“Bi, Arumi masih makan?”
“Iya, Tuan, sama Tuan Kevan.” “Hah, sama Kevan?” Jordhy menautkan alis. Tiba-tiba saja dia meletakkan daging panggang dan lekas berjalan menuju ruang makan. Ketika tiba, tampak Kevandra tengah asik bercerita dan sesekali Arumi tertawa. “Dia kenapa tampak bahagia sekali bersama Kevandra, ya?” batin Jordhy sambil menatap sepasang netra dengan bulu mata lentik itu yang menyipit. Tiba-tiba ada rasa tak nyaman di hatinya melihat sang istri tertawa lepas bersama lelaki lain di depannya. “Makanan gue mana, Rum?” Jordhy berdehem lalu duduk di samping Arumi. “Eh gue makan, Mas! Tadinya dari pada mubazir, kata Mbak Rumi, elo makan bareng Shelma, Mas?” Bukan Arumi yang menjawab, tetapi Kevandra yang langsung mendongak ke arahnya. “Iya tadinya, tapi males nunggu! Lama matengnya! Ambilin lagi, Rum!” titah Jordhy sambil menoleh pada Arumi yang baru saja menghabiskan suapan terakhir di piringnya. “Iya, Mas! Bentar aku siapin!” tutur Arumi seraya mengambil minum dan menyelesaikan makannya. Lantas ia sigap mengambil piring baru dan ditatanya lauk dan nasi ke atas piring itu, lalu diletakkan di depan Jordhy. Dia pun mengambilkan air dan disimpannya di dekat Jordhy. Usai menyiapkan makan, Arumi mengambil piring dan gelas kotor miliknya lalu beranjak ke wastafel. Jordhy mulai makan dan duduk berhadap-hadapan dengan Kevandra. Keduanya diam, hanya denting sendok terdengar. Lalu, tak berapa lama, Kevandra pun selesai makan. Dia berdiri dan membawa piring kotor ke wastafel di mana Arumi masih di sana. “Mbak, biar si Bibi saja yang cucikan!” Suara Kevandra menarik perhatian Jordhy. Dia menoleh, tampak kuku cantik Arumi penuh busa sabun dengan spons di tangan. “Gak apa, Kev! Kasihan si Bibi lagi sibuk layani teman-temannya Shelma! Sini mau nitip!” “Duh, jadi gak enak, nyuruh kakak ipar!” “Gak apa, sekalian, Kev!” Kevandra tampak meletakkan piring sambil tersenyum di samping Arumi. Mereka sebetulnya berjarak cukup aman. Namun, entah kenapa hati Jordhy, lagi-lagi merasa tak nyaman. Jordhy menunduk dan kembali fokus ke piring. Kevandra melewatinya, lalu naik tangga. Tak berapa lama, Arumi yang sudah selesai mencuci piring pun melewatinya dan menaiki tangga. Jordhy menatap kerudung Arumi yang menjuntai dan bergelombang ketika menaiki tangga. Dia pun menyudahi makannya karena sebenarnya sudah merasa kenyang tadi bersama Shelma dan teman-temannya. “Kenapa aku ditinggalin sendirian! Apa jangan-jangan mereka janjian?” batin Jordhy tiba-tiba berprasangka buruk pada Arumi dan Kevandra. Dia baru hendak bergegas bangun, tetapi satu sisi egoismenya bicara. “Ck, bukannya aku memang berharap mereka akrab, ya! Jadi mudah saja bagiku untuk melepaskan Arumi nanti setelah enam bulan! Kevan pasti gak tahu kalau dibalik cadar Arumi itu ada tompel yang bikin dia jelek. Kalau mukanya ditutup gitu, memang terlihat cantik, sih! Bulu mata lentik, iris cokelat, alis hitam beraturan dan tampak membuat matanya makin indah. “ “Ish, apa sih aku ini!” Jordhy menepis selintas kekaguman yang tiba-tiba muncul begitu saja. “Lebih baik aku kembali pada Shelma dan teman-temannya! Biar Arumi bisa semakin akrab dengan Kevandra!” batin Jordhy sambil lekas kembali bergabung bersama Shelma dan teman-temannya. Sementara itu, Arumi pun sebetulnya tak berniat mengakrabkan diri dengan sang adik ipar. Hanya saja, tadi kebetulan Kevandra mau mengambil makan dan melihat nasi dalam piring yang sudah disiapkan, tapi dianggurkan. Akhirnya, ketika Kevandra tahu itu makanan untuk Jordhy hanya saja tak disentuhnya, akhirnya dia memilih makan di sana. Tadi pun mereka sebetulnya tak banyak berbincang. Hanya sekali saja pas kebetulan Jordhy masuk. Arumi seperti memberi jarak dengan dirinya, jadi Kevandra tak lagi banyak bertanya terkait apakah pernah bertemu Arumi sebelumnya atau tidak? Masuk di kamar. Arumi lekas melepas cadar. Meskipun sudah mulai belajar mengenakan setiap hari, tetapi Arumi tetap merasa belum nyaman. Dia segera berganti pakaian dengan baju tidur dan berganti memakai masker untuk menutupi wajahnya. Arumi pun melepas kerudung lebar itu yang membuatnya merasa gerah. “Ck, di dalam kamar males banget pake baju ginian mulu!” keluh Arumi sambil memilih piyama tidur lengan panjang. Lekas dia menggulung rambut asal. Setelah menunaikan shalat isya, dia lekas memakai masker dan segera tidur di sofa. Karena Jordhy seperti memberi jarak, Arumi enggan untuk ikut berbagi tempat tidur dengan lelaki itu. Arumi terlelap di sofa. Sisa-sisa rasa lelah resepsi kemarin, masih terasa. Andai di rumah sendiri, sudah pergi ke salon untuk pijat. Sementara itu, waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam ketika Atmaja dan istrinya pulang. Suasana masih ramai di belakang membuat lelaki itu meminta istrinya untuk menengok ada apa di sana. Hanya saja, ketika dia melihat Jordhy tengah tertawa-tawa bersama para gadis. Atmaja meminta Reska memanggilnya. Kini, mereka bertiga sudah ada di ruang tengah. “Apa kau lupa, Jordhy! Saat ini, kamu itu seorang suami! Apa pantas masih tertawa-tawa hingga larut dengan perempuan-perempuan lajang, hah?” “Aku cuma nongkrong sebentar, Pa! Suntuk tadi dalam kamar!” “Kamu lupa bicara sama siapa, Jordhy? Kamu yakin, yang kamu katakan itu, benar?” Jordhy menelan saliva. Dia paham betul karakter Atmaja. Pasti dia sudah mengecek CCTV terlebih dulu sebelum memanggilnya. “Ya, Pa! Maaf. Aku belum terbiasa dangan Arumi. Hanya itu!” Jordhy menunduk. Dia masih tak bisa berkutik sekarang. Kalau sekali saja dia berbuat kesalahan, Jordhy takut, Atmaja benar-benar mengalihkan seluruh urusan perusahaan pada Kevandra karena dianggapnya dia tidak amanah. “Sekarang, di mana menantu Papa?” Tanya Tuan Atmaja. “Dia sudah tidur, Pa! Di kamar!” ujar Jordhy asal. Dia hanya mengira-ngira saja padahal. “Tolong, belajar jadi pemimpin yang baik! Sebelum Papa melihat kamu benar-benar berubah! Jangan harap, Papa akan urus pengukuhanmu ke notaris!” “Pa! Aku sudah mengikuti apa mau Papa, menikahi gadis itu! Sekarang, Papa mau aku berubah kayak gimana lagi?” Tuan Atmaja tersenyum tenang sambil menyipitkan mata menatap Jordhy yang terlihat gusar. “Berikan Papa seorang cucu! Papa baru percaya kalau kamu sudah benar-benar amanah menjadi seorang suami!” “A—Apa?!” Jordhy membeliakkan mata. Kenapa tuntutan Atmaja kini bertambah lagi. Menikah saja, itu mudah, karena itulah dia menyanggupinya. Namun, mendapatkan keturunan dari perempuan dengan pipi tompel itu, benar-benar tak terbayang dalam benak Jordhy.“Ya Allah, Mas! Kenapa jadi kamu yang ribet kayak gini, sih? Lahirannya juga masih lama!” kekeh Arumi.Jordhy menoleh dan mendekat ke arah sang istri. Sebelum berbicara, satu kecupan dia daratkan pada kening Arumi. Tak peduli Bi Muti memalingkan muka karena malu.“Apapun akan kulakukan demi kebaikan anak kita. Anggap saja ini adalah penebusan kesalahan!” kekehnya sambil membelai rambut Arumi. Jika di dalam rumah, Arumi kerap mengenakan pakaian santai. Toh, Pak Kamin memang di larang berkeliaran di dalam.“Baiklah, terserah kamu, Mas! Ini buat kamu!” tutur Arumi sambil menyerahkan segelas cappuccino hangat untuk sang suami. “Ayo! Temani Mas minum!” bisik Jordhy sambil menarik lengan Arumi dan mengajaknya meninggalkan kamar bayi mereka.Sebelum menginjak bulan ke Sembilan, mereka berdua melaksanakan agenda baby moon yang sudah dirancang. Puncak Bogor yang Jordhy pilih dari sekian banyak destinasi wisata yang Rasya sodorkan. Udara sejuk dan pemandangan pegunungan yang indah menjadi daya
“Lisa,” jawab Jordhy singkat.Wajah Arumi menunjukkan sedikit keterkejutan, tetapi ia segera tersenyum tenang. “Bagaimana keadaannya sekarang?”Jordhy menceritakan secara singkat keadaan Lisa yang kini telah jatuh dalam keterpurukan. Arumi mendengarkan dengan seksama, tanpa sedikit pun menunjukkan rasa cemburu atau marah. Sebaliknya, ia justru menepuk bahu suaminya dengan lembut.“Mas, kalau kamu merasa perlu membantunya, lakukan saja. Kadang, Tuhan memberi kita kesempatan untuk membantu orang lain agar kita bisa belajar dari masa lalu,” kata Arumi bijaksana.Jordhy menoleh dan menatap tak percaya pada apa yang Arumi katakana padanya, “Kamu serius berpikiran demikian, Dek?” Arumi tersenyum dan menyandarkan kepalanya di bahu Jordhy. “Semua orang pernah berbuat kesalahan, jika kesempatan kedua itu tak pernah ada, maka hari ini kita pun tak akan pernah bersama, Mas.”Jordhy termenung. Benar yang dikatakan Arumi. Namun, sisi logikanya masih bertahan. Tak semudah itu juga memberikan penga
Beberapa menit kemudian, ia tiba di sebuah pasar kecil. Di sana, matanya langsung tertuju pada gerobak kecil dengan tulisan “Rujak Serut Spesial” yang ditempatkan di samping sebuah pohon besar. Tanpa ragu, Jordhy berjalan cepat menuju gerobak tersebut dan menanyakan pesanan rujak serutnya. Saat menunggu penjual menyelesaikan pesanan, pandangannya tiba-tiba tertumbuk pada sosok perempuan yang berdiri tak jauh darinya. Perempuan itu pun tampak memandangi Jordhy dengan mata yang tampak kosong dan lelah, namun di balik itu, ada sorot yang berkaca-kaca, seolah menyimpan begitu banyak perasaan yang tak terucapkan.Jordhy memandang perempuan itu dengan kening berkerut. Butuh beberapa detik untuk mengenali siapa sosok tersebut. Wajah yang dulu selalu ia lihat dalam kesibukan kantor dan momen-momen pribadi mereka kini tampak berbeda—lelah, penuh bekas luka kehidupan. Lisa, mantan sekretaris sekaligus mantan kekasihnya, berdiri di sana dengan tubuh yang tampak kurus dan kusut dan perut yang te
Arumi tersipu, tapi dengan lembut ia menerima uluran tangan suaminya. “Baiklah karena dipaksa.”Mereka berdansa pelan diiringi musik lembut yang mengalun dari speaker di sudut ruangan. Jordhy memeluk Arumi dengan lembut, mendekapnya penuh cinta sambil berbisik, “Terima kasih sudah ada di hidupku. Kamu tahu, aku mungkin bukan suami yang sempurna, tapi aku berjanji akan selalu berusaha menjadi yang terbaik buat kamu dan anak kita nanti.”Arumi menyandarkan kepalanya di bahu Jordhy, merasakan kedamaian dan cinta yang tak terbendung. “Aku nggak butuh yang sempurna, Mas. Kamu, dengan segala kekurangan dan kelebihan, sudah lebih dari cukup.”Mereka terus berdansa dalam keheningan penuh makna, saling menguatkan tanpa banyak kata.Setelah makan malam, mereka memutuskan mampir ke sebuah mal yang masih buka untuk membeli beberapa keperluan bayi. Meski sudah larut, Jordhy masih tampak bersemangat memeriksa satu per satu barang yang ada di toko bayi. Arumi, yang sesekali duduk di kursi yang terse
“Malam ini bersiap, ya! Mas mau ajak kamu pergi! Cuma siang ini, Mas harus udah kerja, Rasya takut keburu botak kepalanya!” tutur Jordhy sambil meneguk susu hangat miliknya. Tentunya bukan susu untuk ibu hamil seperti yang Arumi sangka. “Mau ajak ke mana? Aku masih capek, tau!” keluh Arumi. “Ada, deh … rahasia!” balas Jordhy sambil mengambil potongan roti bakar miliknya lalu disuap dengan lahap. Pagi itu mereka berpisah dengan senyum yang tersemat pada bibir masing-masing. Ada rasa hangat yang menjalar dari dekapan singkat dan kecupan Jordhy pada kening Arumi sebelum pergi ke kantor. “Jangan lupa, malam nanti dandan yang cantik!” bisik Jordhy sambil melepaskan rangkulan dari pinggang Arumi. “Kan aku pake cadar, cantik juga gak kelihatan!” elak Arumi.Jordhy terkekeh sambil menggaruk tengkuk, “Hmmm … kalau mau dibuka, boleh, sih!” “Dih, enggak, ah! Dulu ‘kan kamu yang minta,” tutur Arumi menyangkal. “Iya deh, iya, Nyonya! Pamit, ya!” Jordhy mengecup sekali lagi kening Arumi, lal
Sepasang netra Arumi membeliak ketika melihat hiasan kamar bak kamar pengantin baru. Semerbak dengan taburan mawar dan ronce melati segar.“Mas?” Arumi menoleh ke arah Jordhy dan menatapnya. Namun bukan jawaban, melainkan tiba-tiba saja Jordhy membopong tubuhnya dan membaringkannya di atas king size bed bertabur mawar.“Malam ini, milik kita,” bisiknya sekali lagi. Lalu pinti dikuncinya dan lampu yang terang berubah temaram. Arumi hanya bisa pasrah ketika Jordhy mengajaknya berpetualang. ***Pagi menyambut dengan sapuan sinar surya yang lembut. Arumi baru saja bangun dan mengerjap ketika sinar matahari pagi menyelinap lewat tirai. Setelah shalat shubuh tadi, Arumi merasakan lelah yang luar biasa dan memilih untuk tidur lagi. Ditatapnya tempat tidur yang kosong di sampingnya, Jordhy sudah tak ada di tempat.Arumi mengerjap, mencoba mengingat-ingat. Baru saja kemarin dia landing di bandara dan menginjakkan kembali kakinya di Indonesia. Lalu bayangan manis malam tadi dan kalimat cinta y