Wolf melangkah sambil mengernyit. Ini karena rumahnya gelap. Saat ini baru pukul delapan, sangat jauh dari jam tidur. Tentu ia biasa menemui rumah yang gelap, tapi seharusnya ada yang berubah. Ada makhluk hidup bernapas lain yang menghuni rumahnya. Kegelapan itu membuatnya heran pastilah. Wolf meneruskan langkah ke sumber cahaya yang berasal dari kamarnya. Hanya ruangan itu yang menghasilkan tanda kehidupan. Membocorkan lokasi dimana Zoe berada. Tanpa permisi, maupun mengetuk, Wolf membuka pintu, dan mendapati kalau ternyata ada badai lokal telah lewat di kamarnya itu. Rumahnya selalu rapi. Tidak ada barang yang salah tempat maupun kusut. Tentu pemandangan bagaimana selimut dan bed cover yang tersibak dan tergeletak di lantai adalah hal yang membuatnya takjub. Dan bukan hanya itu. Ada lembaran kertas berjatuhan di sekitar ranjang. Ada tumpukan kertas yang masih cukup tinggi di atas meja. Yang tentu kemarin tidak ada di sana. Wolf tidak pernah bekerja di kamar. Ia hampir tidak per
Permainan Wolf memang cukup kasar juga kemarin, dan Zoe menikmatinya. Tapi tentu berbeda saat Zoe tidak menginginkannya. Ia hanya mendapat kesakitan. “AGHH!” Zoe menjerit dan meronta, tapi Wolf tidak menghentikan gerakannya. Tapi ia membungkuk dan berbisik di telinga Zoe. “Sebut namaku, dan aku akan mengganti rasa sakit ini dengan sesuatu yang bisa kau nikmati…” Tapi tentu Zoe tidak bisa melakukannya. Ia menggeleng dan terus berusaha melepaskan diri dari tindihan tubuh Wolf. “Keras kepala…” Wolf berhenti sejenak dan bergumam gusar, membalik tubuh Zoe dan membuka kakinya. Zoe menendangkan kakinya, tapi seperti tadi Wolf menangkapnya dengan mudah. “Jangan keras kepala dan cepat sebut namaku…” Wolf kembali menggeram saat menahan kedua kaki Zoe yang terbuka dia atas ranjang. Tapi kemudian mengernyit. Ia melihat hal lain. Zoe yang menangis dan ketakutan. Ia terisak, bersuara tidak jelas, tapi jelas tengah mencoba bicara. Bibirnya bergerak tapi tidak bisa membentuk kata. Hanya gumama
Dokter itu tampak menggeleng lalu mempersilahkan Wolf untuk mengikutinya. Kalaupun ia tadi berniat untuk melapor maka sekarang tidak lagi. Batas memar di tubuh Zoe amat samar. Bisa jadi memang ada kekerasan, tapi bisa jadi juga karena seks. Apalagi mengingat keadaan Zoe yang telanjang saat datang. “Bagaimana keadaan kepalanya? " Wolf kembali bertanya saat sampai di samping ranjang Zoe. Ia masih memejamkan mata dengan erat, belum terlihat tanda-tanda sadar. “Tidak ada yang serius. Benturan itu tidak menyebabkannya pingsan. Istri Anda mungkin pingsan hanya karena lelah. Setelah memeriksa menyeluruh, saya tidak menemukan tanda luka berbahaya di tubuh istri Anda. Hanya lecet di sekitar—organ intimnya.” Dokter itu ragu sejenak tapi kemudian menjelaskan apa adanya. “Aku mungkin harus berhati-hati setelah ini. Aku akan mempertimbangkan untuk tidak mengguncangnya terlalu keras.” Pernyataan yang membuat dokter itu kembali terlihat sedikit malu. Meski mereka berdua sama-sama pria dewasa,
Gerakan yang jauh dari kasar maupun brutal. Berhasil menekan ketakutan Zoe dan membuatnya duduk diam. Ciuman itu bahkan terasa seperti mimpi, karena begitu tiba-tiba dan begitu jauh berbeda dengan kekasaran yang tadi dilakukannya.Zoe sampai merasa seperti sedang bermimpi, karena kepalanya memang terasa terombang-ambing. Zoe baru yakin tidak sedang bermimpi saat merasakan gesekan kasar dari cambang Wolf di punggung tangannya. Malam telah berganti, cambang Wolf yang biasanya bersih, membayang berwarna abu-abu.“Kau ketakutan?” tanya Wolf. Sambil menurunkan tangan Zoe. Zoe meraba leher dan dadanya, tapi tentu tidak ada kartu maupun ponsel. Ia tidak bisa mengatakan apapun. Dan tidak ada kertas juga. “Apa aku perlu meminta kertas?” Wolf tentu juga tidak mau hanya dirinya yang bicara di sini.Tapi Zoe menggeleng. Ia menarik tangan Wolf yang ada di atas ranjang. Menuliskan huruf di telapak tangannya.“F?” Wolf bisa mengeja.“U.” Huruf berikutnya dan sudah.“Oh. F dan U. Itu …”Zoe memperj
Zoe tersentak saat ada dokter yang tiba-tiba saja menghambur masuk ke dalam kamarnya. Seharusnya tidak ada lagi dokter yang datang. Ia akan pulang sebentar lagi. Zoe semakin bingung saat dokter itu memandang sekitar kamarnya—memeriksa keadaan. Zoe ingin bertanya apa yang diinginkannya, tapi masih tidak punya alat untuk bicara. Sejak tadi, Wolf yang mengurus semua kebutuhannya agar bisa segera pulang. Tapi untung saja dokter berkacamata itu cepat mengungkap apa yang diinginkan. “Maaf, tapi di mana suami Anda?” tanyanya. Zoe menunjuk ke luar. Menjelaskan kalau Wolf sedang mengurus administrasi. Dkter itu tampak lega, lalu mengulurkan sesuatu. Lembaran kertas kecil yang tentu diterima Zoe. Itu adalah kartu nama dari sebuah Yayasan perlindungan Anak dan wanita. Zoe membaca keterangan di kartu itu, dan juga nomor telepon. Tapi tentu masih tidak mengerti kenapa dokter itu memberikannya. Zoe memandangnya sambil mengangkat alis—penuh tanya. “Anda hubungi saja nomor itu kalau kau merasa
Zoe menghentikan mobil yang dibawanya, lalu memarkirnya dengan rapi, Sedikit jauh dari tempat tujuannya, tapi memang sengaja. Mobil yang dipakainya terlalu mencolok. Terlalu bagus, karena milik Wolf. Saat mengatakan pada Stefan ia akan pergi tanpa diantar, mobil itu yang diberikan untuknya. Mobil sport sedan berwarna hitam, yang Zoe yakin harganya bisa dipakai untuk menyewa apartemen selama sepuluh tahun. Mobil tua miliknya akan lebih tidak mencolok saat dipakai, tapi Zoe meninggalkannya di parkiran-club milik Tiana. Ia mungkin akan mengambilnya nanti. Memakai mobil Wolf membuatnya keren tapi sekaligus menakutkan. Zoe takut ia membuat goresan pada body, yang perbaikannya akan setara dengan uang sewa apartemen setahun. Zoe menggendong tas ransel miliknya, lalu menaikkan hoody ke atas kepalanya. Ia harus menyembunyikan wajahnya tentu. Untung saja sekarang masih musim dingin. Meski tidak lagi bersalju, tapi penampilannya yang rapat tidak akan mengundang curiga. Tempat yang dituju Z
Begitu sampai di rumah, Zoe langsung berlari menuju kamarnya. Yang tentu saja kosong. Setahu Zoe, Wolf tidak akan pulang sampai beberapa hari ke depan.Kali ini Zoe sudah memastikan pada Stefan kalau berita itu benar. Sudah sekitar tiga hari yang lalu Wolf pergi. Jadwalnya ia akan berada di luar New York selama seminggu.Zoe menyambar laptop butut miliknya, lalu duduk di atas sofa. Menyalakan laptop itu, menunggu dengan tidak sabar karena proses booting yang lambat, lalu dengan cepat mengetikkan alamat web di halaman browser.Yang dituju Zoe adalah halaman di mana biasa penggemar artis bertemu dan saling memberi pendapat tentang selebriti favoritnya. Semacam web bagi penggemar untuk membagi apapun tentang selebriti. Mulai dari aktor, aktris, selebgram dan tentu saja penyanyi.Dengan cepat Zoe bisa menemukan halaman penggemar Iris. Terlihat jumlah trafik yang cukup ramai, karena memang Iris adalah penyanyi yang terkenal saat ini. Penggemarnya masih sangat bersemangat.Zoe membuat ID d
Wolf mengetukkan tangannya ke meja dengan tidak sabar. Orang yang ditunggunya belum juga datang. Ia paling benci orang yang suka terlambat.Wolf melirik ke arah ponsel dan melihat nama Clay melayang di permukaan. Lumayan untuk mengisi waktu dari pada mood-nya semakin memburuk.“Ada apa?” tanya Wolf, sambil mengangkat kedua kakinya ke atas meja. “Kau yang ada apa! Kau yang melupakan janji dengan dokter itu. Katanya kau sudah membuat janji dan kau tidak menjawab saat ada orang yang menghubungimu untuk mengingatkannya! Dia menghubungi istriku untuk bertanya tadi!” Clay mengomel.Wolf sejenak memeriksa notifikasi, dan memang ada beberapa panggilan tidak terjawab dari nomor yang tidak dikenalnya. Tentu saja panggilan itu diabaikan oleh Wolf. Tapi rupanya nomor itu penting. Ia akan menyimpannya nanti.“Aku lupa sama sekali. Bisa tolong sampaikan permintaan maafku padanya? Aku akan membuat janji di lain hari,” ujar Wolf.“Oke, tapi ada apa? Ttidak biasanya kau melupakan janji,” tanya Clay h