Ethan mengajak Nadya ke ruangan yang disediakan orang tua Panji untuk menyambutnya. Ruangan itu di tata sangat meriah seakan ada yang berulang tahun. Balon dan pita dipajang di mana - mana. Kata penyambutan dengan warna warni ditempel di dinding dengan kata “Welcome Our Beloved Ethan.”
Meja yang penuh dengan berbagai jenis makanan, tidak terkecuali makanan dan minuman kesukaan Ethan dihidangkan oleh kedua orang tua Panji yang jago dalam membuat masakan. Tentu orang tua Panji tidak sendirian menata ruangan ini sehingga ruangan ini tertata dengan cepat.
Setelah berada di dalam ruangan Ethan belum melepaskan genggamannya. Nadya mengerutkan keningnya terlihat bingung. Bagaimana ia harus bicara dengan Ethan untuk melepaskan tangannya sedangkan ia tidak bisa berbahasa Inggris. Seakan mendapatkan ide, Nadya sengaja menarik tangannya sehingga membuat Ethan berhenti dan berpaling ke arahnya.
“Lepaskan tanganku Etan,” ucap Nadya berharap Ethan mengerti maksudnya, ia masih menarik tangannya.
“Memangnya aku setan, pengucapanmu salah memanggil namaku,” kata Ethan seraya melepaskan genggamannya. Ia mengangkat sebelah alisnya seolah memberitahu Nadya kalau ia sebenarnya bisa berbahasa Indonesia.
Nadya melongo tidak percaya. “Kamu bisa bahasa Indonesia?”
“Iya.” Ethan mengangguk. “Aku sangat tampan dan nilai bahasa Inggrismu 3.” Ethan tersenyum geli, mengingat kata kata yang tadi diucapkan Nadya kepadanya.
Wajah Nadya berubah merah karena malu, ia lalu berdehem.
”Lupakan ucapanku Etan, aku tidak tahu kamu bisa bahasa Indonesia.”
“Aku bilang jangan panggil aku seperti itu, pengucapanmu salah.”
“Tapi tadi yang muncul di terjemahan tulisannya seperti itu.”
“Itu tulisannya tapi pengucapannya bukan begitu.”
“Tidak mungkin, coba kita buktikan.”
Nadya tidak percaya karena yang ia lihat tadi tidak salah. Ia mengeluarkan hp dan mencari terjemahan bahasa Inggris lalu ia menekan rekaman suara yang tadi ditulis Ethan. Suara rekaman itu langsung berbunyi mengikuti tulisan Ethan yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
“Benarkan.” Nadya mengangguk merasa dirinya benar dalam pengucapan setelah mendengar rekaman suara itu.
Ethan menghela napas sabar, ia mengambil hp Nadya.
“Kamu salah yang harus kamu dengarkan rekaman suara bahasa Inggrisnya bukan bahasa Indonesia.” Ethan menekan rekaman suara yang tadi ditulisnya dalam bahasa Inggris. Suara rekaman itu berbunyi lagi mengikuti tulisan Ethan.
Nadya mendengarkan dengan seksama dan seketika warna merah memenuhi wajahnya lagi. Nadya segera menunduk dan memejamkan matanya karena malu. Ya ampun Nad, bodoh sekali kamu. Katanya dalam hati. Ethan pasti menertawainya. Baru saja kenal tapi ia sudah membuat malu dua kali. Nadya membuka matanya untuk melihat apakah Ethan menertawainya. Namun Ethan tidak menertawainya, sebaliknya Ethan menatap ke arah Nadya dengan serius tapi Nadya tidak bisa melihat matanya karena Ethan masih memakai kacamata hitam.
“Kalau mau menangis lakukan saja,” kata Ethan tiba tiba sehingga membuat Nadya tercengang. Ethan salah memahami ekspresi Nadya disangkanya ia mau menangis.
“Aku tidak mau menangis.”
“Aku mengajak kamu kesini karena tadi aku melihat mukamu merah dan matamu terpejam seperti yang baru saja kamu lakukan, tidak usah ditahan menangis saja.” Bujuk Ethan agar Nadya percaya kepadanya kalau ia mengerti.
“Tadi aku bukan mau menangis tapi menahan amarah karena aku tidak mengerti apa yang kalian bicarakan.” Dan barusan aku menahan malu tapi tidak mungkin Nadya mengatakannya karena itu memalukan.
Seulas senyum tersungging di bibir Ethan menahan tawa. Ia tidak menyangka Nadya tadi marah gara gara tidak mengerti pembicaraan antara ia dan mantan pacarnya, dan bukan menangis karena ucapan mantannya. Apakah barusan juga Nadya marah karena tahu ia salah dalam pengucapan namanya atau…menangis? Ekspresi Nadya tidak bisa terbaca kalau sedang begitu.
“Seandainya nilaiku 5 pasti aku bisa bahasa Inggris,” kata Nadya tiba - tiba seraya berpaling, suaranya sangat pelan agar tidak terdengar oleh Ethan.
Namun Ethan tetap mendengarnya sehingga ia tidak tahan lagi dan meledak tertawa karena nilai 5 masih kecil untuk pelajaran bahasa Inggris. Mendengar Ethan tertawa lepas Nadya segera berpaling lagi ke arahnya. Wajah Nadya kembali merah karena malu. Ethan pasti mendengar ocehannya. Nadya menghela napas. Ya ampun Nad, tiga kali kamu membuat malu. Kata Nadya dalam hati.
“Wow siapa yang membuat Ethan tertawa seperti itu pasti orang hebat.”
Panji masuk dari ruangan lain tampak penasaran siapa yang membuat temannya tertawa. Sejak ia mengenal Ethan, ia tidak pernah mendengar Ethan tertawa seperti itu. Tiba tiba Panji berhenti melangkah, ia terkejut dengan apa yang dilihatnya.
“Nadya?”“Halo Kak Panji.”Sebelum Panji bicara lagi tiba tiba pintu terbuka dan Mita menghambur masuk.“Nad, aku dengar dari………” Ucapan Mita terhenti ketika melihat sosok yang dikenalnya dan sangat dirindukannya.“Ethaaan!” Jerit Mita seraya berlari ke arah Ethan dan memeluk Ethan dengan erat.“Halo Mita.” Ethan membalas pelukan Mita.“Oh my God is that real you?” Tanya Mita setelah melepaskan pelukannya, ia masih belum mempercayai apa yang ia lihat.“Sure it’s me,” jawab Ethan sambil te
Kedua mata Ethan tidak bisa berpaling dari Nadya, ia tidak tahu kenapa seperti itu, namun entah mengapa dirinya selalu ingin melihat Nadya. Mungkinkah ia benar benar penasaran pada Nadya. Terus terang ia tidak dapat memungkiri dirinya sendiri ingin melihat lagi Nadya tanpa kacamata, dan bahkan ia ingin melihat Nadya dengan rambutnya yang terurai. Pikiran gila. Dalam hati Ethan berdecak tidak percaya apa yang ia pikirkan tentang Nadya, perempuan yang baru dikenalnya. Tiba tiba Panji angkat bicara sehingga Ethan memaksakan dirinya berpaling ke arah temannya. “Kalian sedang reunian?” Tanya Panji. “Iya.” “Lalu sedang apa kalian di sini?” Tanya Panji lagi. “Oh ya ampun!” Mita menepuk jidatnya. Karena sangat senangnya melihat Ethan, ia sampai lupa niatnya ke sini. “Tadi aku mau bilang Dimas melihatmu ke sini jadi aku mau memastikannya, aku pikir kamu ke toilet.” lanjut Mita kepada Nadya, kedua matanya bertanya tanya. Nadya tahu pertanyaan yang terpancar dar
Selama beberapa jam Nadya terus melamun sambil menatap keluar jendela. Kedua tangannya ditumpu di atas meja belajar untuk menyangga dagunya. Bahkan laptopnya belum disentuh sejak ia pulang dari reunian. Tidak seperti biasanya ia selalu tidak sabar untuk membuka laptop dan mulai menulis sampai kacamatanya miring dan ikatan rambutnya mengendur sehingga rambutnya banyak yang terlepas. Namun kali ini keinginan itu seolah menghilang bahkan ia membiarkan rambut panjangnya terurai, biasanya ia tidak suka rambutnya diurai karena membuat ia risih dan gerah, dan biasanya ia selalu memakai kacamata tapi kacamata itu kini masih di kamar mandi setelah tadi ia mandi dan menyimpan kacamata itu di sana. Nadya hanya ingin duduk mematung dan melamunkan apa yang tadi ia alami, dan apa yang ia rasakan. Rasa yang tiba tiba muncul setelah pintu ruangan itu tertutup dan Ethan tidak lagi terlihat. Nadya tahu dari Mita kalau Ethan berasal dari Australia. Ethan pasti sekarang sudah kembali ke A
Bersamaan dengan itu hp di tangan Nadya bergetar memberitahu kalau ada pesan baru yang masuk. Nadya melihat pesan itu. Nomer baru. ia tidak kenal nomer itu, ia membuka pesan itu dan melihat tulisannya.Hai Nadya Nadya langsung membalas pesan itu.Maaf ini siapa?Aku EthanNadya tercengang, jantungnya mulai berdegup kencang. Ia hanya menatap layar hp tanpa bergerak sama sekali. Tiba tiba hp itu berdering sehingga mengagetkan Nadya sekaligus menyadarkannya. Nadya segera menerima panggilan telepon dari Ethan.“Halo,” jawab Nadya pelan, dan terlalu pelan.“Kamu kenapa?”Sebelum menjawab Nadya berdehem untuk mengeraskan suaranya sedikit. “Tidak apa apa.”Lama tidak ada sahutan dari Ethan, Nadya menunggu sehingga jantungnya semakin berdegup kencang.“Simpan nomerku.”“Kamu pasti kena roaming.”“Aku mas
Sudah setengah hari Nadya masih berkutat dengan laptopnya sehingga kacamatanya sudah bergeser miring dan rambutnya yang dikuncir terlepas kemana mana. Ia berusaha mengejar ketinggalannya yang kemarin tanpa menulis sama sekali. Ia bahkan tidak sempat makan, hanya segelas latte dan keripik singkong untuk mengisi perutnya jika lapar. Ia juga tidak mendengar panggilan dan pesan yang masuk ke hpnya yang ditaruh di atas tempat tidur.Ketika bel rumahnya berbunyi beberapa kali barulah ia mendongak dari laptop dan berpaling seraya mendengarkan bel rumahnya berbunyi lagi apa tidak. Bel itu berbunyi lagi Nadya membetulkan kacamatanya lalu berdiri untuk membukakan pintu. “Mita.” Nadya melihat Mita berdiri di depan pintu rumahnya tampak agak kesal. Kedua tangannya dilipat di depan dada. Seperti biasa Mita selalu tampil cantik dengan gayanya yang modis. Rambutnya yang pendek dan di cat coklat terurai indah di atas bahunya. Jaket kulit warna biru telur asin menutupi kaos be
“Laki laki itu Ethan,” ujar Mita, sorot matanya memancar bahagia.Seolah ada yang menghantam hatinya, Nadya segera berpaling tidak mau Mita melihat ekspresi wajahnya yang berubah dan kedua matanya yang memancar rasa sedih. Nadya tahu ia harus berhenti untuk mencintai Ethan. Oh yah ia tahu kalau ia mencintai Ethan, tadi malam ia sudah menyadarinya dan tadi pagi ketika bangun wajah Ethan tidak pernah lepas dari benaknya. Nadya juga tidak mau memaksakan keinginannya untuk tetap mencintai Ethan dan bersaing dengan temannya. Tidak. Ia harus mundur. Mita sudah mencintai Ethan sejak lama, tidak mungkin ia menerobos masuk tanpa tedeng aling aling di antara mereka. Lagipula Nadya juga tidak mengenal Ethan dan ia sudah mengalami hubungan yang pahit. Ia tidak mau mengalaminya lagi. Tentu ia juga ingat dengan janjinya sendiri. Dengan tekad kuat ia sudah memutuskan untuk mendukung Mita. Sebelum berpaling lagi ke arah Mita yang sedang berseri seri bahagia Nadya memejamkan mata se
“Ethan.”Ethan mendongak dari dokumen pengadaan promosi yang sedang dibacanya dan sedang ia timbang untuk menyetujuinya atau tidak, mata birunya terlihat tidak suka karena diganggu pada saat ia sedang bekerja. Namun tiba tiba mata biru itu berubah kaget dengan apa yang dilihatnya.“Adel, sedang apa kamu di sini?” Tanya Ethan dalam bahasa Inggris.Adelaide Grace berdiri sambil menyandar pada daun pintu dengan santai seakan ia sudah lama berdiri di situ dan hanya memperhatikan Ethan. Bak model berjalan di atas catwalk Adel masuk ke kantor Ethan seraya melayangkan pandangannya ke ruangan itu. Kantor Ethan sangat luas temboknya terbuat dari kaca sehingga pemandangan pantai yang indah terlihat jelas. Seketika ia menyukai ruangan kerja Ethan di Bali.Adel memakai blouse merah panjang sampai ke bawah lutut tanpa lengan dan ditutupi syal putih mengelilingi bahunya. Rambut pirangnya yang berponi terurai sampai ke punggungnya terbawa angin sep
Sudah seminggu lewat novel yang digarap Nadya akhirnya selesai. Kini Nadya terduduk sambil menatap ke arah laptopnya dengan mata menyalang. Dari sejak kemarin ia belum menemukan inspirasi untuk membuat novel baru yang akan dikirimkan ke kontes novel di kantor Ethan di Australia. Otaknya seakan tumpul. Ia tidak dapat berpikir jernih karena pikirannya bercabang cabang. Dua hari lalu kedua orang tuanya menelepon dan menyuruhnya untuk menyusul ke Surabaya jika novelnya sudah selesai karena mereka akan pulang ke Jakarta setelah tahun baru yang tadinya sebelum tahun baru. Semua temannya sudah menemukan judul novel dan sekarang sedang menggarapnya. Tentu saja Mita, Riana dan Bagas dari awal sudah menggarap novel mereka masing masing, mereka tinggal meneruskannya. Belum pikiran tentang Ethan. Sejak dari telepon itu Ethan tidak meneleponnya lagi dan Nadya tidak tahu kabar Ethan sehingga pikiran buruk hinggap di benaknya. Apakah mungkin Ethan memang menyukai Mita dan ia meneleponnya hanya un