Ibu keluar kamar sambil menenteng kotak angpo resepsi kemarin.
Melihatku dan Luna bertengkar, Ibu tergopoh-gopoh melerai."Uwes toh Nduk, malu nanti kedengeran tetangga, seduluran kok ribut" demi Ibu, ku lepaskan jambakan mautku.Masih geram rasanya melihat uler keket satu itu."Huu huuu huuu...Mba Ningsih jahat Mas sama Luna, Mba Ningsih gasuka sama Luna. Ibuuuuuu... huuuu..huu....huuuuu...Mba Ningsih iri sama Luna Bu, apa salah Luna? Kalau Luna ndak diterima dengan baik disini, mending pulangin Luna kerumah Bibi aja Bu. Huuuu....huuu..huuuu" Luna menangis histeris sambil sesekali berteriak.Cihhhh ratu drama banget.Ibu hanya diam, tak membela siapapun."Fathir, bawa istrimu itu ke kamar. Tenangin dulu" Chintya ikut bersuara kali ini.Tumben si cuek itu bertindak."Udah Mba sabar, aku kan udah bilang. Capek-capekin tenaga aja ngeladenin dia. Yang ada dia malah kesenengan kalo ditanggepin. Caper terus" kali ini Chintya menceramahiku.Bener juga apa yang dibilang Chintya.Luna keluar dari kamar, menuju ruang tamu . Tampilanya masih acak-acakan. Matanya terlihat sembab dan basah. Diambilnya kotak angpo yang tergeletak di meja, lalu bergegas masuk ke kamarnya lagi.Ibu yang melihat itu, mengelus dada.Astaghfirullahaladzim, sebaiknya aku segera pulang saja kerumahku. Sudah muak aku rasanya melihat si benalu yang tak tahu malu. Tak ada sedikitpun bagus-bagusnya. Hanya wajah dan badannya saja yang aja elok, selebihnya busuk semua, kelakuan pun minus.***** **** ***** ******POV LUNA
"Lho, kok cuman segini ya Mas dapetnya? Bentar-bentar, kemarin kan tamu undangan banyak yang dateng, ada mungkin ya, sekitar lima ratusan orang. Tapi kok uangnya cuma Dua puluh tiga juta sih" Aku menghitung sekali lagi sambil mencocokkan dengan data yang aku tulis.Memang tradisi kalau angpo harus ditulis nama beserta alamat, tujuannya kalau ada undangan balik. Kita bisa tau berapa yang harus dikembalikan.Anggap saja hutang."Mas juga gatau Dek, memang rejekinya segitu. Di syukuri aja ya?" Lelaki yang sudah sah menjadi suamiku ini bener-bener membuatku geram dengan sikap lempengnya.Kalo dia bukan abdi negara dengan penghasilan dan tunjangan fantastis, mana mau aku menikah dengannya.Tampang sih oke, body juga yahud, soal mapan? Sudah pasti.Hanya sifatnya yang terlalu melambai membuatku bosan, tidak tertantang sama sekali."Pasti angpo ini sudah di ambil sebagian sama Ibumu itu, Mas. Aku yakin!""Luna! Aku sudah berulang kali bilang, Ibuku tidak akan melakukan hal seperti itu. Jangan ngaco kamu!."Aku mendengkus sebal, kukira hasil angpo ini merakup ratusan juta, ternyata hanya puluhan juta saja . Ahhhh, bahkan setara dengan gaji Mas Fathir.Tak apalah, masih cukup untuk beli tas dan beberapa baju baru.Mendingan aku shopping, mumpung hari ini hari Minggu. Pasti Mall rame, bisa sekalian lah ya cuci mata banyak cogan disana.Aku bersiap mengganti pakaianku.Mas Fathir yang hendak menarik selimut untuk tidur, mengurungkannya."Mau kemana Lun?" tanyanya lembut."Ke Mall lah, shopping. Bosen tauk di kurung disini aja, apalagi keluargamu itu gaada baik-baiknya ke aku, jadi buat apa aku berbetah-betah disini. Kehadiranku gak dianggap, percuma!" ketusku tak mengalihkan pandangan dari ponsel.Mas Fathir berdiri dan memelukku dari belakang."Maafin keluarga Mas ya, hanya saja kita kan memang harus beradaptasi dulu sayang. Yaudah aku ganti baju dulu ya, aku temenin."'Duh, ngapain ikut segala sih. Gagal dong rencanaku ngecengin cogan' rutukku dalam hati.Aku menuju Mall bergengsi di kota ini, tentu saja di buntuti Mas Fathir.
Sesampainya di Mall, aku langsung menuju counter parfum terlebih dahulu, memilih tiga biji parfum yang merogoh kocek senilai lima juta rupiah.Ahhh...sudah terbiasa.Gausah bengong dong gesss, jangan kek orang susah gituuuu.Setelah membeli parfum, aku berbelok menuju counter tas dengan brand ternama juga pastinya. Aku membeli dua buah tas senilai tujuh juta rupiah. Tak lupa alas kaki, heels dengan satu tali berwarna maroon menjadi incaranku, harganya satu juta tujuh ratus ribu rupiah.Mas Fathir hanya mengikutiku yang mondar-mandir dengan pasrah.Aku melihat raut wajahnya sedikit lelah, namun dipaksa terlihat semangat.'salah siapa juga ikut' , aku tak peduli.Aku menuju counter Zara, memilih beberapa atasan untuk bersantai dirumah, mini dress, tak lupa outfit untuk keluar bersama teman-temanku nantinya.Sibuk memilih kulot, mataku sekilas menatap kearah seberang. Seorang lelaki sedang memilih celana. Lelaki itu, aku seperti mengenalnya.Seperti ditakdirkan bertemu, lelaki itu melihat kearahku, mengerutkan dahi dan bergegas berjalan ke arahku."Lunn...Lunn..a ? Kamu Luna Maharani kan? Kemana ajaaa? Aku cari-cari kamu ke tempat bia----" lelaki di depanku tak sempat melanjutkan pertanyaan.Mas Fathir menghampiri kami."Siapa Lun?" Mas Fathir memandangku penuh tanya, terlihat curiga."Ehhh innn iniii...."Tergagap aku bingung hendak mengatakan apa, tak mungkin juga aku menjawab yang sebenarnya.Mas Fathir terus menatapku tidak sabar.Duh gimana ?Sesaat kemudian,"Kenalin Mas, saya Frans. Teman Luna" Mas Frans menyodorkan tangannya ke Mas Fathir.
"Fathir,suami Luna."Mas Fathir menyambutnya hangat, mereka saling berjabat tangan.Bisa kulihat sekilas tatapan kecewa di wajah Mas Frans. Tapi begitu cepat ia menetralkan wajahnya kembali.Syukurlah, kali ini aku selamat.Aku bernafas lega.Mas Frans....Bukan hanya teman sebetulnya, bisa dikatakan lebih, tapi kami tidak pernah meresmikan status. Hanya berkomitmen, ah..bukan juga berkomitmen, tapi hubungan saling menguntungkan. Begitu kasarnya.Tepatnya dua tahun lalu, tiba-tiba saja ia menghilang bak di telan bumi.Aku yang sudah terbiasa dengannya, tak mau menerima tamu yang lain. Meskipun mengiming-imingi akan memberikan bonus mahal.Bersama Mas Frans, aku merasa lebih nyaman. Merasa dihargai, diperlakukan dengan penuh kelembutan.Tapi aku sadar, mana mau Mas Frans menikahiku, aku hanya wanita kotor tempatnya singgah, aku pun tau diri.Semenjak ia menghilang, aku juga tak mencari info apapun tentangnya.Konsekuensiku , harusnya aku juga paham. Pekerjaanku tidak boleh melibatkan perasaan.Aku terlalu terlena dengan kehangatan Mas Frans.Dengan kepergian Mas Frans, aku mencoba keluar dari dunia hitam itu. Aku mulai berhenti berhubungan dengan dunia malam. Dan mencoba membuka lembaran baru menjadi wanita yang baik, hingga bertemu dengan Mas Fathir."Lun, kok ngelamun? Udah belanjanya?" Mas Fathir menepuk pundakku pelan.Mas Frans tersenyum memperhatikanku."Baiklah, kami duluan ya" Mas Fathir seakan merasa bahwa ada sesuatu antara aku dan Mas Frans.Mas Frans menganggukkan kepala, bahkan aku belum sempat berbicara apapun dengannya.Aku akan mencari tau lagi, tentang Mas Frans.****** ****** *******##BAB Terakhir Ending Akhir Kisah Luna“Apa, sih, Mas?” tanya Stefani kesal. Pasalnya gadis itu capek ingin merebahkan tubuhnya di atas ranjang untuk beristirahat.“Kamu jelaskan sama Mas sekarang! Benarkah kamu yang menaburkan bubuk gatal di pakaian Luna?” tanya Frans kali ini merendahkan suaranya.“Iya, kenapa?” sahut Fani enteng.“Apa alasanmu melakukan itu?” selidik Frans.“Kamu nggak tahu aja, Mas. Mbak Luna itu nyebelin tahu nggak, sih. Dia mesti bikin aku kesal. Nggak Cuma aku, bahkan ke Mama juga. Semua orang yang berdekatan dengannya juga pasti dibuat kesel sama dia!”“Nggak boleh gitu. Walaupun bagaimana kondisinya, Luna itu tetap Kakakmu juga!” kata Frans menasehati.“Dia aja nggak pernah ngehargain aku, Mas. Gimana aku bisa nganggep dia Kakak? Aku nggak suka dia ada di sini!” ketus Fani.“Terus maksud kamu? Kamu ngusir aku?” tanya Frans.“Bukan begitu. Pokoknya aku nggak suka Mas Frans sama dia. Kayak nggak ada cewek lain saja!”“Nggak bisa. Mas cinta sama Luna lagi pula s
Entah sudah berapa lama Luna terpejam, ia terbangun karena tenggorokannya kering. Ia melihat jarum jam menunjukkan pukul 02.00 WIB.Luna beranjak dari tempat tidur, ia keluar kamar menuju dapur. Sesampainya di dapur, ia menuang air galon ke dalam gelas. Meneguknya hingga tandas.Setelah puas minum, Luna penasaran akan Frans dan Zhuema, ke mana mereka?Sejak kejadian tadi malam, Luna belum melihat keberadaan mereka.Dengan langkah pelan, ia meuju kamar tidur khusus tamu yang terletak di kamar sebelahnya. Entah kenapa perasaannya mengatakan Frans ada di dalam.Ceklek!Luna memutar knop pintu dengan pelan, tak ingin menimbulkan suara di tengah malam seperti ini.Luna mengendap-endap masuk ke dalam kamar tersebut, dengan cahaya yang remang ia masih mampu melihat seseorang yang sedang terlelap di atas kasur berukuran standart.Matanya memicing, mengamati wajah seseorang itu. Benar sekali perasaannya, seseorang itu adalah Frans, suaminya. Nampak tertidur pulas dengan suara dengkuran halus.
"Paket ... paket ... paket ...," teriak kurir berjaket hitam dengan menggunakan sepeda motor berwarna senada. Kurir tersebut tampak celingukan di depan pagar rumah Pak Handoko.Satpam menghampiri tanpa membuka pagar."Iya, Pak. Ada apa?" tanya satpam sembari memandang penampilan kurir dari atas ke bawah."Ini ada paket atas nama Stefani benar di sini?" kata kurir sembari mengacungkan sebuah barang berbungkus plastik hitam."Iya, dari mana?" tanya satpam."Dari Jonggol, ya, mana saya tahu ini dari mana, tugas saya cuma ngirim. Bener nggak di sini kediaman Bu Stefani?" kata kurir lagi sembari memandang satpam tak yakin."Bener, sih. Tapi Mbak Stefani itu belum menikah, ngapain situ panggil-panggil Bu?" tanya satpam masih keukeh tak membukakan pagar."Duh, Pak. Ini terima, sini saya foto, capek deh kalo nemu orang gaptek macem ni bisa puyeng akikah!" Kurir bergegas menscan barcode yang tertera di sampul paketan, lalu menyerah
Entah sudah berapa lama Luna terpejam, ia terbangun karena tenggorokannya kering. Ia melihat jarum jam menunjukkan pukul 02.00 WIB.Luna beranjak dari tempat tidur, ia keluar kamar menuju dapur. Sesampainya di dapur, ia menuang air galon ke dalam gelas. Meneguknya hingga tandas.Setelah puas minum, Luna penasaran akan Frans dan Zhuema, ke mana mereka?Sejak kejadian tadi malam, Luna belum melihat keberadaan mereka.Dengan langkah pelan, ia meuju kamar tidur khusus tamu yang terletak di kamar sebelahnya. Entah kenapa perasaannya mengatakan Frans ada di dalam.Ceklek!Luna memutar knop pintu dengan pelan, tak ingin menimbulkan suara di tengah malam seperti ini.Luna mengendap-endap masuk ke dalam kamar tersebut, dengan cahaya yang remang ia masih mampu melihat seseorang yang sedang terlelap di atas kasur berukuran standart.Matanya memicing, mengamati wajah seseorang itu. Benar sekali perasaannya, seseor
Zhuema kembali terlelap dalam gendongan Luna. Dengan hati-hati, Luna meletakkan Zhuema ke dalam box bayi, tempat tidur Zhuema selama ini. Bahkan box tersebut pemberian dari mantan ibu mertuanya, Bu Lujeng.Setelah memastikan Zhuema pulas, Luna berjalan mendekat. Ia naik ke atas kasur, mengambil bantal yang menutupi wajah suaminya."Kenapa, sih?" tanya Luna menatap wajah Frans dengan lekat."Hmm ...," gumam Frans tanpa mau membuka mata."Ayo cerita sini, kenapa?" ulang Luna sembari mengguncang tubuh Frans.Frans yang merasa tidak nyaman dengan perlakuan Luna, terpaksa membuka mata. Ia melirik sekilas ke arah Luna."Duduk! Cerita sama aku, kamu kenapa!" tegas Luna.Frans menuruti perkataan Luna, ia menyusun beberapa bantal di belakang tubuhnya, untuk bersandar.Kini mereka sama-sama terdiam dalam posisi duduk bersandar pada bantal.Luna menunggu dengan sabar kalimat yang akan muncul dari bibir Frans."Aku habi
Seusai sarapan, Frans mengajak Luna ke Mall, mereka akan membeli ponsel baru untuk Luna. Tentu saja setelah menitipkan Zhuema pada Bi Asih."Mas, pokoknya aku mau iphone series terbaru, ya!" kata Luna manja."Iya!" kata Frans singkat.Mereka memasuki konter dengan brand ternama. Setelah disambut dengan hangat, Luna segera meluncur ke etalase. Matanya berbinar melihat aneka ponsel mahal berjejer rapi."Mbak, iphone series terbaru sekarang ini apa, ya?" tanya Luna pada SPG konter."Oh, yang baru launching, sih, iphone 12 pro max, Kak. Udah lengkap banget untuk specnya," ujar Mbak SPG ramah."Oke, mau satu, ya, Mbak!" kata Luna.Mbak SPG segera mengambilkan pesanan Luna, namun dalam bentuk contoh display. Setelah dijelaskan mengenai fitur dan lain sebagainya. Luna mengiyakan, ia segera meminta Frans untuk membayarnya."Mas, bayar, gih!" titah Luna.Frans mengambil dompetnya, ia meng
Bu Niken menatap tajam ke arah Luna dan Stefani bergantian."Ada yang bisa jelasin ini kenapa?" tanya Bu Niken dengan sorot mata menyeramkan.Luna menunduk, Stefani pun angkat bicara. Frans menghela napas panjang. Mereka terdiam, tidak satu pun berniat menjelaskan."Fani ...," panggil Bu Niken menatap Stefani, berharap putrinya itu mau menjelaskan."Menantu Mama itu nggak ada akhlaq!" cebik Stefani.Bu Niken mengerutkan kening, tatapannya beralih ke Luna."Anak Mama aja, tuh, yang lebay. Bocil alay!" kata Luna memutar bola mata malas."Kenapa, sih? Frans coba jelaskan!" Bu Niken mengambil jalan tengah, ia ingin putranya menjelaskan dengan detail."Fani tuh tiba-tiba gedor kamar pengantin, mana malam pertama. Nggak sopan banget!" jelas Frans pada Mamanya."Eh, kalo istri kesayanganmu itu nggak cari gara-gara duluan, aku nggak sudi juga kali ganggu waktumu!" kata Stefani dengan kesal."Hmm ... kamu
Acara pernikahan Frans dan Luna akhirnya selesai juga. Mereka cukup lelah menyambut tamu yang datang. Tapi wajah Luna tampak fresh dan berseri-seri. Mereka pindah ke kamar yang berada di lantai atas. Tepat di sebelah kamar Stefani. Luna meminta Frans untuk segera mencarikan baby sitter. Bu Niken keberatan, karena di rumah sudah ada Bi Asih yang menyiapkan segala keperluan mereka. Jadi Bu Niken merasa Luna masih sanggup menjaga baby Zhue tanpa bantuan baby sitter. "Pokoknya aku nggak mau tau, ya, Mas! Aku minta baby sitter untuk merawat baby Zhue. Aku bisa cepet tua kalo harus merawat baby Zhue sendirian setiap hari, belum lagi harus melayani kamu. Stres yang ada!" Luna menata pakaiannya di dalam lemari besar. Ia langsung meminta pindah kamar saat acara usai. "Iya-iya. Gampang lah nanti aku carikan. Oh, ya. Aku keberatan kalo Zhuema harus dipanggil baby Zhue. Itu 'kan nama pemberian Fathir. Mulai sekarang panggil dia Zhuema nggak usah d
Setelah kejadian di malam itu, Luna mengurung diri di kamar.Ia tak lagi mempedulikan pernikahannya yang hanya hitungan jam.Frans terpaksa harus merayunya. Seperti sekarang, ia sudah berdiri di depan pintu Luna. Berkali-kali Frans mengetuk pintu namun Luna tak kunjung membukanya."Sayang, dih calon manten kok ngambekan sih?" ucap Fathir sembari tetap mengetuk pintu."Udah sana kamu urus aja keluargamu, nggak usah peduli sama aku!" tandas Luna dari dalam kamar."Eh, jangan teriak - teriak dong, Princess. Nanti baby Zhue bangun kasihan." Frans mengetuk pintu sekali lagi.Luna tetap saja tak mau membuka pintu. Tak kehabisan akal, Frans membujuk dengan jurus andalan. Seakan ia sudah paham kelemahan wanita yang dicintainya tersebut."Yakin nih nggak mau buka? Aku punya sesuatu, loh. Hmm ... tebel banget nih kantong aku. Yakin nggak mau shopping pasca acara nikahan nanti?" tanya Frans dengan nada menggoda. Berharap Luna luluh.