Alan berangkat ke kantor, sebuah kantor yang berada di gedung pencangkar langit, lebih tepatnya lantai 10. Begitu membuka lift, Alan berjalan angkuh melewati para pegawai yang otomatis menundukkan kepala sebagai rasa hormatnya pada putra pemilik perusahaan yang saat ini menjabat sebagai kepala manager.
Alan kembali menatap laptop di atas meja kerja, sibuk mengamati laporan dan jadwal pertemuan dengan kliennya. Hingga dering ponsel, mengganggu konsentrasinya, nama Mama Risma tertera di layar ponsel.â
âHello, Ma.â
âAlan, kamu sudah tak waras hah, siapa yang kamu nikahi,â suara melengking dengan nada penuh amarah memekakan telinga Alan.
âZahira, namanya,â sahut Alan datar.
âAlan, siapa itu Zahira?â suara wanita kembali terdengar kesal.
âAdik, Amanda.â
âWhat! Ini tidak benarkan, Mama cuma mimpi âkan! Kenapa kamu menikahi anak itu, dia itu cuma anak dari wanita pelakor, Mamah pernah dengar tentang anak kedua Pak Wijaya, anak dari wanita simpanannya!â gertaknya lagi masih bernada keras, bahkan terlihat frustasi.
âMenikahi Zahira lebih baik dari pada menikahi Amanda,â sahut Alan.
âApanya yang lebih baik, tidak selevel dengan kita, beda kasta, tidak sederajat, bibit dari wanita perusak rumah tangga, pokoknya kamu harus ceraikan wanita itu sekarang juga!â perintah Risma.
Tut!...tut!...sambungan ponsel terputus.
Alan hanya tersenyum datar, tidak peduli dengan ocehan wanita di seberang ponsel. Alan mengingat kembali tujuannya menikahi Zahira, sebelum mengambil keputusan itu, tepatnya beberapa menit ketika mengetahui Amanda berselingkuh dan saat mengetahui jika gadis bercadar di rumah Amanda seakan menutupi kejadian itu, timbullah niat Alan untuk menikahi gadis bercadar itu, tanpa ia tahu, jika sebenarnya gadis bercadar itu ternyata putri Pak Wijaya juga. Dan justru itu membuat Alan puas, pasti Amanda akan lebih kecewa, jika ia menikahi adik tirinya.
âTanpa Mamah minta, aku pasti akan menceraikan Zahira,â gumam Alan, lalu pria itu kembali menatap pada pekerjaannya, tangannya beralih pada tumpukan berkas-berkas, selama ini Alan dipercaya oleh orang tuanya untuk mengendalikan perusahan yang sudah dirintis oleh mendiang opanya, Alan satu-satuanya harapan keluarganya, sebenarnya Alan, memiliki kakak laki-laki beda dua tahun dengan Alan, tapi kakak laki-lakinya itu memilih bergelut di bidang seni, ketimbang bisnis, jadi keluarganya sangat berharap Alan akan melanjutkan memimpin perusahaan mereka.
Siang berganti malam, seperti biasanya, Alan selalu pulang larut, ia betah sekali dengan pekerjaannya, butuh ketekunan dan ketelitian serta kerja keras, ada ribuan karyawan yang bergantung pada perusahaannya, jadi ketekunan dan kerja keras sangatlah penting, jam tangannya menunjukkan pukul delapan malam, ia pun membereskan berkas-berkas di atas meja kerja, setelah rapi, ia melangkahkan kaki menuju lift, dan berhenti di basement parkir, lalu melangkah menuju mobil sedan warna hitam, tapi langkahnya terhenti, ketika kaki jenjang milik seorang wanita, tiba-tiba menghadangnya.
âAmanda,â ujar Alan. Sedikit terkejut dengan kehadiran Amanda.
âAl, apa kita bisa bicara sebentar,â pinta Amanda.
âTidak bisa, aku akan segera pulang, aku sudah merindukan istriku, kamu tahu âkan, kami pengantin baru, lebih suka menghabiskan malam di atas ranjang, daripada bicara dengan jalang sepertimu!â jawab Alan, sambil terus melangkah.
âAl, aku minta maaf, aku khilaf Al...â Amanda terus memohon.
Alan berbalik ke arah Amanda. âKhilaf, aku bisa melihat dan mendengar betapa kamu menikmati waktu bercumbu dengan lelaki itu, hahh entah siapa lelaki itu sama brengseknya denganmu,â umpat Alan.
âTapi kenapa sih, kamu harus menikahi Zahira, kamu tahu Zahira itu siapa, dia anak wanita yang merusak pernikahan orang tuaku!â
âMemang itu tujuanku, untuk menyakitimu, bagaimana ternyata calon suamimu menikahi adik tirimu, semacam judul novel âkan?â balas Alan sinis, tapi puas membuat wajah Amanda terlihat meradang menahan marah.
Alan memasuki mobil, dan menutup pintu dengan keras, lalu menancapkan gas, melesat keluar dari basement, tidak memperdulikan teriakan kekesalan Amanda, baginya Amanda wanita yang sama dengan wanita lainya, hanya mengejar kedudukannya, atau mungkin kekayaannya.
Beberapa menit berlalu, ia sudah berada di depan rumah dan melihat gadis bercadar sedang duduk di lantai, punggungnya bersandar di dinding, dan terlihat sedang memejamkan matanya.
Telapak tangan Alan, memegang bahu Zahira, tapi seketika Zahira terkejut dan menorong dengan sekuat tenaga, hingga Alan terjengkang ke belakang.
âJangan sentuh aku!â teriak Zahira ketakutan.
âGadis aneh, aku ini suamimu, jangankan menyentuh, berbuat mesum pun diperbolehkan!â sarkas Alan dengan nada kesal.
Ketika menyadari yang menyentuh bahunya adalah Alan, Zahira tertunduk. âMaaf Mas, tadi aku kira orang lain,â sahut Zahira jantungnya masih berdegup kencang, bahkan rasanya kakinya sulit untuk berjalan.
âApa yang kamu lakukan di situ, macam gembel saja?â
âMaaf Mas, aku tidak punya kunci cadangan untuk membuka pintu ini.â Suaranya sedikit gugup dan tubuhnya sedikit gemetar.
âSiapa suruh tidak minta kunci cadangan,â gerutu Alan, sembari membuka pintu rumah.
âKenapa kamu gemetaran begitu,â sela Alan.
âHira lapar, Mas, belum makan dari siang tadi, Hira kehabisan uang,â jawab Zahira tertunduk sambil memegangi perutnya.
âSudah tahu, uang habis, pakai keluyuran segala, diam di rumah!â gertak Alan.
Zahira masih terlihat gemetar, ia hanya mengerjabkan matanya mendengar cercaan Alan, setelah pintu terbuka, Zahira segera mencuci tangan dan mengambil minum.
Aroma masakan tercium, sampai ke dalam kamar, lalu Alan memutuskan untuk keluar kamar, meskipun tadi ia sudah makan malam sebelum menuju ke rumah, tapi aroma masakan Zahira, sungguh membuat perutnya kembali keroncongan.
âMasak apa?â
Pertanyaan Alan membuat Zahira terkejut, hingga pisau di tangannya terlepas.
âAhh.. begitu saja terkejut, masak apa?â tanyanya lagi dengan nada meninggi.
âMasak, ayam kecap Mas, dan sayur tumis jamur, Mas Alan mau?â
âNggak suka masakan kampung, nggak selera,â sahut Alan berbanding dengan perutnya yang berbunyi.
Zahira tersenyum, dapat dilihat dari matanya. âItu perutnya bunyi, Hira siapkan ya Mas,â ucap Zahira.
Alan hanya diam, tapi ia duduk di kursi makan, sambil sibuk memainkan ponselnya.
Zahira meletakan piring yang sudah di isi nasi dan ayam kecap dan tumis jamur, serta air meneral sudah disiapkan.
âSilakan Mas, maaf jika tidak enak,â ucap Zahira, lalu gadis itu berlalu memasuki kamarnya setelah membawa satu piring, ia memilih makan di dalam kamar daripada merusak suasana hati Alan, yang begitu ketus.
Alan tampak ragu, tapi makanan di depannya terlihat mengiurkan dan bersih, penataannya pun rapi ala restoran bintang 5, dan aromanya benar-benar membuat cacing di perut Alan meronta-ronta.
Hemmm sial, masakannya enak banget, bisa-bisa aku tinggalkan restoran langgananku itu, tak kusangka gadis kampung seperti dia bisa memasak seenak ini, dan terlihat bersih, masakannya enak, penataannya juga seperti restoran bintang lima,â batin Alan sambil tersenyum.
Kini Zahira duduk di ranjang, ia mengingat kejadian beberapa jam tadi saat ia mendorong Alan, air matanya tiba-tiba luruh, mengingat kejadian beberapa tahun silam. Bahkan mimpi buruk itu masih sering datang di mimpinya, wajah seorang pria yang sangat di bencinya masih terlihat jelas dibenaknya. Pria yang melecehkannya dan hampir membuatnya ternoda, dan menyisakan trauma yang mendalam, setiap sentuhan lelaki, di artikan ancaman untuk dirinya.
Kembali suara ponsel berdering nyaring, ibu Alan yaitu Risma sedang menelepon.âHello, Ma, ada apa?ââBesok malam, bawa istrimu ke rumah, Papah dan Oma, mau melihat istrimu, dan bersiaplah menceraikan dia, aku yakin, ia tidak sesuai dengan kriteria Omamu!â perintah Risma dengan sangat tegas.âSoal cerai Mamah tidak usah khawatir, pasti aku akan ceraikan Zahira, gadis kampung itu pasti tidak akan berontak,â jawab Alan pelan, takut jika Zahira mendengar.Bukannya takut sih, karena selama ini Alan tidak pernah takut pada siapapun, kecuali sang Oma, ia bergitu hormat dan patuh pada sang Oma. Alan cuma tidak mau menyingung perasaan Zahira, walau perasaan gadis itu sebenarnya tidak penting, tapi Alan juga punya etika dan strategi, bersikap manis pada lawannya adalah suatu strategi dalam bisnis, menurut Alan. Eh lawan? Apa benar yang mau di lawan Zahira, bukankah lawan sebenarnya adalah Amanda, dan gadis polos bercadar itu hanyalah tumbal, dari kekesalannya, setidaknya itu yang ada dalam p
Sementara itu di kediaman orang tua Alan, terjadi ketegangan seorang pria dengan rambut halus memenuhi wajahnya, tampak bersitegang dengan seorang pria paruh baya.âUntuk apa kamu datang ke rumah ini?â Ridwan berucap sambil menatap sinis pria yang masih berdiriâApa aku sudah tak punya hak untuk datang ke rumah ini Pah,â sahut ketus pria berusia 30 tahun sambil duduk menyilangkan kaki di sofa.âKenapa kamu belum berubah, Abram, menjadi liar dan tidak bisa mengurus dirimu sendiri,â tukas Risma.âAhhh.. sudahlah Mah, jangan bicara itu lagi, toh aku tidak menyusahkan kalian.â Pria yang bernama Abram itu, meraih sebungkus rokok di saku kemejanya, lalu menyulutnya dengan pemantik.âAku datang ke rumah ini, karena aku dengar Alan sudah menikah, kenapa kalian tidak mengundangku?ââKami sendiri tidak tahu, jika Alan menikah, anak itu juga lamaâkelamaan sama denganmu, gara-gara seorang wanita bisa menghancurkan masa depannya sendiri,â celoteh Risma kesal.âKenapa, bukankah Amanda calon menant
âJangan mengada-ngada Oma, wajah tertutup seperti itu, bagaimana jika teman-teman sosialita Mamah tanya, cantik apa nggak mantunya? Mamah harus bilang apa, mau bilang cantik, tapi wajahnya tertutup seperti itu,â gerutu Risma kesal.âCantik kok, Zahira sangat cantik, bukan hanya cantik wajah, tapi hatinya juga cantik.â Oma Sinta menjawab keraguan Risma.âSudah, kita makan dulu,â ajak Ridwan Wira Atmaja suami Risma.Semuanya yang duduk di kursi makan, mulai menyuap menu di depan piring, seperti biasa, Zahira memakan dengan cadar masih terpakai, ia memasukan sendok ke dalam cadarnya . Risma dan Ridwan hanya memperhatikan cara makan Zahira.âAlan, menginaplah di sini beberapa hari, Oma mau belajar ngaji pada Zahira,â titah sang Oma.âTidak, Oma, aku tidak mau menginap di sini,â sahut Alan, tampak khawatir, jika menginap di rumah orang tuanya, itu berarti dia satu kamar dengan Zahira, pasti akan mempersulit aktivitasnya, jika satu kamar dengan Zahira.âKenapa keberatan, Oma disini hanya
Setelah makan pagi selesai, Alan dan Ridwan berangkat ke kantor. Kesempatan ini, dipakai Risma untuk mengerjai menantunya.âZahira, kamu bereskan semua perabot kotor ini, soalnya Bi Darni, aku suruh ke pasar!â perintah Risma.âBaik, Mah.ââApa asisten rumah tengga paruh waktu tidak datang, kenapa harus Zahira yang melakukannya,â tukas Oma Sinta, keberatan jika Zahira yang membersihkan semua piring kotor.âHalah Oma, âkan nggak selamanya kok, lagi pula Zahira sudah biasa mengerjakannya, iya âkan Zahira, kamu tidak keberatan âkan?âZahira tersenyum, iris matanya terlihat ia tulus. âTidak apaâapa Oma, saya akan membersihkannya,â jawab Zahira, lalu tanpa berkata lagi ia menaruh piringâpiring, lalu dibawanya ke wastefel dapur dan mulai mencuci piring dan perabot lainnya.Sesekali Zahira menatap jam di dinding dapur, hari ini ada jadwal kuliah, setelah menyelesaikan tugas yang diberikan Risma, gadis yang bercadar itu bergegas menuju kamar, meraih tas dan pergi.âMamah, Oma, Hira berangk
Wijaya, Anita dan Amanda sudah meninggalkan rumah mewah Ridwan. Sementara Alan, langsung naik ke lantai atas masuk ke dalam kamar, sikap acuh terlihat kembali. Oma yang badannya ringkihpun langsung memasuki kamar dan merebahkan tubuhnya di ranjang, sementara Risma masih ingin membuat Zahira tidak betah menjadi menantunya.âZahira, kamu tahu âkan tugasmu,â suruh Risma.âBaik Mah.âZahira langsung menuju meja makan yang penuh dengan piring kotor, ia meraih piring kotor dan mencucinya di wastafel, jam menunjukkan pukul sebelas malam, ketika Zahira selesai mengerjakan tugas dari ibu mertuanya.Semantara itu, Alan sudah berbaring di tempat tidur, matanya tertutup tapi pikirannya masih terjaga, ia teringat akan bola mata Zahira, yang hitam, bagai anggur liar, begitu pekat, tapi berkilau, dan hidung yang menempel di pipinya, ia merasakan jika hidung Zahira mancung.Ahh sial, kenapa aku jadi membayangkan wajah bocah itu, batin Alan, menutup kepalanya dengan selimut.Ceklek!... Pintu kamar ter
Amanda melangkahkan kakinya menuju lorong sebuah kantor, tepat di pintu yang bertuliskan Kepala Manger, Wira Company, ia berhenti, sejenak terdiam, lalu membuka dua kancing kemejanya, sedikit memperlihat indah dadanya yang membusung, terkesan menggoda. Wajah cantik, dengan kulit putih yang bersih, kecantikannya setera dengan artis ibukota, mungkin itu sebabnya Alan jatuh cinta pada Amanda, kecantikannya begitu terkesima, selain itu wanita yang telah menyelesaikan pendidikannya di universitas bergengsi di Kota Jakarta dengan nilai cumulade, juga tidak diragukan kecerdasannya, tawaran untuk menduduki jabatan penting di beberapa perusahaan nasional, tetapi Amanda lebih memilih untuk menjalin kerja sama dengan Wira Company.Tok! tok! Pintu pun diketuk, hingga sebuah suara menyuruhnya masuk.Pintu dibuka pelan, dan Amanda melangkah masuk, setelah menutup pintu, ia tak ingin pembicaraannya dan juga moment berdua bersama Alan terlihat oleh karyawan lain.Alan masih sibuk membubuhkan tanda ta
Mobil sedan hitam melaju kencang di jalan tol, dengan kecepatan tinggi menuju kota Bandung, setelah itu menuju sebuah perbukitan, di sepanjang jalan disuguhi pemandangan yang memanjakan mata, sangat indah dan sejuk, perkebunan teh yang hijau dengan lembah dan gunung yang memukau, ditambah lagi kebun strawbery yang tampak indah. Setelah melewati semua keindahan perkebunan, sampailah mobil Alan, menuju kepemukiman penduduk, jarak rumah yang satu dengan yang lainnya, berjauhan, hingga Zahira menyuruh Alan untuk berhenti, di sebuah rumah mungil bercat dinding dan putih, rumah kecil dengan halaman rumah yang luas, dengan pohon besar mengelilinginya, dan juga taman bunga mawar yang tengah bermekaran. Walau pun tampak kecil, tapi tampak asri dan teduh.âIni rumah ibumu?â tanya Alan dengan membuka kaca jandela mobil dan menatap rumah, yang menurutnya sangat kontras dengan kediaman Pak Wijaya yang mewah.âIya, Mas. mau turun, bertemu ibu?â tanya Zahira dengan sangat hati-hati.âNggak, aku suda
âMas..awas!â teriak Zahira.Alan hampir saja menabrak mobil yang melintas di depannya, mobil Alan mengerem mendadak laju mobilnya, dengan napas memburu Alan menjatuhkan kepalanya di atas stir. Zahira juga terkejut, hingga kepalanya terbentur dash board.Zahira mengusap kepalanya yang sakit seraya menatap ke arah Alan, yang masih shock.âMas, kamu baik-baik saja âkan?âAlan perlahan mengangkat kepalanya. âAku rasa, kita istirahat dulu Hira, kau tidak bisa melanjutkan perjalanan ini. Kita menginap di hotel terdekat,â ajak Alan mencoba menenangkan diri.Alan melajukan mobil pelan, 100 meter dari posisinya ada sebuah hotel, Alan memutuskan untuk menginap di hotel, karena tiba-tiba kepalanya pusing.Kini, Alan sudah berada di loby hotel. âDua kamar VIP,â ujar Alan pada resepsionis hotel.âBaik, Pak,â jawab resepsionis menyerahkan dua kunci kamar hotel.Tanpa berkata, Alan memberikan salah satu kunci kamar pada Zahira. Wanita bercadar itu pun mengerti, lalu meraih kunci tanpa banyak bertany
Hari terus belalu, Zahira semakin menikmati kehidupannya. Fatima, mengajaknya untuk mengaji di pesantren, dan sedikit-demi sedikit Zahira mulai menjalan ibadah.âZahira, jika ingatanmu pulih, ibu berharap, kamu tidak usah rujuk dengan Alan,âtitah Bu FatimaâKenapa?ââKarena selama kamu menjadi istrinya, kamu menderita, kamu tidak bahagia,âjawab FatimaâTapi, Mas Alan adalah ayah kandung Rena. ââRasid bisa menjadi ayah yang baik untuk Rena,âtegas FatimaZahira hanya terdiam.âAku akan memutuskan, jika ingatanku sudah kembali,âjawab ZahiraZahira duduk di pendopo bersama santri wanita, ia dengan hikmat mendengarkan tausiah yang dibawakan Nyi Hanum, sekitar dua jam, selesai.âZahira, bisa kita bicara?âucap Nyi HanumâBisa Nyi Hanum.âLalu keduanya berjalan kearah gazebo. Bagaimana kabarmu?âtanya Nyi HanumâBaik, saya menjalani hipnoterapi oleh dokter Reha.ââAlhamdulilah, begitu banyak kejadian, yang menimpa kehidupanmu, aku senang kamu dapat melewatinya, satu minggu lagi, Rasid akan kem
Rita dan sang sopir yang mendengar suara tembakan saling pandang dan terkejut, lalu, tanpa berpikir panjang, kedua orang itu memberesi pakaiannya, dan pergi menyelinap, keluar dari vila, mereka tidak mau terlibat masalah hukum.âCepat kita harus pergi, sebelum polisi datang,âajak RitaTapi keduanya terlambat, polisi sudah sampai di pintu pagar dan menangkap kedua pasangan itu.Dua orang polisi bergegas masuk ke dalam vila, dan mereka menemukan tubuh pria yang tergeletak di lantai kamar tidur dengan darah mengucur deras.Zahira histerisâNico!..teriaknya sambil menangis dan juga Rena ikut menangis dalam dekapan Zahira, sementara Alan masih terduduk menatap tubuh Abram, yang telah tewas.Polisi membawa Alan dan Zahira keluar kamar dan mengamankan TKP.Polisi wanita membawa Zahira yang masih ketakutan dan shock, kemudian Roy dan Santi terlihat berjalan ke arah halaman, keduanya bernapas lega mendapati Alan selamat walau telihat shock.âSyukurlah, Pak Alan berhasil menyelamatkan Bu Zahir
Tidak ada pemeriksaan yang ketat waktu memasuki halaman, keduanya turun dari mobil, disana terlihat Baron, sudah menunggu diambang pintu.âKamu sudah siapkan uangnya âkan, untukku, aku ingin uang cash,âbisik Baron pada Santi.âTentu saja, aku sudah siapkan, begitu kami selesai, Pak Baron bisa mengambil uang itu,âjawab Santi dengan tenang.Baron tersenyum, lalu mengajak Roy dan Santi memasuki villa mewah dan menuju ke sebuah studio, mata Santi mengedar ke semua ruangan.âVilla ini sangat klaisik dan indah,âucap RoySeorang wanita turun menuruni tangga sambil mengendong anak kecil saat itu jaga Roy diam âdiam mengarahkan ponselnya dan merekamnya.âSiapa wanita itu?âtanya SantiâDia istri Tuan Nicolas, âjawab Baron, lalu membuka pintu studio dan ketiganya masuk, disana ada Abram, yang sudah menunggu.âOh jadi ini Tuan Nicolas, suatu kehormatan bagi saya, bisa bertemu dengan pelukisnya langsung,âkata RoyâAku bersedia untuk diwawancarai, tapi tidak berkenan, jika wajah di ekspos, cukup
Alan semakin geram, dentuman musik semakin keras, hingga Alan sudah tidak bisa mendengar percakapan Amanda dan Baron, tapi setidaknya ia tahu, jika Abram dan Zahira masih hidup, dan tinggal di vila puncak bukit, dengan segera, Alan melangkahkan kaki dan pergi keluar night klup.Alan sangat marah, jika benar Abram, selama ini menyembunyikan Zahira bahkan membuat Zahira hilang ingatan dengan obat âobat terlarang.Alan menaiki taksi yang masih menunggunya, dia sudah tak sabar untuk memastikan jika Zahira dan Abram, masih hidup. Setelah sampai di hotel, Alan memanggil Roy dan Santi ke dalam kamarnya.âDuduklah kalian,âsuruh Alan dengan wajah serius, membuat kedua stafnya itu saling tatap dan takut.âAda apa Pak Alan, apa kami membuat kesalahan?âtanya RoyâTidak, ini bukan masalah pekerjaan, aku membutuhkan bantuan kalian,âbalas AlanâBantuan, apa, Pak?âtanya Santi penasaranAlan menghela napas sejenak, dan kembali serius.âAku tidak sengaja, melihat Amanda, dan aku bertemu denganya. D
Semantar itu di viila, terlihat Amanda sedang berbicara serius dengan AbramâApa kamu yakin itu Alan?ââSangat yakin, tapi aku rasa dia ke Bali, karena urusan pekerjaan, karena Alan bersama dua stafnya,âungkap AmandaâTenanglah, mereka tidak akan sampai di pengunungan ini,âjawab AbramâLebih baik kamu waspada, dan percepat pernikahanmu dengan Zahira, karena Zahira juga mulai meningat dirinya waktu kamu akan menodainya, ia bermminpi tentang itu,âjelas AmandaâApa Zahira bercerita tentang itu padamu?ââIya dia mengatakan jika bermimpi ada seorang pria yang mencoba menodainya dan menyayat dada pria itu dengan pisau.âAbram terdiam, ia berpikir tentang pagi ini kenapa Zahira menanyakan tentang luka di dadanya itu.âKamu benar, aku segera akan mempercepat pernikahan, dan setelah itu pergi keluar negeri, setelah menikah,âjawab Abram seriusâBaiklah , aku pergi dulu,âpamit Amanda.Malam semakin larut, Abram menuju kamar Zahira, setelah mengetuk pintu, Zahira membukakan pintu.âNico,ââAk
Zahiar telah siap, wanita itu semakin cantik, membuat Amanda semakin iri dengan saudari tirinya itu, ia sangat beruntung, dicintai dan digilai oleh dua orang pria.âKamu cantik Zanet. Nicolas sangat beruntung memilikimu,âceloteh AmandaZahira hanya tersenyum, lalu keduanya berjalan menuju mobil Amanda, diikuti Abram.âAku akan mengantar Zanet kembali ke sini,âucap Amanda pada AbramAbram, hanya tersenyum, dan mengangguk, lalu Zahira dan Amanda memasuki mobil dan berlahan mobil pun keluar melewati pagar tinggi.âAmanda,seperti apa Nicolas waktu kuliah?ââHeumm...dia introvet,lebih senang menyendiri dan tak banyak memiliki teman, sebenarnya aku juga tidak dekat denganya,setelah lulus dari universiras, aku tidak tahu lagi kabarnya, dan bertemu, secara tak sengaja, di Bali, kerena aku ingin membeli karya lukisan,âAmanda berusaha mengarang cerita.Zahira tampak sedih. âkita akan pergi ke mana?âtanya ZahiraâAku dengar dari Nico, kalian akan melakukan pernikahan ulang âkan, jadi aku akan m
Alan menatap begitu lama villa mewah di atas bukit, area di dalam vila sudah tertutup korden, hingga tak terlihat apapun dari luar , ada dua penjaga yang terlihat di pintu gerbang masuk. Alan lalu menghela napas berat dan menurunkan teropongnya, kembali duduk di kursi, pikiran tertuju pada Zahira, diingantanya setiap moment yamg indah, bersama istri bercadarnya itu, berharap ada sebuah keajaiban yang terjadi.Malam semakin larut, Zahira sudah tertidur lelap di kamarnya, tiba-tiba ia berteriak.âLepaskan!â lalu tersentak bangun dari tidurnya, keringat dingin mulai mengucur di dahinya padahal ruangan berACZahira mengusap wajahnya pelan. Ini ketiga kali aku mimpi yang sama, ada seorang lelaki yang ingin menodaiku, hingga aku melukainya dengan pisau di dadanya, apa ini sekedar mimpi, atau bagian dari masa laluku, batin Zahira.Semalaman Zahira tidak bisa tidur, ia duduk bersandar di pungung sandaran ranjang, memikirkan tentang mimpi yang sama, selama tiga hari ini. Semenjak ia tidak m
Sementara itu di vila lain, zahira sedang menatap wajahnya menyisir rambutnya dan menatap manik hitam yang mengkilat. Lalu terlihat Rita mengetuk pintu dan kemudian masukâNyonya Zanet, waktunya untuk mewarni rambut, lihat rambut Nyonya sudah terlihat menghitam.ââAku tidak mau mewarni rambutku, aku ingin rambut alamiku yang hitam,â jawab Zahira sambil terus menyisir.âTapi Nyonya , nanti Tuan Nico, marah.âZahira menatap asistennya, aku yang akan bicara nanti, sekarang bersiap-siaplah, kita akan keluar jalan-jalan, aku sudah minta izin Nico,âsuruh ZahiraâBaiklah, âjawab RitaBeberapa saat kemudian Zahira telah rapi, kali ini ia mengenakan celana kain, dengan blouse warna pink lembut, lalu menuju keluar kamarâKamu akan jalan-jalan?âtanya AbramâIya, Nico, hanya tiga jam, saja,âucap Zahira.âHati-hati,âbalas AbramLalu Zahira dan Rita yang mengendong Rena, keluar menuju mobilnya. Telihat sang sopir sudah menunggu, dan langsung menancap gas, begitu Rita dan Zahira masuk ke dalam mo
Kembali ke kota Jakarta, Alan sedang memimpin rapat di Wira Campany, semua antusias menyambut Alan, yang langsung menjabat CEO Wira Campany.âSejak Bapak koma, akhirnya Pak Bagas memutuskan mengabungan projek PT Wirasatya di Wira Campany dan pembangunan pabrik farmasi suduh berjalan lancar,âsalah satu team menjemen berucap.âAku akan fokus pada Wira Campany, PT Wirasatya saya nyatakan bergabung dalam Wira Campany,âjawab Alan.âAda beberapa projek yang suduh masuk, apa Pak Alan sudah siap membahasnya?ââJelaskan saja, projek apa saja yang sudah masuk!âperintah AlanâPorjek pembangunan bendungan di Bandung, projek pembangunan sekolah di Semarang, dan projek pembangun hotel dan resort di Bali,âjelas stafAlan tampak berpikir sambil menatap berkas, ditanganya.âKita bentuk tiga team, dan aku sendiri akan masuk dalam team, pembagunan hotel dan resort di Bali,âjawab AlanâBaik Pak, kami akan bentuk 3 team,untuk menyelesaikan ketiga projek kita,âjawab staf.Rapat pun berakhir, Alan kembali