Nadya sudah berjanji pada dirinya sendiri tidak akan jatuh cinta pada laki laki dengan mudah. Namun ketika bertemu dengan Ethan hatinya mulai melemah. Apakah Nadya akan melanggar janjinya sendiri? Ethan tidak tertarik dengan pesona setiap perempuan yang mengejarnya karena yang menarik perhatiannya hanyalah bukunya sendiri. Tapi ada seorang perempuan yang berhasil menarik perhatiannya bahkan perempuan itu membutuhkan perlindungannya. Apakah kali ini ia sudah berubah? Mungkinkah mereka berdua terjebak dengan kata kata mereka sendiri.
View MoreSetahun yang lalu
Sabtu malam Nadya bersiap untuk menonton di bioskop dengan Dimas, pacarnya yang sudah berjalan satu tahun. Nadya sudah mengenal Dimas sejak menjadi penulis komik, mereka menjadi teman kerja di perusahaan komik lebih dari dua tahun. Rasa cinta timbul di hati Nadya selama bekerja menjadi komikus bersama Dimas. Mengapa tidak, sebagai komikus Dimas memiliki wajah tampan dan hampir semua perempuan di perusahaan komik tertarik kepada Dimas. Selain itu Dimas sangat berbakat dalam membuat cerita komik dan komik hasil karyanya selalu laris dibaca oleh pencinta komik.
Nadya keluar dari rumahnya sambil mengirim pesan kepada Dimas kalau ia sudah berangkat. Nadya berdiri di depan pekarangan rumahnya menunggu ojek online yang dipesannya datang. Malam ini Dimas tidak bisa menjemput Nadya karena Dimas masih sibuk dengan pekerjaannya, itu yang dikatakan Dimas kepada Nadya. Nadya tentu saja mengerti, penulis komik bukan hanya menulis saja tetapi harus menggambarnya juga. Berbeda dengan dirinya, ia sudah menyelesaikan komiknya untuk satu minggu sehingga ia bisa bebas untuk bepergian.
Ojek online itu tiba dan Nadya naik sambil tersenyum. Malam ini Nadya akan menonton film yang sedang booming, Nadya memesan dua tiket dan Dimas yang membayar makan malam mereka. Selalu seperti itu jika mereka berkencan.
Beberapa menit berlalu Nadya tiba di bioskop. Belum saja ia turun dari motor ojek online, ia melihat Dimas berjalan dengan seorang perempuan cantik menuju gedung bioskop, mereka terlihat senang. Jantung Nadya tiba tiba berdetak cepat, ia pasti salah lihat, ia segera turun dan membayar ojek online, lalu ia berlari dengan kencang menyusul laki laki yang terlihat seperti Dimas. Tidak mungkin itu Dimas, Dimas masih di kantor. Pikir Nadya mengingatkan dirinya. Sambil berlari Nadya mengambil hp untuk melihat pesannya sudah dibaca Dimas atau belum.
Pandangannya bergantian melihat hp dan ke arah depan. Pesannya sudah dibaca Dimas, terlihat centang biru di pesannya, tapi Dimas tidak membalasnya. Pikiran buruk menghampiri Nadya, namun Nadya segera menepisnya. Mungkin saja Dimas belum sempat membalas pesannya, ia harus berpikiran positif. Nadya berhenti berlari dan berjalan dengan cepat. Ia harus memastikan apa yang ia lihat itu adalah salah.
Nadya berhasil menyusul mereka, ia melihat laki laki itu merangkul perempuan di sebelahnya dengan mesra, perempuan itu membalas dengan mengaitkan kedua tangannya di pinggang laki laki itu. Nadya berhenti dan menelepon Dimas. Jika laki laki yang mirip Dimas itu mengangkat teleponnya maka benar laki laki itu Dimas. Pikir Nadya. Dalam hati ia berharap laki laki itu bukan Dimas.
Tiba tiba laki laki itu berhenti dan mengambil hp di kantongnya, ia melihat siapa yang meneleponnya, tidak berapa lama ia langsung menolak panggilan itu, ia berpaling sambil tersenyum ke arah perempuan di sampingnya yang bertanya siapa yang menelepon.
Seolah ada yang menampar Nadya, ia menyadari kalau laki laki itu memang benar Dimas. Tiba tiba amarah menguasai dirinya, dan rasa sakit yang juga menghampiri hatinya. Tanpa pikir panjang ia menghampiri Dimas dan perempuan itu.
“Dimas!” Seru Nadya sedikit keras, ia tidak perduli jika semua orang melihatnya.
Dimas berpaling ke arah Nadya begitu juga dengan perempuan itu.
“Nadya.” Kata Dimas acuh tak acuh, tidak ada rasa khawatir yang tampak dari raut muka Dimas.
“Apa maksud semua ini?” Tuntut Nadya.
“Aku rasa kamu bisa melihatnya tanpa aku jelaskan.”
“Apa maksudmu?”
“Sudah jelas kan.”
Hati Nadya semakin sakit karena Dimas sengaja tidak menjelaskan apa apa.
“Siapa dia?” Tanya perempuan di samping Dimas.
“Teman.”
“Aku bukan temannya tapi pacarnya.” Jelas Nadya.
Perempuan itu melirik ke arah Nadya tanpa mengatakan apapun namun tatapan kedua matanya terlihat jelas seakan ia mengatakan yang benar saja kamu pacarnya.
“Kita hanya teman, Nad.”
“Kamu gila yah.”
“Yang gila adalah kamu Nad, tidak mungkin kan kamu pacarku berdandan saja kamu tidak mau, lihatlah dirimu apa kamu tidak pernah bercermin?” Dimas mengabaikan amarah yang terpancar dari kedua mata Nadya, sebaliknya ia menilai penampilan Nadya yang tanpa berdandan. “Perempuan itu harus dandan.” Tambahnya sambil menyeringai.
Seolah ada batu yang menghantam dada Nadya, ia merasakan sakit disekujur tubuhnya, namun ia menahannya. Tanpa pikir panjang Nadya mengambil minuman yang berada di atas meja di samping ia berdiri, entah minuman siapa itu Nadya tidak tahu yang pasti ia ingin membukam mulut Dimas dengan menumpahkan air itu ke wajah Dimas.
“Brengsek!” Gumam Nadya marah, tangan Nadya memegang gelas itu dengan erat.
Mita terkejut, ia tidak menyangka Adel akan berkata seperti itu, kata-kata yang ia inginkan dari Adel, namun itu beberapa jam yang lalu, tidak setelah ia mengetahui ketulusan hati Adel. Adel sungguh berubah."Apa yang kamu katakan!" Seru Mita, ia bergerak sehingga berdiri tepat di depan Adel.Adel melirik ke arah Mita namun ia sudah tidak ada tenaga untuk mengulangi ucapannya, ia hanya terdiam dengan sayu membiarkan Mita membombardir dirinya dengan kata-kata kasar, ia hanya pasrah.Mita melihat Adel begitu rapuh, dan itu karena perbuatannya. Mita berdecak dalam hati."Ok, sejam yang lalu aku sungguh membencimu, aku ingin kamu merasakan apa yang Nadya rasakan, aku juga tidak mau punya Kakak ipar seperti dirimu, namun aku bukan orang jahat." Mita berhenti melihat kedua bola mata Adel membesar ketika mendengar Kakak ipar dari ucapannya. Mita lalu duduk di samping Adel seraya meraih kedua tangan Adel yang terasa dingin, ia tahu apa yang dipikirkan Adel."Itu benar, aku belum menerimamu se
Adel terjatuh di atas lantai rumahnya. Pandangannya tidak fokus. Baik Mita maupun Nadya terkejut. Nadya segera memegang pundak Adel. Namun Mita hanya terdiam, ia tidak percaya Adel begitu shock mendengar ucapannya. Kali ini ia menyadari sesuatu, namun sikap keras kepalanya berusaha tidak menerima perasaan yang tiba tiba muncul. Air mata turun ke pipi Adel. Apakah semua orang sudah tidak percaya padanya. Ayah ibunya, dan sekarang Mita. Apa begitu jahatnya ia selama ini. Sungguh ia hanya ingin bahagia. Ia memang salah dengan melakukan segala cara untuk mendapatkan apa yang ia inginkan sehingga terkadang ia tidak memikirkan perasaan orang lain. "Mita, aku tidak pantas untuk Panji." Adel menghapus air matanya seraya berpaling ketika pelayannya datang membawa minuman dan makanan untuk Mita dan Nadya, namun ia masih duduk di lantai. Sungguh lututnya terasa lemas, ia tidak mampu berdiri. Pelayannya sekilas melirik Adel sebelum meletakkan minuman dan makanan itu di atas meja, tampak kelihat
Mita menghentikan mobilnya ketika mobil Panji masuk ke sebuah gerbang tinggi, tampak terlihat rumah Adel yang besar dan mewah. Ada beberapa pohon di depannya. Mita dan Nadya menunggu Panji keluar. Entah sampai jam berapa Panji di rumah Adel. Mita dan Nadya tidak mengobrol sepatah kata pun, bahkan tatapan Mita tidak berkedip melihat ke arah gerbang rumah Adel. Namun Nadya berusaha mengajak Mita untuk mengobrol, dari pada hanya berdiam diri sambil mengawasi pagar rumah Adel. Mita akhirnya mau mengobrol, ia terlihat santai. Mereka menertawakan perut mereka yang bersamaan berbunyi keroncongan. Saat keluar tadi mereka belum sarapan bahkan mengunyah sebuah makanan saja tidak. Hampir satu jam mereka mengobrol, tiba tiba pagar Adel terbuka, mobil Panji keluar dengan mulus dan menuju arah yang tadi dilaluinya sehingga melewati mobil yang dinaiki Mita dan Nadya. Kedua mata Mita langsung sigap, ia segera menghidupkan mobil dan dengan cepat menuju pagar yang masih terbuka itu. Mita berniat untuk
Mita berpacu dengan kecepatan tinggi, ia melewati gerbang tinggi lalu belok dengan mulus ke arah jalan tanpa menghentikan kecepatannya. Nadya berpaling ke belakang. Gerbang tinggi rumah Ethan menutup secara otomatis. Dalam hati ia tahu ia mengingkari janjinya untuk kembali sebelum pelayan rumah Ethan datang ke kamarnya. Nadya berpaling ke arah Mita. Mita belum mengatakan sepatah katapun, ia tidak sabar ingin tahu apa yang terjadi."Apakah Ethan tahu?" tanya Nadya mengabaikan ucapan Mita tadi."Tidak," jawab Mita singkat, pandangannya tetap lurus ke depan. Dari kejauhan Mita melihat mobil yang dikendarai Kakaknya, ia segera mengurangi kecepatannya."Tapi Ethan tahu kemana Kakakku pergi."Nadya tampak terkejut, ia penasaran apa yang sebenarnya terjadi. Namun sebelum ia bertanya, Mita lebih dulu bertanya padanya."Apa yang kamu lakukan di luar pagi pagi, Nad?" Nadya tidak langsung menjawab, ia tahu Mita pasti menanyakan soal itu, namun ia akan terus terang. Nadya berpaling ke arah jalan
Nadya terbangun jam 5 pagi, tenggorokkannya terasa kering. Ia terbatuk seraya membuka bedcover dan melangkah ke arah sofa. Ia duduk di atas sofa lalu menuangkan air mineral ke dalam gelas berkaki, bekas tadi malam ia minum bersama Ethan. Air mineral itu sangat segar melewati tenggorokkannya. Nadya meneguk air itu hingga habis, kedua matanya melirik ke arah kaca lebar yang menuju balkon. Kaca itu tidak ditutup gorden karena terbuat dari kaca riben hingga suasana malam tampak terlihat jelas dari dalam. Ethan yang memberitahu bahwa semua kaca di sini tidak memakai gorden ketika Nadya akan menutup jendela. Jam segini di Brisbane masih gelap, sama seperti di Indonesia. Waktu di Brisbane sama seperti waktu di Indonesia. Nadya tahu karena melihat jam ketika di pesawat, dan jam di samping tempat tidurnya. Nadya menaruh gelas itu kembali di atas meja, ia melihat gelas Ethan di sana. Di atas meja itu masih ada gelas Ethan dan gelasnya, juga teko bening berisi air yang sengaja ditaruh untuk keb
Nadya sudah tahu arti kata itu, jadi ia menuntut jawaban dari Ethan, tapi mungkin saja Ethan tidak tahu kalau ia sudah bisa berbahasa Inggris. Ethan menatap Nadya, seperti ketika di bandara, Ethan ingin bertanya apakah Nadya sudah bisa bahasa Inggris."Kamu mengerti ucapanku?" "Iya." Ethan terdiam seraya menatap Nadya lagi. Setahunya, kata itu belum ia berikan pada Nadya. Apa mungkin Nadya belajar sendiri. Seperti tadi di bandara, ia sengaja berbicara bahasa Inggris dengan Panji, dan Nadya seolah mengerti apa yang ia dan Panji ucapkan."Apakah ayahmu ada di sini?" tanya Nadya tiba tiba, kedua matanya terbuka lebar. Rasa gugup mulai menghampirinya, ia menengok ke kanan dan ke kiri, bahkan ke seluruh ruangan itu untuk mencari keberadaan ayah Ethan."Aku harus bersiap diri menyambut kedatangan Mr. Darren Sullivan," kata Mr. Darren menyebut namanya sendiri. Ia berdiri dan pura pura merapikan diri.Ethan mengerling ke arah ayahnya, ia menggeleng melihat ayahnya yang masih memainkan drama
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments