"Al, Kayla tidur? Kalau sudah tidur, kita ke belakang yuk! Ngobrol sambil sarapan dulu!" ujar Sinta saat aku baru saja membaringkan Kayla di atas tempat tidur di dalam kamar yang disediakan Sinta untuk aku dan Kayla.Aku menganggukkan kepalaku lalu tersenyum."Iya, Sin. Baru saja tidur. Makasih ya, Sin atas pertolongan kamu. Kalau nggak ada kamu, aku nggak tahu, aku dan Kayla akan pergi ke mana untuk berteduh," ujarku sekali lagi sambil memeluk bahu Sinta dan mengikuti langkah sahabatku itu menuju ruang makan.Sinta menggelengkan kepalanya mendengar perkataanku."Sudah, Al. Nggak usah ngomong gitu terus. Aku malah seneng kok kalau kamu dan Kayla tinggal di sini, jadi aku nggak kesepian lagi.""Oh ya, kamu jadi kan mau kerja di perusahaannya Pak Arga lagi? Kalau iya, nanti kamu tulis surat permohonan ya biar besok pagi aku menghadap beliau.""Sekarang kamu makan dulu, sarapan dulu dulu biar kuat, biar bisa ngadepin suami dan ibu mertua kamu kalau mereka masih mencari cari masalah denga
Pov ArifAku tersenyum puas sesaat setelah melihat bayangan istriku dan anaknya yang dari sejak awal kelahirannya memang tak aku harapkan itu menghilang di balik taksi yang mereka tumpangi. Entah ke mana.Syukurlah, setelah terpaksa harus bersitegang urat leher dengan perempuan norak dan kampungan itu, akhirnya aku bisa juga mengusirnya pergi dari rumah ini.Sebenarnya sudah lama aku ingin Alya pergi dari rumah ibu ini di mana selama ini kami tinggal bersama, akan tetapi sayang Ibu selalu menghalang halangi ku dengan alasan tak ada orang yang bisa dijadikan pembantu dan pesuruh yang tidak perlu dibayar di rumah ini kalau Alya tak ada.Terpaksa lah aku mengalah demi beliau karena hal itu. Itu sebabnya saat tiba tiba beliau sendiri yang meminta Alya supaya segera pergi dari rumah ini pasca menolak diperintah untuk mencucikan baju baju Yuni, aku pun merasa girang tak kepalang.Ya, akhirnya aku bisa juga hidup bebas tanpa perempuan gendut dan tak menarik itu lagi. Beda dengan Soraya yang
Pov Arif"Sayang, aku sudah mengusir Alya dari rumah. Dalam waktu dekat aku juga akan mengajukan ikrar talak di pengadilan agama supaya kita bisa menikah resmi. Setelah menikah resmi, kamu mau kan tinggal di rumah ibuku? Ibu pengen kamu tinggal di sana soalnya.""Lagi pula selama ini aku tinggal bersama ibu dan adikku juga Alya. Jadi nanti kalau kita sudah menikah resmi, kamu mau kan tinggal di rumah ibu?" tanyaku pada Soraya saat aku datang ke kontrakannya keesokan harinya untuk mengabarkan berita bahagia mengenai telah perginya Alya dan putrinya, Kayla dari rumah kami.Soraya tersenyum mendengar berita yang aku sampaikan."Oh syukurlah kalau gitu, Mas. Aku senang sekali mendengarnya. Akhirnya hanya aku satu satunya wanita di dunia ini yang berhak memiliki kamu seorang, nggak ada yang lain lagi. Hmm ... kamu pasti akan hidup bahagia bersamaku, Mas. Aku jamin itu," jawab Soraya sambil memeluk lenganku lalu menjatuhkan tubuhnya di sampingku.Aku balas memeluk bidadari pujaan yang saat
POV Alya "Assalamualaikum, Alya. Alhamdulillah permohonan kerja kamu diterima sama Pak Arga. Besok pagi siap siap ya datang ke kantor untuk wawancara.""Ya, sebenarnya hanya formalitas aja sih soalnya beliau udah bilang kalau kamu boleh kerja lagi. Cuma untuk memenuhi persyaratan, kamu ditunggu wawancara besok. Oke?" ujar Sinta saat baru saja pulang dari kantor.Aku yang sedang membersihkan teras dan menyiram bunga bunga milik Sinta tersenyum sumringah dan berbinar binar."Beneran, Sin? Syukurlah kalau gitu. Besok aku ke kantor ya. Tapi Kayla sama siapa ya, Sin? Aku belum ketemu orang yang bersedia mengasuh anak sebesar dia soalnya," jawabku tiba tiba bimbang karena sampai hari ini aku belum mendapatkan juga pengasuh untuk putri semata wayangku itu.Sinta kembali tersenyum ke arahku."Kamu tenang aja. Tempo hari aku kan udah bilang kalau urusan pengasuh Kayla biar aku yang bantu nyarikan nanti. Nah, barusan Ibu telepon kalau Yanti, keponakan beliau sedang dalam perjalanan kemari. Dia
POV Alya Pagi pagi sekali aku sudah siap siap untuk berangkat ke kantor yang dulu notabene adalah tempat aku bekerja sebelum menikah dengan Mas Arif.Ada rasa cemas dan gamang membayangkan setelah sekian lama vakum, sekarang aku harus kembali berkutat dengan pekerjaan di kantor dan dengan rekan kerja yang berasal dari berbagai kalangan.Aku takut tak mampu lagi beradaptasi dengan situasi kantor yang sekarang pastinya sudah berubah jauh dari yang dulu.Apalagi aku sekarang bukanlah Alya yang dulu muda, enerjik dan supel. Aku sekarang seolah olah telah menjadi pribadi yang lain, yang kurang percaya diri dan cenderung pemalu karena bully dan cela yang selama ini sering aku dapatkan dari Mas Arif dan ibu mertua, yang membuat kepercayaan diriku sedikit menurun dari yang dulu.Aku juga mengalami krisis kepercayaan diri mengingat kondisi fisikku yang sekarang ini tak lagi secantik dan semenarik dulu.Tubuhku berangsur gemuk dan kulit wajahku pun kurang terjaga. Itulah sebabnya Mas Arif tega
POV Arif"Ayo, Sayang, kita masuk! Ibu sudah menunggu kamu di dalam," ujarku pada Soraya sembari menggamit bahu istri mudaku itu menuju ke dalam rumah di mana ibu sudah menunggu kedatangannya.Soraya menganggukkan kepalanya. Lalu sambil membimbing putrinya, perempuan itu memasuki ruang tamu."Eh, ada tamu. Ini ya yang namanya Soraya? Menantu baru Ibu? Saya Bu Ani, ibunya Arif. Selamat datang di rumah ini ya. Anggap saja rumah sendiri. Oh ya ini putri kamu? Siapa namanya?" ujar Ibu sok ramah pada Soraya dan Cintya, putri sambungku."Chintya, Nek!" jawab bocah kecil berusia delapan tahun itu.Setelah menjawab pertanyaan Ibu, Chintya lalu dudu di sofa sambil menggerak gerakkan kakinya."Nek, ambilkan minum dong, Cyntia haus nih! Dari tadi belum minum. Minuman dingin tapi ya, Nek. Tenggorokan Cyntia udah kering soalnya ini!" tiba tiba terdengar suara gadis kecil itu yang meminta diambilkan minuman oleh Ibu.Mendengar permintaan yang lebih mirip perintah itu, Ibu tampak mendelik keki. Waja
POV Arif "Rif, bilang sama istri muda kamu dan anaknya, jangan sembarangan aja di rumah ini. Ini Ibu masih sabar, masih nahan nahan. Tapi kalau anaknya itu bikin ulah lagi, Ibu nggak segan segan ngusir dia dari rumah ini!""Kamu ini gimana sih, nyari istri muda kok lebih parah dari istri yang barusan kamu usir dari rumah. Kamu gimana sih?" Gerutu Ibu saat aku berhasil memaksa beliau masuk kembali ke dalam kamar nya.Aku menghembuskan nafas lalu kembali menepuk pelan bahu beliau."Itu kan anaknya, Bu. Nanti Arif nasehatin lah supaya Soraya bisa menjaga anaknya supaya hati hati di rumah ini. Tapi ibu nggak usah khawatir, nanti guci nya bakalan Arif ganti baru ya, Bu.""Sekarang Ibu istirahat dulu ya di kamar. Arif mau beresin pecahan guci tadi biar nggak kena laki. Ya, Bu?" sahutku lagi."Ya udah sana!" jawab Ibu masih dengan nada kesal.Aku menganggukkan kepala lalu keluar dari kamar ibu dan menuju ruang tamu kembali. Kulihat pecahan guci masih berserakan di lantai sementara sosok Sor
POV Arif"Mas Arif, siapa dia? Kok ada di kamar Mas?" tanya adikku sambil menatap penuh rasa ingin tahu ke arahku dan ke arah Soraya. Mungkin heran karena melihat istri mudaku itu ada di kamarku sementara aku memang belum cerita soal Soraya pada Yuni."Dia kakak ipar kamu yang baru, Yun. Makanya jangan galak galak dong. Tadi itu yang habisin bolu sama minuman dingin kamu itu anaknya Mbak Soraya.""Sana kenalan dulu!" ujarku menjelaskan pada Yuni sambil menghela tubuh adikku itu supaya mendekati Soraya.Meski masih terlihat enggan, Yuni akhirnya mendekati Soraya dan mengulurkan tangannya."Yuni!" kata adikku menyebutkan namanya."Soraya," balas Soraya juga menyebutkan namanya.Sesaat kemudian perempuan itu membuka kembali mulutnya."Kamu sekolah apa kuliah?" tanya Soraya pada Yuni."Kuliah," jawab Yuni."Oh, ya sudah! Saya mau istirahat lagi! Tolong jangan berisik ya, soalnya saya masih ngantuk banget. Habis pindahan, capek!" ujar istri mudaku itu dengan nada ketus.Setelah itu Soraya