Hari ini, Bian mendapat tugas dari dekan fakultas tempatnya mengajar untuk mengikuti rapat kerja nasional yang dilaksanakan tidak jauh dari kampus. Disamping sebagai peserta, dia juga diminta mengisi acara berupa pembacaan ayat suci Al-Quran. Wajar saja dia yang diminta, kemampuan baca Al-Qur’annya membuat semua orang dikampus, baik dosen maupun mahasiswa merasa sangat kagum. Sehingga, tidak jarang dia diminta melantunkan kalam suci itu jika ada acara-acara besar dikampus. Termasuk untuk acara hari ini, dekannya sengaja merekomendasikan nama Bian ke panitia untuk membacakan ayat suci Al-Qur’an.Dan hari ini, entah mengapa, ingin sekali rasanya membawakan ayat yang dulu pernah dibacanya saat ia mengikuti lomba bersama gadis itu. Gadis yang semenjak pertemuan terakhir mereka, dirumah sakit, dengan kondisi yang tidak baik-baik saja, tidak pernah lagi dijumpai. Tak terasa sudah hampir 2 tahun ia tak pernah lagi bertemu gadis itu.Entah sihir apa yang dipakai, sampai sekarang hatinya mas
Bian membuka matanya dan mengedarkan pandangan sekeliling kamar. Tempat tidurnya sudah kembali ditata dengan rapi, lalu ada selimut yang menutupi tubuhnya. Di atas meja rias disebelahnya, ada secarik kertas yang tertinggal. Diraihnya kertas itu dan dibaca.[Bian, terimakasih.Lagi-lagi kamu menyelamatkan aku.Aku tidak tahu harus membalasmu dengan apa.Oiya, tidurmu nyenyak sekali. Aku tak tega membangunkan, jadinya aku pergi tanpa pamit.Sekali lagi, terimakasih, Bian] - NirmalaBian beranjak dari tempatnya. Dilihatnya pada layar ponsel, masih pukul 03.00 dini hari. Sepertinya akibat kelelahan, sehingga tidurnya benar-benar pulas. Sampai dia tidak tahu bahwa Mala telah meninggalkan kamarnya.Rasa cemas dan khawatir menghigapi hatinya. Tadi itu, kondisi Mala sangat buruk, dan dia malah kembali ke kamar sendirian. Tapi tadi dilihatnya pada kartu, nomor kamar gadis itu tak jauh dari kamarnya sehingga membuatnya agak tenang. Mungkin nanti saat sudah pagi bisa ditanya kesana, memastikan k
Bian tersenyum menatap wajah yang terus terusan menunduk didepannya. Selalu saja setiap kali mereka bertemu, gadis itu menghindari bertemu pandang dengannya. Kecuali saat mereka bertemu di lift tadi malam, baru itulah kali pertama gadis itu berani menatapnya lama-lama.“Jika kamu terus menunduk seperti ini, lebih baik aku pergi saja! Sepertinya aku tidak diinginkan disini, mungkin memang, karena seharusnya ada orang lain yang duduk disini?”“Jangan asal bicara!” Mala menegakkan kepala dan menatap Bian tajam. Semburat merah dipipinya membuat wanita itu semakin cantik, membuat lelaki didepannya harus mati-matian menyembunyikan rasa kagumnya.“Aku sangat senang bisa bertemu denganmu lagi. Tapi aku merasa sangat malu, karena semalam…”cepat-cepat ditutup mulutnya. Tidak ingin keceplosan didepan lelaki yang juga sahabat lamanya itu.“Ooooo…. Mengenai kejadian semalam, aku juga ingin minta maaf!” potong Bian cepat. “Aku terpaksa membuka kaos kakimu dan juga jilbabmu. Tapi percaya padaku, se
Waktu tiga hari ternyata berjalan sangat cepat. Sore itu kegiatan ditutup dengan acara foto bersama. Setelahnya para peserta dibubarkan guna kembali ke perusahaan masing-masing.Selama mengikuti kegiatan, Mala berusaha agar fokus dan tak terganggu oleh hal apa pun. Gangguan terbesarnya adalah Bian. Semua tentang lelaki itu kembali tersusun bagaikan kepingan-kepingan puzzle dikepalanya. Semenjak pertemuan mereka di restoran pagi kemaren, dia berusaha menjaga agar tak berhadapan dengannya lagi. Sulit bagi hatinya untuk tak memperlihatkan rasa senang yang meluap. Walau ia harus berjuang, menahan gelora rindu yang tiba-tiba serasa membakar hatinya.Membayangkan bahwa lelaki itu milik wanita lain, membuat hatinya tak rela. Namun apa yang bisa diperbuatnya. Dia hanya bisa menerima semua takdir itu dengan lapang dada. Meski pun hatinya tak bisa menghapus rasa cinta yang terus menguasai hatinya, namun ia takkan pernah merampas apa yang tidak ditakdirkan menjadi miliknya.Mungkin dengan belaja
Mobilnya berbelok memasuki parkiran sebuah hotel berbintang lima. Gedung tinggi menjulang itu berdiri dengan gagahnya dan menghadap ke pantai. Jika disiang hari pasti akan sangat indah memandangi pantai dari hotel ini, namun karena sekarang sudah malam, tak ada lagi pemandangan indah itu. Hanya kegelapan yang membuat hati wanita yang duduk disampingnya ketakutan."Kenapa kita ke hotel lagi?" akhirnya Mala buka suara setelah dari tadi diam meredam kekesalannya."Bukankah sudah kubilang, ada makan malam spesial." jawab Radit sambil memarkir mobilnya.Mala semakin was-was dan merasa ada yang janggal dengan semua ini. Kalau untuk sekedar makan malam, mengapa harus ke hotel?"Hanya makan malam, mengapa harus di sini? Bukankah masih banyak tempat lain yang bisa di pilih?" Protes Mala. Namun sepertinya percuma, Radit tetap memarkir mobilnya dan segera turun."Turunlah, Mala!"Lelaki itu membuka pintu sebelah Mala dan mengulurkan tangannya. Mala menolak. Dia masih tetap ditempat duduknya. Ad
Bian berlari cepat menuju lift guna turun dari lantai delapan hotel itu. Ternyata perasaan tidak enak yang sedari tadi dirasa penyebabnya adalah ini. Wanita yang dicintainya dalam bahaya. Untung saja tadi dia tidak menolak ajakan dosennya untuk mengantarkan laporan malam ini ke kamarnya yang ada di lantai delapan. Sehingga dia bisa menemukan wanita itu yang ternyata dalam bahaya.Setahunya, acara yang diikuti Mala telah berakhir sore tadi, dan semua peserta juga sudah pulang. Dia juga melihat dengan mata kepalanya, kalau sore tadi Mala telah bersiap pulang dengan menaiki mobil lelaki yang barusan ingin melecehkannya. Namun, mengapa sekarang mereka kembali kehotel?Apa jangan-jangan lelaki itu memang sengaja ingin menjebaknya?Tak ingin menerka-nerka, Bian segera keluar dari lift saat telah sampai di lantai dasar. Ia harus segera menemukan Mala. Ia harus segera memastikan wanita itu selamat.Hatinya mulai cemas saat tak melihat Mala disekitar hotel. Dia berjalan untuk memeriksa seluruh
Mala membuka matanya perlahan, rasa kantuknya belum hilang. Ia kembali menarik selimut dan memeluk guling yang ada disampingnya. Namun, saat mata itu hampir terpejam, ia teringat sesuatu. Ini bukan tempat tidurnya. Ini bukan wangi pakaian maupun selimut dikamarnya. lalu dimana dia sekarang?Melawan rasa kantuk ia segera bangkit dari tempat tidur. Tempat ini begitu asing baginya. Dekorasi kamar yang sangat elegan, tak ada sedikit pun warna yang menunjukkan bahwa kamar ini kamar wanita. Sepreinya dan selimutnya juga, warnanya natural dan biasa-biasa saja. Tapi semua yang ada dikamar itu tertata dengan rapi. Dilihat dari kondisi kamar ini, pastilah milik seorang yang sangat rapi dan telaten. Atau mungkin juga ini adalah sebuah penginapan yang sudah dicarikan Bian untuknya. Bukankah semalam ia bersama Bian berencana mencari penginapan? Tapi ia malah tertidur, dan saat terbangun sudah berada di kamar ini.Matanya menemukan jam dinding, lalu kedua bola mata nan indah itu terbelalak saat di
"Bunyi deru suara motor membangunkan Mala dari tidur nyenyak nya. Rasanya malas sekali untuk meninggalkan kenyamanan ini. Dua malam kemaren menginap di hotel dia sama sekali tak bisa tidur nyenyak. Kali ini tempat tidur yang ditempatinya mampu memberi kenyamanan sehingga tidurnya pulas.Sepertinya dia telat bangun, pasalnya jam dinding sudah menunjukkan pukul setengah enam pagi. Buru-buru dia bangun dan berlari kekamar mandi. Lima belas menit setelahnya, dengan jilbab yang sudah rapi dan wajah yang sudah bersih ia membuka pintu kamar.Pintu disebelahnya ikut terbuka dan Bian keluar dari sana dengan pakaian yang sudah rapi."Mala, pagi ini aku harus kembali ke hotel, acaraku masih berlanjut." Bian menatapnya yang masih berdiri didepan pintu.Mala tak tahu harus bicara apa. Pagi ini harusnya dia sudah masuk kantor.Seperti mengerti kegalauan wanita didepannya, Bian tersenyum."Kamu tenang saja! Aku akan mengantarmu ke kota B nanti siang, setelah acaraku selesai. Mungkin nanti, aku akan