Alan berangkat ke kantor, sebuah kantor yang berada di gedung pencangkar langit, lebih tepatnya lantai 10. Begitu membuka lift, Alan berjalan angkuh melewati para pegawai yang otomatis menundukkan kepala sebagai rasa hormatnya pada putra pemilik perusahaan yang saat ini menjabat sebagai kepala manager.
Alan kembali menatap laptop di atas meja kerja, sibuk mengamati laporan dan jadwal pertemuan dengan kliennya. Hingga dering ponsel, mengganggu konsentrasinya, nama Mama Risma tertera di layar ponsel.”
“Hello, Ma.”
“Alan, kamu sudah tak waras hah, siapa yang kamu nikahi,” suara melengking dengan nada penuh amarah memekakan telinga Alan.
“Zahira, namanya,” sahut Alan datar.
“Alan, siapa itu Zahira?” suara wanita kembali terdengar kesal.
“Adik, Amanda.“
“What! Ini tidak benarkan, Mama cuma mimpi ’kan! Kenapa kamu menikahi anak itu, dia itu cuma anak dari wanita pelakor, Mamah pernah dengar tentang anak kedua Pak Wijaya, anak dari wanita simpanannya!” gertaknya lagi masih bernada keras, bahkan terlihat frustasi.
“Menikahi Zahira lebih baik dari pada menikahi Amanda,” sahut Alan.
“Apanya yang lebih baik, tidak selevel dengan kita, beda kasta, tidak sederajat, bibit dari wanita perusak rumah tangga, pokoknya kamu harus ceraikan wanita itu sekarang juga!” perintah Risma.
Tut!...tut!...sambungan ponsel terputus.
Alan hanya tersenyum datar, tidak peduli dengan ocehan wanita di seberang ponsel. Alan mengingat kembali tujuannya menikahi Zahira, sebelum mengambil keputusan itu, tepatnya beberapa menit ketika mengetahui Amanda berselingkuh dan saat mengetahui jika gadis bercadar di rumah Amanda seakan menutupi kejadian itu, timbullah niat Alan untuk menikahi gadis bercadar itu, tanpa ia tahu, jika sebenarnya gadis bercadar itu ternyata putri Pak Wijaya juga. Dan justru itu membuat Alan puas, pasti Amanda akan lebih kecewa, jika ia menikahi adik tirinya.
“Tanpa Mamah minta, aku pasti akan menceraikan Zahira,” gumam Alan, lalu pria itu kembali menatap pada pekerjaannya, tangannya beralih pada tumpukan berkas-berkas, selama ini Alan dipercaya oleh orang tuanya untuk mengendalikan perusahan yang sudah dirintis oleh mendiang opanya, Alan satu-satuanya harapan keluarganya, sebenarnya Alan, memiliki kakak laki-laki beda dua tahun dengan Alan, tapi kakak laki-lakinya itu memilih bergelut di bidang seni, ketimbang bisnis, jadi keluarganya sangat berharap Alan akan melanjutkan memimpin perusahaan mereka.
Siang berganti malam, seperti biasanya, Alan selalu pulang larut, ia betah sekali dengan pekerjaannya, butuh ketekunan dan ketelitian serta kerja keras, ada ribuan karyawan yang bergantung pada perusahaannya, jadi ketekunan dan kerja keras sangatlah penting, jam tangannya menunjukkan pukul delapan malam, ia pun membereskan berkas-berkas di atas meja kerja, setelah rapi, ia melangkahkan kaki menuju lift, dan berhenti di basement parkir, lalu melangkah menuju mobil sedan warna hitam, tapi langkahnya terhenti, ketika kaki jenjang milik seorang wanita, tiba-tiba menghadangnya.
“Amanda,” ujar Alan. Sedikit terkejut dengan kehadiran Amanda.
“Al, apa kita bisa bicara sebentar,” pinta Amanda.
“Tidak bisa, aku akan segera pulang, aku sudah merindukan istriku, kamu tahu ‘kan, kami pengantin baru, lebih suka menghabiskan malam di atas ranjang, daripada bicara dengan jalang sepertimu!” jawab Alan, sambil terus melangkah.
“Al, aku minta maaf, aku khilaf Al...” Amanda terus memohon.
Alan berbalik ke arah Amanda. ”Khilaf, aku bisa melihat dan mendengar betapa kamu menikmati waktu bercumbu dengan lelaki itu, hahh entah siapa lelaki itu sama brengseknya denganmu,” umpat Alan.
“Tapi kenapa sih, kamu harus menikahi Zahira, kamu tahu Zahira itu siapa, dia anak wanita yang merusak pernikahan orang tuaku!”
“Memang itu tujuanku, untuk menyakitimu, bagaimana ternyata calon suamimu menikahi adik tirimu, semacam judul novel ‘kan?” balas Alan sinis, tapi puas membuat wajah Amanda terlihat meradang menahan marah.
Alan memasuki mobil, dan menutup pintu dengan keras, lalu menancapkan gas, melesat keluar dari basement, tidak memperdulikan teriakan kekesalan Amanda, baginya Amanda wanita yang sama dengan wanita lainya, hanya mengejar kedudukannya, atau mungkin kekayaannya.
Beberapa menit berlalu, ia sudah berada di depan rumah dan melihat gadis bercadar sedang duduk di lantai, punggungnya bersandar di dinding, dan terlihat sedang memejamkan matanya.
Telapak tangan Alan, memegang bahu Zahira, tapi seketika Zahira terkejut dan menorong dengan sekuat tenaga, hingga Alan terjengkang ke belakang.
“Jangan sentuh aku!” teriak Zahira ketakutan.
“Gadis aneh, aku ini suamimu, jangankan menyentuh, berbuat mesum pun diperbolehkan!” sarkas Alan dengan nada kesal.
Ketika menyadari yang menyentuh bahunya adalah Alan, Zahira tertunduk. ”Maaf Mas, tadi aku kira orang lain,” sahut Zahira jantungnya masih berdegup kencang, bahkan rasanya kakinya sulit untuk berjalan.
“Apa yang kamu lakukan di situ, macam gembel saja?”
“Maaf Mas, aku tidak punya kunci cadangan untuk membuka pintu ini.” Suaranya sedikit gugup dan tubuhnya sedikit gemetar.
“Siapa suruh tidak minta kunci cadangan,” gerutu Alan, sembari membuka pintu rumah.
“Kenapa kamu gemetaran begitu,” sela Alan.
“Hira lapar, Mas, belum makan dari siang tadi, Hira kehabisan uang,” jawab Zahira tertunduk sambil memegangi perutnya.
“Sudah tahu, uang habis, pakai keluyuran segala, diam di rumah!” gertak Alan.
Zahira masih terlihat gemetar, ia hanya mengerjabkan matanya mendengar cercaan Alan, setelah pintu terbuka, Zahira segera mencuci tangan dan mengambil minum.
Aroma masakan tercium, sampai ke dalam kamar, lalu Alan memutuskan untuk keluar kamar, meskipun tadi ia sudah makan malam sebelum menuju ke rumah, tapi aroma masakan Zahira, sungguh membuat perutnya kembali keroncongan.
“Masak apa?”
Pertanyaan Alan membuat Zahira terkejut, hingga pisau di tangannya terlepas.
“Ahh.. begitu saja terkejut, masak apa?” tanyanya lagi dengan nada meninggi.
“Masak, ayam kecap Mas, dan sayur tumis jamur, Mas Alan mau?”
“Nggak suka masakan kampung, nggak selera,” sahut Alan berbanding dengan perutnya yang berbunyi.
Zahira tersenyum, dapat dilihat dari matanya. ”Itu perutnya bunyi, Hira siapkan ya Mas,” ucap Zahira.
Alan hanya diam, tapi ia duduk di kursi makan, sambil sibuk memainkan ponselnya.
Zahira meletakan piring yang sudah di isi nasi dan ayam kecap dan tumis jamur, serta air meneral sudah disiapkan.
“Silakan Mas, maaf jika tidak enak,” ucap Zahira, lalu gadis itu berlalu memasuki kamarnya setelah membawa satu piring, ia memilih makan di dalam kamar daripada merusak suasana hati Alan, yang begitu ketus.
Alan tampak ragu, tapi makanan di depannya terlihat mengiurkan dan bersih, penataannya pun rapi ala restoran bintang 5, dan aromanya benar-benar membuat cacing di perut Alan meronta-ronta.
Hemmm sial, masakannya enak banget, bisa-bisa aku tinggalkan restoran langgananku itu, tak kusangka gadis kampung seperti dia bisa memasak seenak ini, dan terlihat bersih, masakannya enak, penataannya juga seperti restoran bintang lima,” batin Alan sambil tersenyum.
Kini Zahira duduk di ranjang, ia mengingat kejadian beberapa jam tadi saat ia mendorong Alan, air matanya tiba-tiba luruh, mengingat kejadian beberapa tahun silam. Bahkan mimpi buruk itu masih sering datang di mimpinya, wajah seorang pria yang sangat di bencinya masih terlihat jelas dibenaknya. Pria yang melecehkannya dan hampir membuatnya ternoda, dan menyisakan trauma yang mendalam, setiap sentuhan lelaki, di artikan ancaman untuk dirinya.
Hari terus belalu, Zahira semakin menikmati kehidupannya. Fatima, mengajaknya untuk mengaji di pesantren, dan sedikit-demi sedikit Zahira mulai menjalan ibadah.“Zahira, jika ingatanmu pulih, ibu berharap, kamu tidak usah rujuk dengan Alan,”titah Bu Fatima“Kenapa?”“Karena selama kamu menjadi istrinya, kamu menderita, kamu tidak bahagia,”jawab Fatima“Tapi, Mas Alan adalah ayah kandung Rena. ““Rasid bisa menjadi ayah yang baik untuk Rena,”tegas FatimaZahira hanya terdiam.”Aku akan memutuskan, jika ingatanku sudah kembali,”jawab ZahiraZahira duduk di pendopo bersama santri wanita, ia dengan hikmat mendengarkan tausiah yang dibawakan Nyi Hanum, sekitar dua jam, selesai.“Zahira, bisa kita bicara?”ucap Nyi Hanum“Bisa Nyi Hanum.”Lalu keduanya berjalan kearah gazebo. Bagaimana kabarmu?”tanya Nyi Hanum“Baik, saya menjalani hipnoterapi oleh dokter Reha.”“Alhamdulilah, begitu banyak kejadian, yang menimpa kehidupanmu, aku senang kamu dapat melewatinya, satu minggu lagi, Rasid akan kem
Rita dan sang sopir yang mendengar suara tembakan saling pandang dan terkejut, lalu, tanpa berpikir panjang, kedua orang itu memberesi pakaiannya, dan pergi menyelinap, keluar dari vila, mereka tidak mau terlibat masalah hukum.“Cepat kita harus pergi, sebelum polisi datang,”ajak RitaTapi keduanya terlambat, polisi sudah sampai di pintu pagar dan menangkap kedua pasangan itu.Dua orang polisi bergegas masuk ke dalam vila, dan mereka menemukan tubuh pria yang tergeletak di lantai kamar tidur dengan darah mengucur deras.Zahira histeris”Nico!..teriaknya sambil menangis dan juga Rena ikut menangis dalam dekapan Zahira, sementara Alan masih terduduk menatap tubuh Abram, yang telah tewas.Polisi membawa Alan dan Zahira keluar kamar dan mengamankan TKP.Polisi wanita membawa Zahira yang masih ketakutan dan shock, kemudian Roy dan Santi terlihat berjalan ke arah halaman, keduanya bernapas lega mendapati Alan selamat walau telihat shock.“Syukurlah, Pak Alan berhasil menyelamatkan Bu Zahir
Tidak ada pemeriksaan yang ketat waktu memasuki halaman, keduanya turun dari mobil, disana terlihat Baron, sudah menunggu diambang pintu.“Kamu sudah siapkan uangnya ‘kan, untukku, aku ingin uang cash,”bisik Baron pada Santi.“Tentu saja, aku sudah siapkan, begitu kami selesai, Pak Baron bisa mengambil uang itu,”jawab Santi dengan tenang.Baron tersenyum, lalu mengajak Roy dan Santi memasuki villa mewah dan menuju ke sebuah studio, mata Santi mengedar ke semua ruangan.“Villa ini sangat klaisik dan indah,”ucap RoySeorang wanita turun menuruni tangga sambil mengendong anak kecil saat itu jaga Roy diam –diam mengarahkan ponselnya dan merekamnya.“Siapa wanita itu?”tanya Santi“Dia istri Tuan Nicolas, “jawab Baron, lalu membuka pintu studio dan ketiganya masuk, disana ada Abram, yang sudah menunggu.“Oh jadi ini Tuan Nicolas, suatu kehormatan bagi saya, bisa bertemu dengan pelukisnya langsung,”kata Roy“Aku bersedia untuk diwawancarai, tapi tidak berkenan, jika wajah di ekspos, cukup
Alan semakin geram, dentuman musik semakin keras, hingga Alan sudah tidak bisa mendengar percakapan Amanda dan Baron, tapi setidaknya ia tahu, jika Abram dan Zahira masih hidup, dan tinggal di vila puncak bukit, dengan segera, Alan melangkahkan kaki dan pergi keluar night klup.Alan sangat marah, jika benar Abram, selama ini menyembunyikan Zahira bahkan membuat Zahira hilang ingatan dengan obat –obat terlarang.Alan menaiki taksi yang masih menunggunya, dia sudah tak sabar untuk memastikan jika Zahira dan Abram, masih hidup. Setelah sampai di hotel, Alan memanggil Roy dan Santi ke dalam kamarnya.“Duduklah kalian,”suruh Alan dengan wajah serius, membuat kedua stafnya itu saling tatap dan takut.“Ada apa Pak Alan, apa kami membuat kesalahan?”tanya Roy“Tidak, ini bukan masalah pekerjaan, aku membutuhkan bantuan kalian,”balas Alan“Bantuan, apa, Pak?”tanya Santi penasaranAlan menghela napas sejenak, dan kembali serius.“Aku tidak sengaja, melihat Amanda, dan aku bertemu denganya. D
Semantar itu di viila, terlihat Amanda sedang berbicara serius dengan Abram“Apa kamu yakin itu Alan?”“Sangat yakin, tapi aku rasa dia ke Bali, karena urusan pekerjaan, karena Alan bersama dua stafnya,”ungkap Amanda“Tenanglah, mereka tidak akan sampai di pengunungan ini,”jawab Abram“Lebih baik kamu waspada, dan percepat pernikahanmu dengan Zahira, karena Zahira juga mulai meningat dirinya waktu kamu akan menodainya, ia bermminpi tentang itu,”jelas Amanda“Apa Zahira bercerita tentang itu padamu?”“Iya dia mengatakan jika bermimpi ada seorang pria yang mencoba menodainya dan menyayat dada pria itu dengan pisau.”Abram terdiam, ia berpikir tentang pagi ini kenapa Zahira menanyakan tentang luka di dadanya itu.“Kamu benar, aku segera akan mempercepat pernikahan, dan setelah itu pergi keluar negeri, setelah menikah,”jawab Abram serius“Baiklah , aku pergi dulu,”pamit Amanda.Malam semakin larut, Abram menuju kamar Zahira, setelah mengetuk pintu, Zahira membukakan pintu.“Nico,”“Ak
Zahiar telah siap, wanita itu semakin cantik, membuat Amanda semakin iri dengan saudari tirinya itu, ia sangat beruntung, dicintai dan digilai oleh dua orang pria.“Kamu cantik Zanet. Nicolas sangat beruntung memilikimu,”celoteh AmandaZahira hanya tersenyum, lalu keduanya berjalan menuju mobil Amanda, diikuti Abram.“Aku akan mengantar Zanet kembali ke sini,”ucap Amanda pada AbramAbram, hanya tersenyum, dan mengangguk, lalu Zahira dan Amanda memasuki mobil dan berlahan mobil pun keluar melewati pagar tinggi.“Amanda,seperti apa Nicolas waktu kuliah?”“Heumm...dia introvet,lebih senang menyendiri dan tak banyak memiliki teman, sebenarnya aku juga tidak dekat denganya,setelah lulus dari universiras, aku tidak tahu lagi kabarnya, dan bertemu, secara tak sengaja, di Bali, kerena aku ingin membeli karya lukisan,”Amanda berusaha mengarang cerita.Zahira tampak sedih. “kita akan pergi ke mana?”tanya Zahira“Aku dengar dari Nico, kalian akan melakukan pernikahan ulang ‘kan, jadi aku akan m