak Sadewa harus kontrol ke rumah sakit,” jelas sang dokter panjang lebar.

“Baik, Dok, saya mengerti.”

Setelah dokter itu pergi, Mayzura menegur Sadewa yang masih berbaring di brankar rumah sakit.

“Kenapa kamu ngotot ingin pulang? Memangnya di mana rumahmu?”

“Aku hanya tinggal di kos yang sederhana, tidak punya rumah. Aku meminta pulang, karena aku yakin gadis kecil sepertimu tidak punya banyak uang untuk membayar biaya rumah sakit,” jawab Sadewa.

“Hah, jadi kamu menghina aku sekarang? Perlu kamu tahu aku masih punya tabungan dari hasil menulis, dan aku yakin bahwa saldo rekeningku masih lebih besar daripada milikmu. Sekarang tunggu di sini, aku akan mengurus administrasi,” ujar Mayzura lantas meninggalkan Sadewa.

Setelah selesai membayar biaya pengobatan Sadewa, Mayzura mengajak pria itu meninggalkan rumah sakit. Namun saat tiba di lobi, Sadewa melihat dua orang pria yang berpakaian mirip dengan penjahat yang mengejar mereka. Sontak, ia pun menarik Mayzura agar bersembunyi di lorong rumah sakit.

“Jangan keluar dulu, aku melihat ada dua orang yang mencurigakan di lobi,” bisik Sadewa.

“Astaga, sampai kapan aku harus dikejar-kejar seperti ini,” keluh Mayzura putus asa. Dia merasa tak sanggup lagi bila harus bersembunyi dari para penjahat.

“Tidak ada jalan keluar lain, kita harus kembali ke rumahmu karena itu tempat yang paling aman.”

Mayzura membelalakkan mata karena terkejut dengan perkataan Sadewa.

“Apa kamu bilang, kita? Seandainya aku pulang ke rumah, aku tidak akan pernah mengajakmu.”

“Tidak masalah jika kamu meninggalkan aku, tetapi jangan menangis di tengah jalan kalau kamu tertangkap oleh mereka. Minta tolong saja pada pacar tercintamu itu,” ledek Sadewa sengaja menakut-nakuti Mayzura.

“Haish, kamu benar-benar menyebalkan! Baiklah, aku akan mengajakmu sekali ini saja. Setelah keadaan aman, kamu harus segera keluar dari rumahku,” balas Mayzura kesal.

Mereka berdua terpaksa menunggu cukup lama di lorong rumah sakit sampai dua orang tadi pergi. Setelah situasi dirasa aman, keduanya bergegas menuju ke tempat parkir. Jujur, Mayzura merasa enggan untuk pulang ke rumah. Namun, apa yang dikatakan Sadewa memang ada benarnya. Jika ia terus berada di jalanan, maka ia akan diburu oleh anak buah Tuan Bramantya.

Ketika mereka hampir sampai di rumah, Mayzura pun memberikan peringatan kepada Sadewa.

“Nanti jangan berbuat macam-macam di rumahku! Katakan saja kepada Papa bahwa kamu adalah temanku,” pungkas Mayzura.

Mendapat peringatan dari Mayzura, Sadewa hanya memasang tampang datar.

“Kenapa aku harus bilang begitu? Aku tidak pernah berteman dengan gadis ingusan sepertimu.”

Dari kaca spion, Mayzura memicingkan matanya sembari memandang wajah Sadewa yang tampan tetapi sangat menyebalkan.

“Kamu menganggapku sebagai gadis ingusan, artinya usiamu sudah tua. Mungkin kamu lebih cocok menjadi pamanku atau dosen di kampusku.”

“Kamu pikir aku setua itu? Bulan depan usiaku baru tiga puluh tahun,” balas Sadewa.

“Nah, tebakanku benar, kita terpaut usia sembilan tahun. Mulai detik ini, aku akan memanggilmu Om Sadewa,” ejek Mayzura.

“Kalau begitu aku akan memanggilmu Gadis Kecil Bucin. Ah, aku hampir lupa kalau kamu seorang penulis novel. Seharusnya kamu membuat novel baru dengan judul Kebucinan Membawa Petaka,” seloroh Sadewa.

“Berhenti mengejekku, atau aku akan menurunkanmu di pinggir jalan!” ancam Mayzura.

Lagi-lagi telinganya memerah karena ejekan dari pria ini. Sungguh berada di dekat Sadewa membuatnya selalu naik darah. Daripada mengalami hipertensi, Mayzura memutuskan untuk diam saja sampai mereka tiba di rumah.

Begitu sampai di kediaman keluarga Nugraha, Mayzura melihat sang ayah sedang mondar-mandir dengan raut wajah gelisah. Meski sedikit ragu, Mayzura akhirnya memberanikan diri turun dari mobilnya.

“Ke mana saja kamu, May? Jantung Papa hampir berhenti karena mencarimu. Apa kamu berniat meninggalkan rumah dan menghindari pernikahan dengan Tuan Bramantya?” cecar Tuan Agam langsung menghampiri Mayzura.

“A-aku hanya jalan-jalan sebentar, Pa. Aku butuh udara segar,” kilah Mayzura. Dia tidak mau sang ayah sampai tahu bahwa ia berniat kawin lari bersama Enzio.

“Kamu pikir Papa anak kecil yang mudah dibohongi? Dengan membawa koper sebesar itu, sudah pasti kamu akan melarikan diri. Apa kamu ingin seluruh keluarga kita mati konyol? Tuan Bramantya pasti mengerahkan anak buahnya untuk menghabisi kita semua,” sembur Tuan Agam.

Melihat perdebatan antara ayah dan anak itu, Sadewa merasa perlu angkat bicara. Pasalnya, sedari tadi ia sudah menahan rasa ngilu di lengannya dan ingin lekas beristirahat.

“Anda benar, Tuan. Nona Mayzura memang berniat kawin lari dengan pacarnya,” potong Sadewa seenaknya.

“Pa, jangan dengarkan orang ini, dia bohong,” ucap Mayzura mendelik sebal. Rasanya dia ingin menutup mulut Sadewa, lalu menendang pria itu keluar dari pekarangan rumahnya.

Untuk sejenak, Tuan Agam memandang Sadewa dengan tatapan penuh selidik. Dia merasa heran kenapa Mayzura membawa seorang pria asing ke dalam rumah mereka. Apalagi lengan pria itu dibalut dengan perban seperti orang yang baru saja terluka berat.

“Tunggu, May, siapa pria ini? Kenapa kamu mengajaknya ke rumah kita?” tanya Tuan Agam penuh selidik.

Sebelum Mayzura menjawab, Sadewa sudah memperkenalkan diri terlebih dahulu.

“Saya Sadewa, Tuan. Saya baru bertemu dengan putri Anda malam ini, karena Nona Mayzura mengira saya adalah pacarnya. Tetapi kemudian ada dua orang penjahat yang mengejar kami. Saya terpaksa lari bersama Nona Mayzura.”

“Lalu kenapa dengan lenganmu?” Tuan Agam memandangi lengan Sadewa dengan seksama.

Sambil melayangkan tatapan setajam pedang kepada Sadewa, Mayzura terlebih dulu menjawab pertanyaan ayahnya.

“Lengannya tertembak karena melindungi aku, Pa. Puas kamu sekarang? Aku sudah memujimu di depan Papa, padahal kamu baru saja menjelek-jelekkan aku,” sentak Mayzura kepada Sadewa.

“Cukup, May! Seharusnya kamu malu karena menyusahkan Sadewa. Papa tidak menyangka bila kamu diam-diam sudah memiliki kekasih. Papa yakin dia bukan laki-laki yang baik, makanya dia takut berkenalan dengan Papa.”

“Nama laki-laki itu Enzio, Tuan,” sahut Sadewa kembali.

Detik ini juga, Mayzura ingin membungkam mulut Sadewa agar pria itu tidak bicara sembarangan. Gara-gara Sadewa, kini sang ayah mengetahui identitas kekasihnya.

“Pa, Enzio itu pria yang baik dan sopan. Hanya saja dia belum memiliki pekerjaan tetap, sehingga dia malu untuk bertemu Papa,” terang Mayzura berusaha membela Enzio.

“Papa tidak mau mendengar alasanmu! Selama ini Papa mengajarimu untuk menjadi wanita yang bermartabat, ternyata kamu malah berani kabur dengan seorang pria. Masuk ke kamarmu sekarang juga! Apa pun yang terjadi, kamu harus menikah dengan Tuan Bramantya,” bentak Tuan Agam tersulut emosi.

Melihat ayahnya marah besar, kedua pelupuk mata Mayzura berkaca-kaca. Untuk kesekian kalinya, sang ayah tidak menunjukkan belas kasihan kepada dirinya yang sedang menderita.

“Kenapa Papa kejam sekali padaku? Aku tidak sudi menjadi istri dari pria tua itu,” ucap Mayzura dengan suara parau.

“Papa tidak peduli. Mulai sekarang Papa akan memastikan kamu tidak bisa kabur dari rumah. Papa akan menugaskan seorang bodyguard untuk mengawasimu 24 jam. Dan Papa sudah menemukan orang yang tepat untuk melakukan tugas itu,” tegas Tuan Agam.

Jantung Mayzura serasa berhenti saat mendengar keputusan sang ayah. Jelas sudah bahwa dia akan menjadi tahanan rumah setelah peristiwa ini. Mayzura pun menyesali kebodohannya yang sudah mengikuti saran dari Sadewa.

“Papa akan menyewa bodyguard? Siapa dia?” tanya Mayzura dengan bibir memucat.

“Sadewa. Dia akan menjadi penjagamu mulai sekarang,” tunjuk Tuan Agam kepada Sadewa.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status