"Jadi?" tanya Cheryl bersandar di motor the one.
"Siap menjalani kisah kita?" tanya cowok itu. Cheryl mengangguk. Apa salahnya mencoba. Ia akan mencoba lelaki ini dalam hidupnya, walau tahu ujungnya akan kecewa.
"Mau jalan-jalan?" tanya the one. Cheryl mengangguk. Cheryl melihat ke ujung ada Mawar yang berdiri disana, gadis itu mengode pada Mawar menyuruh pulang, ia akan melaksanakan kencan hari ini.
"Eh tapi, gimana praktik abang?"
"Gampang." Cheryl mengangguk. The one menghidupkan motornya, Cheryl yang kepayahan memakai dress menyesal salah memilih kostum, harusnya ia memakai celana.
Gadis itu berusaha menutup dress dari tiupan angin, motor itu melaju membelah jalanan, Cheryl tak tahu, kemana the one membawanya pergi. Sebenarnya ingin memeluk, tapi rasa ragu kembali muncul. Akhirnya Cheryl hanya memegang ujung jaket the one, sambil menghirup aroma maskulin. Bau khas cowok yang membuat si
"Em..." guman Cheryl norak. Gadis itu sedang makan roti lapis dengan berbagai campuran. Dan memang rasanya sangat enak atau Cheryl yang sedang kelaparan, ekpresi Cheryl menunjukan keduanya, kelaparan dan juga menikmati makanan saking enaknya.Kencan lagi.Sudah berapa kali, Cheryl dan the one kencan. Semenjak hari itu, hidup keduanya tak lagi sepi, apalagi the one yang selalu mengajak Cheryl berkeliling dan menjelajahi seluruh pelosok daerah. Mereka akan pergi ketika Cheryl selesai kuliah atau the one yang sudah pulang dari praktiknya.Cheryl sedang duduk di bangku kayu dengan meja bulat besar yang menjadi pemisah dirinya dan the one. Mereka berada di bawah naungan payung besar berwarna pelangi. Cheryl sedang makan roti dan the one hanya minum capucino panas cangkir kecil, sambil menghisap rokok. Jujur, Cheryl benci orang merokok, mencium bau rokok saja, gadis itu sudah pusing—berhubung the one selalu membuatnya baha
Cheryl menyeka ingusnya. Entah sudah berapa banyak tisu yang habis, bahkan bajunya menjadi sasaran. Untuk ia mengeluarkan lendir bening tersebut, dan juga bantalnya sampai bercorak karena bekas air matanya.Cheryl akhirnya bangun dan memungut kembali diary usang yang ia lempari. Sakit! Cheryl merasa dipermainkan, dan hatinya dijadikan lelucon oleh semua orang. Apa ia terlihat begitu menyedihkan, hingga Juna harus berpura-pura seperti itu?"Meredith..." lirih Cheryl memeluk diary. Tak ada yang benar-benar mengerti dirinya kecuali Meredith. Bahkan ia tak mengerti dengan dirinya sendiri."Sumpah jahat!" Cheryl masih tergugu, sambil menggeleng. Masih tak percaya, semua hal ini terjadi padanya. Jahat! Hanya itu yang bisa ia lakukan. Yang ia butuhkan sekarang hanya menangis, dan menumpahkan apa yang ia rasakan. Saat pengakuan teman-temannya, Cheryl hanya menganga dan berdiri.Air yang masih belum ia sentuh Chery
Kebencian itu membunuh!Dan ini jelas. Kebencian telah melumpuhkan seluruh sendi-sendi Cheryl. Gadis itu merasa dunianya berhenti sekarang. Terpuruk lagi untuk kesekian kalianya. Biasanya, Cheryl bisa mentolerir rasa sakit, tapi kali ini tak ada lagi penawarnya. Cheryl benci semua orang! Bahkan, dirinya sendiri ia benci. Gadis itu hanya mampu menangis, entah sudah berapa liter air mata mengalir.Cheryl terisak, tertawa, dan menangis lagi. Kata-kata Mawar merasuk hingga relung hatinya, tak bersisa. Hingga tak ada celah, agar ia bisa menyaring mana yang fakta, dan mana yang ujaran kebencian. Bagi Cheryl perkataan Mawar sangat pantas untuk dirinya. Ia anak jalang! Walau bagi Cheryl maminya bukan jalang, artinya Cheryl anak haram, yang kotor, penuh dosa. Ia terlahir dalam keadaan kotor, dan akan selalu begitu.Cheryl menarik napas begitu panjang. Sekarang sudah malam, ia enggan untuk makan, mandi, bahkan menghidupkan lampu kam
"Anak jalang, akan tetap jadi jalang!" ucapan Mawar terus tergiang-ngiang di kepala Cheryl, seperti kaset rusak. Dan terus menganggunya.Dan disini Cheryl sekarang, berdiri kaku seperti orang bodoh, dengan pakaian yang begitu minim, di atas paha. Mawar bukan lagi sahabatnya, tapi seorang musuh yang ingin menjatuhkan Cheryl.Cheryl memakai rok yang sangat pendek begitu ketat, jika gadis itu menunduk, maka akan kelihat isi dalamnya. Dan di depannya ada Juna. Sebenarnya, Cheryl tak ingin melakukan ini semua, tapi karena Mawar mengancamnya, akhirnya ia mengalahn. Jujur, setelah kejadian akhir-akhir ini, Cheryl tak lagi memikirkan nasib percintannya, apalagi Juna. Bisa dibilang, Cheryl mati rasa.Cheryl memandangi Juna yang duduk, sambil memegang minuman isotonik."H-hai." sapa Cheryl gugup, sambil memainkan jarinya. Juna menatap Cheryl, laki-laki itu bangun, membuka jaketnya dan memakaikan di paha Cheryl yang
Cheryl tetaplah Cheryl. Keras kepala. Walau Delisha mati-matian menahan Cheryl agar jangan dekat dengan Juna, gadis itu tetap pada pendiriannya. Cheryl tak terlalu mengharap Juna jadi kekasihnya. Dekat dengan Juna dan lelaki itu tersenyum padanya setiap saat tanpa ada unsur paksaan menjadi satu anugerah terindah buat Cheryl.Jika memang Juna tidak bisa lebih dari seorang teman, Cheryl tidak mempermasalahkan hal itu. Jika pertemanan mereka sekarang membuat keduanya sama-sama nyaman. Juna legowo, begitu juga Cheryl. Cheryl merasa masih terlalu muda untuk merasa putus asa dengan kisah cintanya. Akan ada pangeran berkuda putih sesungguhnya, bukan pangeran berkuda poni yang Cheryl khayalkan. Asal, Cheryl dan Juna berteman semuanya sudah cukup.Semenjak dekat, Cheryl jadi mengetahui sifat asli Juna. Lelaki itu sangat lembut, dan begitu menghormati wanita. Gambaran lelaki sempurna yang diimpikan Cheryl, apa mau dikata hati Juna tak bisa dipaksa.
"Jadi abang tahu ini?" tanya Cheryl dengan suara nyaris hilang. Juna hanya mengangguk."Jadi kita saudara?" Juna hanya menanggapi dengan tertawa kecil.Cheryl lega, walau ia belum bisa menerima begitu saja semuanya. Bagaimana mungkin, orang yang ia naksir dan sukai selama hampir satu tahun belakang dan mendapati kenyataan ini.Cheryl masih marah pada Delisha. Entah beralasan atau tidak, gadis itu belum bisa kembali berpijak ke bumi atas apa yang telah menimpanya sekarang. Ia--Cheryl Anastasia crush ke Arjuna Raftali. Yang berkali-kali tidak meliriknya, selalu menganggapnya seperti debu. Ternyata ini alasannya, berarti selama ini Juna melakukan hal yang benar. Cheryl kagum, terhadap sikap dewasa Juna.Cheryl tidak sakit hati, tapi otak dangkalnya masih belum percaya semua ini. Saat maminya bilang itu, Cheryl hanya terdiam dia sofa hijau tersebut dalam waktu yang tak bisa ditentukan, hingga semua tubuhnya ma
Orang bilang pertemuan itu sesuatu yang mereka tunggu-tunggu. Orang bilang pertemuan itu momentum sakral yang membuat hati siapa saja membuncah bahagia, terharu atau menangis sedih karenanya.Cheryl hanya terduduk disana, sambil memegang minuman dingin dan beberapa dessert yang sudah ia pesan. Tak ada perasaan yang membuncah saat ia harus menunggu dan berkenalan dengan ayah kandungnya secara resmi. Semuanya terasa hambar bagi Cheryl. Mungkin, rasa sakit dan pengabaian yang ia rasakan sejak masih kecil hingga sekarang membuat ia kurang bersimpati pada sesama.Cheryl menurunkan wajahnya pada red Velvet cake berwarna merah dan putih tersebut, sambil memainkan krimnya. Gadis itu menopang kepalanya.Di belakang Cheryl pojokan sana sudah ada Juna dan Delisha yang bergabung dan memperhatikan bagaimana moment terharu itu nanti. Saat Cheryl tak kuasa menahan tangisannya, melihat orang yang membuatnya bisa hadir ke dunia.
"Anakku ..." teriakan Delisha kembali menyadarkan Juna. Cowok itu langsung berlari ke kerumunan orang-orang, dan melihat bagaimana darah itu membanjiri jalanan. Tubuh putih Cheryl sudah penuh dengan darah. Kaos berwarna kuning pudar tersebut sudah bercampur banyak darah. Saat melihat tubuh Cheryl yang kebanjiran darah, sesaat Juna tak tahu caranya bernapas. Juna seolah tahu, kesakitan seperti apa yang Cheryl rasakan. Juna mengepalkan tangannya. Laki-laki itu menggeleng, ia tak mampu berbicara atau menangis. Tetapi ekspresi yang ia tunjukan telah menunjukan semuanya. Tanpa perlu berkoar-koar.Delisha menatap Cheryl dengan air mata penuh, putrinya sempat menatapnya dengan mata sayu, bibir pucat bercampur darah."Bertahan nak ... Kita ke rumah sakit." Delisha sempat memegang kepala Cheryl. Putrinya terlihat sangat tak berdaya dan menahan kesakitan yang begitu dalam. Entah darimana darahnya, darah yang keluar dari tubuh Cheryl semakin mengucur