Share

Scene 6

C : abang bohong -_-. Yang jumpa di tempat print kampus.

J : maaf, saya memang nggak pernah ke tempat print kampus. Kamu salah orang.

C : abang nggak lucu. Jangan gini dong, nanti aku sedih. Hiks, abang jahat :'(

J : lah, saya bicara kenyataan.

Cheryl bingung, dengan jawaban ini. Dia salah orang atau si tampan itu memang tak berminat padanya sama sekali.

C : ini Juna kan?

J : iya.

C : semester 5?

J : iya.

C : abang jurusan teknik kan?

J : ya dek. Teknik itu banyak.

C : coba abang kirim foto abang.

J : entar, aku dipelet lagi.

C : kagaaaakkk..... aku cuman mau mastiin aja.

J : picture received.

Cheryl menganga lagi, demi apa ia salah orang? Udah lah, ia merendahkan harga dirinya, bawa tytyd segala dan sekarang, salah orang? Semoga Juna Kw ini tidak mengenal dirinya.

Cheryl langsung menelpon Mawar.

"Yo." Jawab Mawar malas-malasan di ujung telpon. Suara Mawar terdengar seperti baru bangun tidur.

"Demi apa, aku salah orang. Gila kan? Duh, malu Mawar. Semoga dia nggak kenal aku, aku minta kirim fotonya, bukan Juno yang kita mau."

"Hahaha, mampus! Makanya aku bilang, kenpa harus bilang-bilang tytyd."

"Kan aku mastiin." Cheryl manyun. Mawar jahat, harusnya Mawar menguatkannya, bukan menertawakannya. Dasar sahabat sinting!

"Yaudah, tanya aja namanya siapa sama si KW itu."

"Ok." Cheryl memutuskan sambungan telpon dan mengirim pesan lagi.

C : berarti abang kenal Juna yang ganteng?

J : oh, Juna itu. Itu mah, beda kelas. Dia anak TM 02.

C : ish, abang nggak bilang dari awal -_- kan malu aku. Makasih yo bang.

J : nggak papa.

C: oh iya, bolekah minta nomor Juna XD.

J : nggak punya dek. Kalau jumpa aku minta.

C : siiip, thank you. Jangan bilang orang lain, masalah tyt**.

J : iya.

C : makasih. Salam kenal.

"Sialan! Sialan!" Cheryl menelungkupkan kepalanya ke bantal. Malu!

Cheryl berdoa, semoga tak pernah berjumpa dengan Juna KW, yang membuat reputasinya buruk.

Laki-laki akan hilang respect, jika tahu dia tak malu membuka aib sialan itu. Cheryl tak bermaksud untuk mempermalukan dirinya, ia hanya ingin to the point, agar sang pujaan hati mengerti. Namun, ia salah target.

Perut Cheryl berbunyi, sekarang sudah malam. Cheryl akhirnya pergi ke meja makan, walau ia tahu, tak ada makanan di atas meja. Cheryl akhirnya membongkar mie yang berisi dalam styrofoam.

Cheryl menunggu sambil air dispenser panas dan berubah warna. Kenapa nasibnya harus sial? Kenapa begitu banyak rintangan demi seorang lelaki yang belum tentu membalas dirinya? Cheryl menelungkupkan kepalanya ke atas meja.

Cheryl melirik ke arah dispenser yang berubah warna. Dengan langkah yang berat, Cheryl mengisi air panas, membuka bumbu mie.

Cheryl pindah ke sofa depan. Sambil memikirkan, langkah apa yang akan ia ambil. Apa dia minta langsung ke orangnya, apa Juna mau memberikan nomor ponselnya pada Cheryl? Cheryl dilema. Tapi ia yakin, si tampan itu menyimpan perasaan yang sama, dan sekarang sedang menunggu Cheryl menghubunginya. Ya, Cheryl yakin begitu.

Jantung  Cheryl mau copot ketika sang mami, masuk ke dalam rumah, masih dengan pakaian kantor. Cheryl diam, maminya diam.

Cheryl melirik dengan ekor matanya, sang ibu kandung yang membuka sepatunya dan masuk ke kamar. Perasaan sesak menghantam dadanya. Kapan mereka akur? Darah mereka begitu kental, tapi kenapa seperti orang musuhan? Cheryl dengan yak bernafsu memasukan mie itu dalam mulutnya.

Dalam ingatan Cheryl sedari kecil, ia tak pernah bercengkrama dan bermanja-manja dengan maminya. Bahkan, ia harus mandiri sebelum waktunya. Dan Cheryl menutupi semua luka, dengan berlagak bahagia, dan jadi manusia paling heboh di sekolah hingga ia kuliah.

Bahkan perpisahan sekolah, dan pengambilan raport, selalu saja, Cheryl menitip pada orang lain. Atau dia mengambil sendiri raportnya ketika semua orang sudah bubar. Dan semua guru sudah tahu nasib Cheryl.

Ketika Cheryl menang lomba pidato bahasa Inggris, ia menerima hadiah itu dengan wajah biasa saja. Tidak rautan bahagia, dan bangga. Karena tidak ada yang bangga melihat prestasinya. Sejak saat itu, Cheryl enggan belajar. Hingga SMA, nilainya semakin menurun, dan membiasakan dirinya jadi pemalas ketika kuliah.

Dulu, Cheryl kira dengan ia berprestasi, maminya akan bangga dan menganggap dirinya anak. Nyatanya, maminya tak pernah tahu, dia pernah juara atau tidak. Bahkan Cheryl meragukan maminya, tidak ingat kapan ia ulang tahun.

Setiap ulang tahun, Cheryl merayakannya sendiri dengan Meredith. Hanya buku diary usang itu, yang tahu semua luka Cheryl. Kecuali, Mawar orang pertama dan satu-satunya yang mengucapkan selamat dan memberi kado dari malakan Cheryl. Karena Cheryl selalu mengancam, jika tidak memberi kado, maka persahabatan mereka putus.

Tanpa sadar, air mata Cheryl mengalir. Makan bersama air mata, tidak akan membuat tubuh Cheryl gemuk. Makanan yang masuk langsung disalurkan ke hatinya. Dan membuat Cheryl makan hati setiap saat.

Maminya membuka kamar, wanita cantik yang masih muda itu berganti baju, dengan celana pendek hitam, dan baju super ketat. Cheryl harus akui, maminya jauh lebih cantik dari dirinya. Tapi, kenapa maminya tidak menikah saja? Apa ia penghalang jadi maminya tak bisa menikah? Jika begitu, Cheryl bisa keluar dari rumah ini, dan mencari kehidupan luar.

"M-mami u-udah makan?" Rasanya seperti mengangkat batu satu ton. Begitu berat, tapi Cheryl berhasil. Akhir-akhir ini, Cheryl berusaha mencairkan suasana. Tapi tampaknya maminya belum bisa menerima keadaan. Cheryl bisa memahami, jika maminya memiliki dendam pribadi di masa lalu dan Cheryl yakin, semua ada hubungannya dengan dirinya.

Maminya yang duduk di samping anaknya, mengalihkan perhatian dari ponsel dan menatap anak semata wayangnya. Hatinya masih terlalu keras untuk bisa menerima Cheryl. Jangan salahkan dirinya, ia hanya seorang wanita yang tersakiti.

"Mau makan di luar?" Kalimat itu meluncur dari bibir Delisha. Dia pikir, bisa makan bersama agar menghangatkan suasana. Bagaimana pun, Cheryl tidak bersalah. Ia tak boleh terus menghukum putrinya yang tidak tahu apa. Delisha tersiksa. Melihat Cheryl, terkadang ia ingin merengkuh tubuh putrinya yang ringkih. Tapi egonya masih terlalu besar. Entah sampai kapan, ia akan ikhlas. Padahal kejadian itu, sudah berjalan lebih dari puluhan tahun. Rasanya masih segar diingatan, dan seperti baru terjadi kemarin sore.

"I-ini lagi makan." Cheryl dengan gugup dan takut, menunjukan mie dalam kotak itu yang masih penuh, karena rasa mie itu sudah hambar.

"Kalau mau ikut ayo." Maminya berdiri. Cheryl hanya memperhatikan maminya yang berani keluar dengan pakaian seterbuka itu. Cheryl menimbang haruskah ia ikut atau tidak.

Cheryl masih ragu, dan memikirkan ikut atau tidak.

Mendengar suara mobil. Cheryl dengan cepat meletakan mie itu di meja, dan mencari sendal bututnya. Ya, ia hanya pakai piyama, Hello Kitty.

"Mami tunggu!" Cheryl terkejut sendiri dengan keberaniannya. Dengan tubuh gemetar, ia masuk.

"Kunci pintu." Pinta Delisha dengan wajah datar. Cheryl nyegir dan turun mengunci pintu.

Cheryl masuk. Seumur-umur, baru kali ini ia masuk ke dalam mobil maminya. Ia tak pernah diajak. Mobil itu begitu wangi, bersih, dan terawat.

Musik dinyalakan. Cheryl hanya memandang lurus, kenapa rasanya asing berada dekat ibu kandung sendiri? Apa yang salah? Apa salah ia dilahirkan ke dunia ini?

Suasana canggung membuat kedua manusia beda status ini hanya diam. Ingin sekali, Cheryl dan maminya saling mengobrol bersama penuh kehangatan.

"Mau makan apa?"

"N-nggak tahu." Cheryl mencubit tangannya. Kenapa harus jawaban bodoh? Ia bisa membeberkan makanan kesukaanya, dan porsi makannya yang lama-lama ketularan dari Mawar.

"Yaudah, pizza aja." Kebetulan di depan ada pizza hot. Mobil berwarna silver itu masuk ke parkiran pizza hot.

Suasananya sepi, hanya terisi 3 meja. Cheryl dan maminya masuk, semua orang kagum seolah melihat dua bidadari masuk ke dalam. Namun tubuh Delisha lebih terawat.

"Beli dua, toppingnya, black pepper beef."

Cheryl hanya memperhatikan sekeliling. Ingin sekali, ia bercengkrama bersama maminya. Cheryl ingin ada kehangatan diantara mereka. Seperti maminya menanyakan, berapa IPK semester ini, apa Cheryl punya pacar, apa ia patah hati, apa ia pernah kissing. Impian sederhana itu, rasanya sulit ia gapai.

Delisha sibuk dengan ponselnya. Cheryl memperhatikan maminya yang masih segar, dengan memakai cat kuku berwarna ungu muda dan kukunya begitu terawat. Berada dekat maminya, Cheryl merasa insecure. Jika dirinya percaya diri mengatakan cantik, berada di sekeliling Delisha membuat Cheryl merasa dirinya begitu burik.

Karena terus diabaikan atau tak ada obrolan hangat, Cheryl melipir ke kamar mandi.

Cheryl berdiri lama-lama disana, sambil berkaca. Cheryl selalu menyalahkan dirinya, jika sudah begini. Cheryl tahu, maminya tak pernah sudi melahirkannya. Sekali saja, Cheryl berharap maminya berdamai dengan keadaan, dan bisa menerimanya. Cheryl ingin merasakan pelukan hangat sang mami, walau hanya satu menit.

Sebutir air mata membasahi pipi mulus Cheryl. Gadis itu menyeka air matanya, sengaja menucuci tangan dan keluar.

"Sst, dek." Cheryl menoleh pada dua orang pemuda umur sekitar 20-an, memanggil dirinya, Cheryl mendekat.

"Ya."

"Kirim salam sama kakaknya." Pemuda itu menunjuk Delisha. Cheryl mengatupkan bibirnya, ia yakin maminya sering menjadi santapan dari mata keranjang para lelaki.

"Itu mamiku."

Dua pemuda itu tertawa. Mereka yakin, Cheryl berbohong. Tidak mungkin, mami dan anak, jika mereka terlihat sepantaran. Pasti Cheryl dan Delisha kakak-beradik.

"Minta nomor HP-nya dek."

"Nggak punya bang. Kalau mau, minta sendiri."

"Ah, adek pelit!"

"Yaudah." Cheryl mendengus kesal.

"Ada apa ini?" Delisha menghampiri putrinya yang terlihat digoda orang lain.

Para pemuda itu langsung terdiam. Herannya, menatap Delisha langsunh dari dekat, membuat mereka kicep seketika.

Delisah kembali ke mejanya, Cheryl mengikuti dari belakang. Pesanan mereka sudah datang. Cheryl memperhatikan maminya yang benar-benar tidak fokus makan. Mata wanita itu terus menatap layar ponsel, sambil tersenyum.

Cheryl tersenyum miris, kapan ia diberi perhatian yang seperti itu? Kapan maminya tersenyum hangat padanya? Lagi-lagi Cheryl menggigit tepung itu sambil makan hati di dalam.

Ponsel Delisha juga berbunyi terus, seperti air mengalir. Pasti banyak sekali lelaki yang mendekati dirinya.

Cheryl makan dalam diam, sambil sesekali melihat ke arah jalanan yang ramai. Terkadang tanpa sadar air matanya mengalir. Tuhan... kapan aku bahagia? Hanya itu yang selalu Cheryl lontarkan. Berharap Tuhan mendengar keluh kesahnya, dan Tuhan mengulurkan tangan-Nya menerima rintihan Cheryl.

"Udah makannya?" Cheryl melihat kepingan pizza yang tersisa tiga. Walau dengan hati yang sakit, tapi pizza itu ludes juga.

Dengan kekuatan ala hulk, Cheryl memasukan pizza dua keping sekaligus dalam mulutnya. Ilmu dari Mawar ia terapkan.

Delisha terkagum-kagum dengan tingkah ajaib anaknya. Apa ia kelaparan? Sampai makannya kayak gitu.

"Kalau udah ayo." Dengan kecepatan penuh, Cheryl menggiling tepung itu besar-besar dan langsung masuk tenggorokan. Cheryl menurunkan dengan air. Cheryl melihat ke pizza maminya yang hanya dimakan dua keping. Apa maminya diet? Segan rasanya, Cheryl menanyakan itu semua.

Setelah membayar, kedua kembaran beda usia itu keluar. Lagi-lagi suasana canggung, menyelimuti mereka.

Cheryl memperhatikan bagaimana maminya begitu pro memutar-mutar kemudi dengan jari-jari terawat itu.

"Jangan ganjen sama laki-laki." Cheryl hanya bisa menunduk. Ganjen? Maksudnya, tadi Delisha mengira bahwa Cheryl menggoda dua pemuda tadi? Rasanya Cheryl ingin menangis lagi. Apa jadinya, jika maminya tahu, jika ia sedang mengejar seseorang sekarang. Apa maminya akan menyebut dirinya murahan? Apa dirinya memang murahan? Cheryl makin berkcil hati. Rasanya ia ingin menangis sekarang. Cheryl butuh Meredith. Hanya Meredith yang benar-benar memahaminya.

"Kita belanja dulu." Cheryl dan maminya masuk ke dalam satu supermarket yang paling ramai di kota mereka.

Cheryl hanya mengekor dari belakang.

"Biasanya pakai shampo apa?" Cheryl menggeleng. Ia memakai shampo sembarang yang penting keramas.

Keduanya masuk ke rak sabun. Cheryl seperti melihat seseorang yang sering menghantui pikirannya. Yap, itu Juna. Lelakit itu juga berbelanja. Cheryl heran, apa Juna anak kos?

Cheryl ingin memanggilnya, namun ia segan. Ada maminya yang akan menganggap dirinya murahan.

"Abang." Bisik Cheryl. Delisha sedang berjongkok mencium-cium sabun cari yang wangi. Mata kucing Cheryl terus mengawasi lelaki itu, tapi ia tak bisa mendekat.

Juna berada di area belakang, seperti mencari sayuran dan daging.

"Udah dapat. Cari apa lagi ya." Cheryl akhirnya kehilangan jejak Juna. Maminya berbelanja banyak kal ini. Hati Cheryl bersorak riang, ketika mereka ke belakang bagian sayuran, padahal di rumah tak pernah masak.

"Beli apa ya? Tapi kita nggak pernah masak ya. Yaudah, beli makanan kalengan aja." Juna hilang. Cheryl kecewa. Jika tak bisaberbicara, setidanys Cheryl bisa menampakan diri, dan menunjukan ke Juna, mereka bisa bertemu di tempat tak terduga. Secara tidak lansgung mereka berjodoh.

"Yaudah selesai." Cheryl mendorong troli itu dengan lesu. Ia ingin menjumpai Juna, minimal say hai.

Antrean yang panjang di pembayaran, membuat Cheryl mendapat kesempatan mencari sosok Juna di dalam supermarket yang begitu riuh.

Cheryl memandang lurus ke depan. Ia kecewa, ternyata, Juna sudah keluar dengan memasukan bahan belanjaan ke dalam mobil.

Cheryl menelan ludahnya kasar. Juna merangkul pundak seorang cewek, dan Cheryl sangat mengenal sileut tubuh itu.

Apa artinya, Juna sudah punya kekasih?

____________________________________

Abaikan typo, anggap aja nggak ada. Wkwkwk.

Ini cerita yg beda dan unik yang akan emal berikan ke kalian. Stay tune, jangan kabur dan jangan bosan.

Pokoknya emak pastikan cerita ini unik, dan belum pernah kalian baca sebelumnya.

Emak pengen buat alur yg susah ditebak lagi. Semoga feelnya nyampe ke kalian.

See you.

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Min Sun Jhu
aku nyesek baca,ibu nya goblok.tubuh anak nya uda ringkih ngk diperhatikan setegah itu dia.dia smakin glowing,ibu macam kau njirr
goodnovel comment avatar
Min Sun Jhu
aku tidak suka karakter delisha,kenapa anaknya yg dihukum apa salahnya dan tidak tau apa2.seharusnya dia blajar dari masalalu buruknya.bukan memperkeruh keadaan itu akan smakin menyiksa
goodnovel comment avatar
Min Sun Jhu
kasihan yah,anak ngk diperhatikan sama sekali mulai dari makannya dan lainnya.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status