40Alexander berlari menaiki tangga. Perasaannya tidak dapat digambarkan seperti apa. Orang rumah melaporkan Ranti menyelinap masuk ke dalam rumah, lalu memaksa ingin menggendong Alister. Namun, Aira mempertahankannya. Hingga kedua wanita itu terlibat rebutan bayi Alister. Ranti yang nekat akhirnya mendorong tubuh Aira, hingga wanita itu terjatuh dengan Baby Al dalam gendongannya. Aira terjatuh dan tertimpa lemari kecil di ruang bermain, karena kejadiannya di ruang bermain. Nahasnya, lemari tempat penyimpanan berbagai mainan itu oleng terkena tubuh Aira, hingga akhirnya ambruk menimpa tubuh wanita yang terus melindungi Alister itu. Alexander tidak habis pikir, bagaimana bisa Ranti masuk ke dalam rumahnya? Bukankah dia sudah memerintahkan semua orang untuk waspada? Inilah yang ia takutkan sejak awal kedatangan kedua orang itu. Lelaki itu terus berlari menuju kamar Alister tanpa jeda. Selama hidup, baru kali ini merasakan kekhawatiran yang luar biasa. Setelah mendorong pintu yang ter
41"Kalau aku bisa melakukannya sendiri, kenapa harus membayar orang?" tukas Alexander seraya berdiri karena ternyata Nina sudah masuk membawa nampan yang berisi makanan untuk Aira. Gadis itu sempat terpaku di ambang pintu melihat tuan besar yang ditakuti dan disegani di sini, seolah bersimpuh di kaki Aira. "Suapi dia! Sepertinya Alister tidak akan mau terlepas darinya," perintah sang boss lagi sambil berdiri. Saat melihat gadis itu malah berdiri terpaku di ambang pintu. "Sebentar lagi dokter akan datang memeriksa kau dan Alister. Semoga kalian tidak harus ke rumah sakit. Aku masih ada urusan dengan orang-orang itu," ujar Alexander lagi, sebelum meninggalkan ruangan. Menyisakan Aira yang bernapas lega, juga Nina yang kembali raut jahil di wajahnya. "Cie … makin intim aja calon ibu sambung Baby Al sama Papa Al," godanya sambil cekikikan, sebelum menaruh nampan di meja. Aira memutar bola mata malas. "Dia hanya memijat kakiku, Nin. Jangan membuat gosip yang tidak-tidak, ya," tukas A
42Aira berdiri di ujung balkon kamar Alister seperti biasa. Malam ini angin berhembus lumayan kencang, hingga Aira harus mendobel bajunya dengan baju hangat. Pandangan wanita itu terus memperhatikan ke bawah sana, di mana di halaman terjadi lagi sesuatu yang pernah ia lihat beberapa bulan lalu. Dulu, Vallery diseret dua pengawal dan dimasukkan ke dalam mobil dengan paksa agar mau keluar rumah itu. Kini, kejadian sama terulang. Ranti dan anaknya juga dimasukkan ke dalam mobil dengan paksa, entah akan dibawa ke mana. Para pengawal berwajah kaku itu tidak peduli sama sekali walaupun Ranti berteriak dan meronta-ronta minta dilepaskan. Mereka tetap membawa kedua, oh tidak. Mata Aira memicing tajam. Ternyata bukan dua orang, tetapi tiga orang yang diseret dan dimasukkan mobil. Selain Ranti dan anaknya, ada seorang lagi yang diperlakukan sama. Bahkan lebih kejam. Dia adalah salah satu pelayan yang bekerja di rumah Alexander. Aira berspekulasi kalau pelayan itu yang membantu Ranti masuk
43Hari-hari setelah penolakan itu, sikap Alexander terhadap Raka agak berubah. Ia tak mempermasalahkan seandainya Aira menyusui bayinya bersama-sama di kamar Alister. Hanya saja, Aira tahu kalau Alexander tidak tulus melakukan semua itu. Semua ia lakukan hanya untuk menarik perhatian Aira. Sungguh, bukan sikap seperti itu yang diharapkan Aira dari laki-laki yang ingin memperistrinya. Sekali lagi Aira memantapkan hatinya kalau keberadaannya di sana hanya ibu susu. Tidak lebih! Kelak, setelah kontrak selesai, ia dan Raka akan pergi dari sana. Cukup dua tahun Raka terabaikan. Aira ingin menebus kesalahannya kepada sang anak dengan fokus mengurusnya setelah keluar dari sana. Apa jadinya kalau ia menerima Alexander menjadi suami? Alister memang mendapat kasih sayang yang utuh darinya. Bahkan porsinya lebih banyak dari Raka. Lalu, bagaimana dengan Raka? Raka tetap tidak mendapat sosok ayah. Ia tetap terabaikan. Ia tetap anak tiri yang kedudukannya tidak akan sama seperti Alister. Ba
44"Kenapa semua orang berkumpul di sini? Apa baru ada pesta di sini?" tanya suara dingin yang tak lain milik Alexander. Saat semua orang bungkam dan tertunduk takut sang boss marah besar, Aira perlahan memutar tubuhnya hingga menghadap Alexander. Wanita itu mengangguk hormat. Ia memang tidak minta izin, karena selain acara tidak akan memakan waktu lama, Aira mengira Alexander tidak akan pulang secepat ini. "Maaf, Tuan. Saya tidak izin memakai dapur Anda. Saya hanya pinjam sebenar dapur untuk mendoakan kebaikan bagi anak saya," ucap Aira dengan menunduk. Takut semua orang akan terkena imbas kemarahan sang Tuan besar karena kesalahannya. "Mendoakan anakmu?" Kening Alexander berkerut, kemudian pandangannya tertuju ke arah Raka yang sekitar mulutnya belepotan krim kue. Anak itu terlihat masih menggenggam sesuatu yang baru dimasukkan ke dalam mulutnya. "Kenapa anakmu?" lanjut lelaki itu dengan mengedarkan pandang kepada semua orang yang masing-masing memegang piring berisi potongan k
45Dengan langkah-langkah panjang dan dada membara, Alexander berjalan menuju kamar Alister. Ia ingin menanyakan apa maksud Aira tersenyum dan melambai ke arah sopir itu. Alexander langsung membuka pintu tanpa mengetuknya dulu, tetapi sial! Pintunya terkunci. Ini memang sudah malam. Aira minta izin mengunci pintu kamar Alister bila malam, selain demi keamanan Alister, mengunci pintu juga sebagai perlindungan dirinya sebagai wanita. Beberapa kali Alexander mencoba mengguncang pintu agak keras, agar Aira membukanya. Namun, sepertinya wanita itu masih di balkon. Lelaki itu tidak mungkin berteriak. Selain akan membuat kegaduhan, ia juga tidak mau Alister terbangun karena kaget. Alhasil, malam ini lelaki itu hanya bisa menahan dongkol. Entah sampai jam berapa lelaki itu terjaga dengan menahan dongkol. Terlebih, saat mencoba menghubungi nomor Aira, ternyata tidak aktif. Aira memang jarang terlihat memegang ponsel. Pagi hari, lelaki itu langsung menuju kamar Alister bahkan masih dengan m
46"Mengemudi yang betul, jangan sambil mengobrol! Ingat kau membawa banyak nyawa di mobil ini!" teguran Alexander yang lumayan keras membuat Aira dan Abi bungkam dalam sekejap. Raka yang terus berjingkrak dan menarik baju lelaki di depan mereka, sengaja Aira alihkan ke tangan Nina dibelakang. Agar tak terus mengganggu Abi yang sedang mengemudi. Tidak memiliki figur ayah, membuat Raka kegirangan saat ada seorang pria dewasa yang memberinya perhatian. Ia seperti nyaman dengan Abi yang memang menyukai anak-anak. Itu kesimpulan sementara yang bisa Aira ambil dari interaksi Raka dan sopir Alexander itu. ***"Pilihlah hadiah untuk anakmu! Aku tidak tahu apa yang disukai Raka!" Alexander berkata pelan begitu masuk sebuah toko mainan serba ada. Alexander sengaja berbisik agar di mata orang lain mereka terlihat seperti sepasang suami istri yang tengah berdiskusi. "Sebenarnya, ini tidak perlu, Tuan. Raka masih kecil, bayi satu tahun belum tahu apa yang mereka inginkan. Lagipula ….""Setida
47"Apa kau ingin menu baru untuk makan malam? Atau ingin memakan sesuatu yang lain selain makanan ini?" tanya Alexander dengan lembut, saat mereka tengah menyantap makan malam. Aira mendongak mendengar pertanyaan sang boss. Lalu menatap lelaki yang barusan bicara. Benarkah Alexander bicara selembut itu? Dan … lihatlah! Malam ini lelaki itu tampak beda. Ia tidak lagi memakai kemeja serba hitam yang membosankan. Sesuatu yang baru disadari Aira. Pantas saja tadi saat mereka akan ke mall serasa aneh melihat penampilan Alexander. Ternyata lelaki itu tidak memakai kemeja hitam, melainkan warna biru langit yang sangat manis. "Tidak perlu, Tuan! Ini sudah cukup!" jawab Aira seraya menunduk lagi dan kembali menyuap. "Kalau besok mau menu baru, kau diskusikan saja dengan Hasna agar koki bisa mencari referensi makanan yang lain. Atas persetujuan ahli gizi tentu saja," lanjut Alexander lagi masih dengan suara lembut. Sungguh aneh di telinga Aira. "Ya, Tuan!" Hanya itu jawaban Aira. Agar tak