Share

6. Rela Jika Itu Untukmu

Rencana nekat terbentuk dalam benak Zoe. Rencana yang benar-benar nekat.

Wolf masih terus mengamati Zoe–terutama wajahnya. Zoe menegakkan lehernya, memberi akses agar Wolf melihat wajahnya lebih jelas. Zoe berada di angle yang tepat, Wolf seharusnya tidak menilainya lumayan lagi.

“Aku lihat dulu bagaimana," kata Wolf, sambil meletakkan minumannya di atas meja yang ada di hadapannya.

Bukan meja biasa. Meja itu adalah panggung Zoe. Bundar, memiliki lebar yang cukup agar penari bisa bergerak aman dan bebas, lalu ada tonggak besi di tengahnya.

“Aku permisi. Aku harap kau menyukainya.” Tiana berpamitan. Seiring detak suara sepatu Tiana yang semakin samar karena pintu ruangan itu telah tertutup, detak jantung Zoe semakin keras.

Ia biasanya tidak lagi gugup dan langsung bekerja dengan profesional, tapi kali ini berbeda. Ia harus berhasil membuat Wolf tertarik padanya. Harus bisa membuatnya meminta pelayanan full sevice agar meninggalkan kesan.

“Kau pilih lagu sendiri.” Wolf mengulurkan tablet yang berisi daftar lagu kepada Zoe, dan Zoe bersyukur karenanya. Ia bisa memilih lagu yang sangat dikuasinya.

“Oh… Aku suka pilihanmu… Selera musikmu lumayan.” Wolf menepuk pahanya dengan puas.

Zoe memilih lagi dengan beat RnB pelan, lirik nakal dan sensual. Sangat cocok dengan suasana. Lagu itu kurang terkenal, tapi Zoe menyukainya. Ia bisa bergerak lebih bebas saat diiringi lagu itu.

Zoe sejenak memejamkan mata, selain menangkan diri. Mencoba untuk melupakan dunia di sekitarnya. Satu-satunya cara agar ia bisa membuka pakaian tanpa malu nantinya. 

Telinga Zoe menunggu ketukan lagu, lalu menaiki meja itu. Sambil berpegangan pada tiang, Zoe mulai meliuk seirama lagu, menekuk kedua lutut, membuka kakinya dan mengelus tubuhnya dengan menggoda. Membungkuk dan menggeliat.

Matanya tidak melepaskan tatapan dari Wolf, mengedip perlahan dengan sayu. Pria itu perlahan melupakan cerutunya, sampai abu menumpuk di ujung.

Napasnya tertahan saat melihat Zoe melepaskan jubahnya dengan gerakan pelan. Wolf tersenyum, menyukai apa yang dilihatnya. Dan senyumnya semakin lebar saat Zoe turun perlahan lalu mengulurkan kakinya, menumpu pada kursi---tepat di antara kedua pangkal paha pria itu.

“You’re a sly fox…” Wolf menggeram dengan suara yang semakin dalam. Sementara tangannya bergerak menurunkan boot yang dipakai Zoe, keduanya.

Tapi saat Wolf ingin menyentuh, Zoe menghindar dan kembali melompat ke atas meja, menggelayut dan berputar pada tonggak.

Dengan kaki yang masih mengait tiang, Zoe mencondongkan tubuhnya, memutar menunjukkan punggung. Tempat dimana tali bikininya berada. Wolf juga mengerti apa tugasnya. Ia menarik tali itu sampai terurai.

Tapi Zoe tidak membiarkan potongan bikini itu jatuh, ia memegang bagian depan, sengaja membuatnya tetap tertutup. Dan tentu membuat Wolf mendesah kecewa.

Zoe tersenyum. Rayuannya berhasil. Pria itu bereaksi sesuai keinginannya. Ini saatnya memberi lebih.

Zoe memutar tubuhnya beberapa kali di tiang, lalu turun dari meja itu, berdiri di hadapan Wolf, lalu menurunkan potongan kain itu.

Zoe bahkan bisa mendengar helaan napas Wolf, saat matanya menikmati apa yang dinantikannya sejak tadi. Tapi saat tangannya terulur, Zoe meraih tangannya sambil menggeleng.

Wolf terlihat ingin marah, tapi kerutan dikeningnya berubah menjadi desahan, saat Zoe mulai mengecup telapak tangannya. Menggigit ringan, dan menjilat telunjuknya.

Zoe mengangkat kedua tangan itu, tidak melepaskan, sementara berbalik lalu perlahan membawa tubuhnya duduk di pangkuan Wolf. Memunggungi.

Namun, Zoe terpaksa melepaskan tangan itu, dan tersentak saat merasakan sentuhan di punggungnya. Wolf memakai hidung untuk mengelus punggungnya. Godaan itu seharusnya membuat Wolf sensitif, tapi Zoe terbawa suasana.

Kedua tangan Wolf yang kini bebas, meremas pinggang Zoe yang juga sudah ikut merayu. Bergerak mengelus, sampai Wolf menarik tali celana bikini itu. Gerakannya begitu cepat, sampai Zoe tidak mampu mengikuti saat Wolf menarik celana itu dan melemparnya sampai jauh.

"Kau milikku malam ini..." Wolf berbisik di telinga Zoe, lalu mengangkat tubuhnya. Membalik tubuh Zoe sampai duduk menghadapnya.

Keadaan dimana kedudukan berbalik. Zoe tidak lagi bisa memegang kendali. Pria itu dengan bebas membawa bibirnya menjelajah, membuat Zoe menggeliat dan menggelinjang dengan gigitan dan kecupan.

Zoe memejamkan mata, berusaha untuk melawan godaan itu. Ini pertama kalinya Zoe sampai bekerja keras seperti ini. Biasanya, seperti apapun tamunya menggoda, Zoe akan melawan balik.

Tapi sentuhan Wolf adalah profesional. Membuat Zoe mempertanyakan berapa banyak wanita yang pernah berbagi ranjang dengannya. Tipe yang seharusnya dihindari, tapi Zoe membutuhkannya. Ia akan menjadi salah satu wanita itu malam ini.

Zoe menyapukan tangannya pada leher Wolf, lalu membuka semua kancing kemejanya. Tato berwarna hitam yang terlukis di atas dada kekar masuk dalam pandangan Zoe, tapi ia harus kembali memejamkan mata.

Jari dan bibir pria itu kembali membelainya. Zoe mendesah, saat Wolf berdiri, dan mendorongnya ke atas meja. Zoe merangkul leher Wolf, menarik turun wajahnya, tapi Wolf menahan kepala Zoe.

"Bibirku bukan untukmu... Kau hanya boleh menikmati ini..." Wolf mendeskkan tubuhnya, dan Zoe memekik.

Tapi rasa pedih itu sangat sebentar. Pria itu dengan mudahnya menuntun nafsu dan gairah Zoe yang sudah lama mati, membawanya menikmati hal yang tidak pernah diinginkannya lagi---seharusnya.

Zoe merasa dirinya lebih hidup saat kepuasan itu menyebar ke seluruh tubuhnya---entah untuk yang keberapa kali. Zoe tidak lagi bermimpi untuk melawan setelah itu. Ia pasrah mengikuti kemana tangan Wolf membawa, sampai akhirnya pria itu meremas tubuhnya dalam kenikmatan yang sama.

***

Zoe tidak ingat kapan ia berpindah ke kamar yang memang menjadi bagian ruang VVIP.  Yang pasti ia sudah ada di sana saat membuka mata. Zoe memandang ke samping, dan tampak Wolf sedang memakai celananya.

Zoe kini bisa melihat lebih jelas. Tubuh pria itu hampir seluruhnya tertutup tato. Sepasang sayap besar di punggung, bunga di lengan, dan beberapa kata tertulis dalam tulisan asing di pinggangnya.

"Ini. Aku akan memintamu lagi kalau datang ke sini."  Wolf meletakkan lembaran uang tebal pecahan seratus dolar di atas ranjang. Kemungkinan lebih dari lima ribu dolar. Tapi lima ribu dolar tidak cukup untuk Zoe.

Zoe mengambil uang itu, dan menyerahkannya kembali pada Wolf yang tampak bingung.

"Kenapa? Kurang?" tanyanya, sambil merogoh kantongnya.

Zoe menggeleng lalu memandang sekitar. Ia membutuhkan sesuatu untuk menjelaskan. Zoe menyambar note dan pena yang ada di dekat telepon kamar itu, mulai menulis.

Wolf menunggu dengan penasaran, sampai Zoe menyerahkan catatannya.

"Apa kau mau menikah... Kau ingin menikah denganku?" Wolf membaca tulisan Zoe dengan alis terangkat kaget.

Komen (5)
goodnovel comment avatar
Nur
kejar wolf nya sampai dapat biar bisa balas dendam .... semangat zoe
goodnovel comment avatar
Sri Rejeki
hebat sekali zoe dgn beraninya
goodnovel comment avatar
Maslinda Mamat
wow hebatnya Zoe..
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status