Dimas berdiri di samping meja cafe, ia tampak terkejut melihat Nadya berpegangan tangan dengan seorang bule, dan bule itu lebih tampan darinya. Kepercayaan dirinya sebagai laki laki tampan tiba tiba merosot, tapi ia tidak akan membiarkannya. Dimas segera menegakkan tubuhnya dan melipat kedua tangannya di depan dada dengan angkuh, kedua matanya terpancar rasa sombong, ia tidak mau bule asing itu membuat dirinya tidak percaya diri. Dimas menatap Nadya dengan pandangan mengejek meskipun Nadya sekarang menunduk dan tidak melihat ke arahnya.
“Aku tidak menyangka ternyata kamu perempuan seperti itu,” kata Dimas menggelengkan kepalanya pura pura tidak percaya.
“Kamu sebenarnya cantik, coba deh kamu dandan sedikit aku pasti tidak akan memutuskanmu,” lanjut Dimas acuh tak acuh.
Dimas tidak melihat perubahan sorot kedua mata Nadya yang berubah marah karena Nadya menunduk. Nadya segera menurunkan pandangannya dari Ethan ke arah meja cafe ketika Dimas berbicara padanya, ia tidak mau melihat Dimas karena ia tidak mau marah marah dan meninju wajah Dimas sehingga menjadi tontonan semua orang. Nadya juga tidak mau Ethan melihat kedua matanya yang berubah marah. Ethan orang lain dan tidak perlu tahu apa yang terjadi di antara dirinya dan Dimas. Nadya bersyukur Ethan tidak mengerti ucapan Dimas.
Nadya tidak tahu kalau tangannya berubah dingin, namun Ethan dapat merasakannya karena tangan Nadya masih digenggamnya. Ethan kembali menatap ke arah Nadya dari laki laki itu. Ethan tidak tahu apa yang dipikirkan Nadya karena Nadya diam saja dan semakin menundukkan kepalanya. Sepertinya ia harus memberi peringatan pada laki laki itu. Ethan mendongak lagi ke arah laki laki itu.
“Looks like you’re keeping an eye on her, who are you?"
Ethan tidak membiarkan laki laki itu menjawab pertanyaannya sehingga dengan cepat ia berbicara lagi dan menutup mulut laki laki itu.
“Are you her father? Or her grandpa? I don’t think you are both, you are a stalker.”
“What! I’m not Stalker, I’m her ex boyfriend!” Seru Dimas marah, kedua matanya terlihat tidak mempercayai apa yang di dengarnya. Apakah ia setua itu? Dimas tiba tiba mengusap rambutnya dan membenarkan bajunya seakan merapikan diri. Untung saja Nadya tidak mengerti bahasa Inggris sehingga ia tidak perlu menanggung malu gara gara ucapan bule asing itu. Dimas melirik ke arah Nadya, Nadya masih menunduk. Tapi dari mana Nadya kenal bule itu, apakah sekarang Nadya sudah bisa bahasa Inggris.
“So what are you doing here, now you are nothing to her.”
“I still her friend, and we are good friend!” Kata Dimas sengaja menekankan kalimat terakhirnya.
Sebelum Ethan angkat bicara lagi ia merasakan tangan Nadya bergerak digenggamannya sehingga ia berpaling ke arah Nadya. Ia melihat wajah Nadya semakin merah dan kedua matanya terpejam seakan menahan tangisan yang akan keluar. Dengan cepat Ethan berdiri dan menarik tangan Nadya yang masih digenggamnya. Nadya terkejut ia mendongak melihat ke arah Ethan namun ia tidak berusaha menarik tangannya dari genggaman Ethan. Ethan keluar dari kursi dan mengambil bukunya di atas meja dengan tangannya yang bebas. Seolah tahu Nadya ikut berdiri dan keluar dari kursi. Sebelum Ethan mengajak Nadya pergi, ia berpaling sekali lagi ke arah laki laki itu.
“You…be carefull with your word, if you still bother her you will deal with me,” kata Ethan tegas, ia menarik tangan Nadya untuk ikut dengannya dan meninggalkan Dimas yang tercengang mendengar ucapannya.
Dimas tiba tiba berubah menjadi cemas ketika mendengar kalimat peringatan dari bule itu. Ia langsung pergi hampir saja berlari. Tentu saja ia menjadi cemas karena ia tidak mau dihajar bule itu, ia yakin akan kalah. Ia tidak mengira bule itu sangat tinggi karena tadi bule itu duduk dan tidak terlihat olehnya kalau bule itu sangat tinggi darinya. Ia jadi pendek di hadapannya ketika bule itu berdiri. Namun begitu ia masih bertanya tanya apakah mungkin bule itu mengerti bahasa Indonesia?
Ethan mengajak Nadya ke ruangan yang disediakan orang tua Panji untuk menyambutnya. Ruangan itu di tata sangat meriah seakan ada yang berulang tahun. Balon dan pita dipajang di mana - mana. Kata penyambutan dengan warna warni ditempel di dinding dengan kata “Welcome Our Beloved Ethan.” Meja yang penuh dengan berbagai jenis makanan, tidak terkecuali makanan dan minuman kesukaan Ethan dihidangkan oleh kedua orang tua Panji yang jago dalam membuat masakan. Tentu orang tua Panji tidak sendirian menata ruangan ini sehingga ruangan ini tertata dengan cepat. Setelah berada di dalam ruangan Ethan belum melepaskan genggamannya. Nadya mengerutkan keningnya terlihat bingung. Bagaimana ia harus bicara dengan Ethan untuk melepaskan tangannya sedangkan ia tidak bisa berbahasa Inggris. Seakan mendapatkan ide, Nadya sengaja menarik tangannya sehingga me
“Nadya?”“Halo Kak Panji.”Sebelum Panji bicara lagi tiba tiba pintu terbuka dan Mita menghambur masuk.“Nad, aku dengar dari………” Ucapan Mita terhenti ketika melihat sosok yang dikenalnya dan sangat dirindukannya.“Ethaaan!” Jerit Mita seraya berlari ke arah Ethan dan memeluk Ethan dengan erat.“Halo Mita.” Ethan membalas pelukan Mita.“Oh my God is that real you?” Tanya Mita setelah melepaskan pelukannya, ia masih belum mempercayai apa yang ia lihat.“Sure it’s me,” jawab Ethan sambil te
Kedua mata Ethan tidak bisa berpaling dari Nadya, ia tidak tahu kenapa seperti itu, namun entah mengapa dirinya selalu ingin melihat Nadya. Mungkinkah ia benar benar penasaran pada Nadya. Terus terang ia tidak dapat memungkiri dirinya sendiri ingin melihat lagi Nadya tanpa kacamata, dan bahkan ia ingin melihat Nadya dengan rambutnya yang terurai. Pikiran gila. Dalam hati Ethan berdecak tidak percaya apa yang ia pikirkan tentang Nadya, perempuan yang baru dikenalnya. Tiba tiba Panji angkat bicara sehingga Ethan memaksakan dirinya berpaling ke arah temannya. “Kalian sedang reunian?” Tanya Panji. “Iya.” “Lalu sedang apa kalian di sini?” Tanya Panji lagi. “Oh ya ampun!” Mita menepuk jidatnya. Karena sangat senangnya melihat Ethan, ia sampai lupa niatnya ke sini. “Tadi aku mau bilang Dimas melihatmu ke sini jadi aku mau memastikannya, aku pikir kamu ke toilet.” lanjut Mita kepada Nadya, kedua matanya bertanya tanya. Nadya tahu pertanyaan yang terpancar dar
Selama beberapa jam Nadya terus melamun sambil menatap keluar jendela. Kedua tangannya ditumpu di atas meja belajar untuk menyangga dagunya. Bahkan laptopnya belum disentuh sejak ia pulang dari reunian. Tidak seperti biasanya ia selalu tidak sabar untuk membuka laptop dan mulai menulis sampai kacamatanya miring dan ikatan rambutnya mengendur sehingga rambutnya banyak yang terlepas. Namun kali ini keinginan itu seolah menghilang bahkan ia membiarkan rambut panjangnya terurai, biasanya ia tidak suka rambutnya diurai karena membuat ia risih dan gerah, dan biasanya ia selalu memakai kacamata tapi kacamata itu kini masih di kamar mandi setelah tadi ia mandi dan menyimpan kacamata itu di sana. Nadya hanya ingin duduk mematung dan melamunkan apa yang tadi ia alami, dan apa yang ia rasakan. Rasa yang tiba tiba muncul setelah pintu ruangan itu tertutup dan Ethan tidak lagi terlihat. Nadya tahu dari Mita kalau Ethan berasal dari Australia. Ethan pasti sekarang sudah kembali ke A
Bersamaan dengan itu hp di tangan Nadya bergetar memberitahu kalau ada pesan baru yang masuk. Nadya melihat pesan itu. Nomer baru. ia tidak kenal nomer itu, ia membuka pesan itu dan melihat tulisannya.Hai Nadya Nadya langsung membalas pesan itu.Maaf ini siapa?Aku EthanNadya tercengang, jantungnya mulai berdegup kencang. Ia hanya menatap layar hp tanpa bergerak sama sekali. Tiba tiba hp itu berdering sehingga mengagetkan Nadya sekaligus menyadarkannya. Nadya segera menerima panggilan telepon dari Ethan.“Halo,” jawab Nadya pelan, dan terlalu pelan.“Kamu kenapa?”Sebelum menjawab Nadya berdehem untuk mengeraskan suaranya sedikit. “Tidak apa apa.”Lama tidak ada sahutan dari Ethan, Nadya menunggu sehingga jantungnya semakin berdegup kencang.“Simpan nomerku.”“Kamu pasti kena roaming.”“Aku mas
Sudah setengah hari Nadya masih berkutat dengan laptopnya sehingga kacamatanya sudah bergeser miring dan rambutnya yang dikuncir terlepas kemana mana. Ia berusaha mengejar ketinggalannya yang kemarin tanpa menulis sama sekali. Ia bahkan tidak sempat makan, hanya segelas latte dan keripik singkong untuk mengisi perutnya jika lapar. Ia juga tidak mendengar panggilan dan pesan yang masuk ke hpnya yang ditaruh di atas tempat tidur.Ketika bel rumahnya berbunyi beberapa kali barulah ia mendongak dari laptop dan berpaling seraya mendengarkan bel rumahnya berbunyi lagi apa tidak. Bel itu berbunyi lagi Nadya membetulkan kacamatanya lalu berdiri untuk membukakan pintu. “Mita.” Nadya melihat Mita berdiri di depan pintu rumahnya tampak agak kesal. Kedua tangannya dilipat di depan dada. Seperti biasa Mita selalu tampil cantik dengan gayanya yang modis. Rambutnya yang pendek dan di cat coklat terurai indah di atas bahunya. Jaket kulit warna biru telur asin menutupi kaos be
“Laki laki itu Ethan,” ujar Mita, sorot matanya memancar bahagia.Seolah ada yang menghantam hatinya, Nadya segera berpaling tidak mau Mita melihat ekspresi wajahnya yang berubah dan kedua matanya yang memancar rasa sedih. Nadya tahu ia harus berhenti untuk mencintai Ethan. Oh yah ia tahu kalau ia mencintai Ethan, tadi malam ia sudah menyadarinya dan tadi pagi ketika bangun wajah Ethan tidak pernah lepas dari benaknya. Nadya juga tidak mau memaksakan keinginannya untuk tetap mencintai Ethan dan bersaing dengan temannya. Tidak. Ia harus mundur. Mita sudah mencintai Ethan sejak lama, tidak mungkin ia menerobos masuk tanpa tedeng aling aling di antara mereka. Lagipula Nadya juga tidak mengenal Ethan dan ia sudah mengalami hubungan yang pahit. Ia tidak mau mengalaminya lagi. Tentu ia juga ingat dengan janjinya sendiri. Dengan tekad kuat ia sudah memutuskan untuk mendukung Mita. Sebelum berpaling lagi ke arah Mita yang sedang berseri seri bahagia Nadya memejamkan mata se
“Ethan.”Ethan mendongak dari dokumen pengadaan promosi yang sedang dibacanya dan sedang ia timbang untuk menyetujuinya atau tidak, mata birunya terlihat tidak suka karena diganggu pada saat ia sedang bekerja. Namun tiba tiba mata biru itu berubah kaget dengan apa yang dilihatnya.“Adel, sedang apa kamu di sini?” Tanya Ethan dalam bahasa Inggris.Adelaide Grace berdiri sambil menyandar pada daun pintu dengan santai seakan ia sudah lama berdiri di situ dan hanya memperhatikan Ethan. Bak model berjalan di atas catwalk Adel masuk ke kantor Ethan seraya melayangkan pandangannya ke ruangan itu. Kantor Ethan sangat luas temboknya terbuat dari kaca sehingga pemandangan pantai yang indah terlihat jelas. Seketika ia menyukai ruangan kerja Ethan di Bali.Adel memakai blouse merah panjang sampai ke bawah lutut tanpa lengan dan ditutupi syal putih mengelilingi bahunya. Rambut pirangnya yang berponi terurai sampai ke punggungnya terbawa angin sep