Home / Romansa / ISTRI KESAYANGAN OM BARA / Bab 3. Lepas Baju

Share

Bab 3. Lepas Baju

Author: Lavinka
last update Last Updated: 2024-08-11 05:36:35

Kini, semua tatapan tamu undangan terarah pada perempuan bergaun seksi dengan potongan gaun berdada rendah hingga membuat Tisa khawatir, kalau isinya akan tumpah ruah.

Tisa semakin dibuat melongo saat wanita itu datang, kemudian mencium pipi kanan dan kiri Bara, tepat di depannya. Tangannya semakin mengepal ketika wanita seksi itu bergelayut manja di tubuh sang suami. Dia hendak menegurnya, tetapi suara ceriwis wanita itu sudah menginterupsi duluan.

“Sayang, kok kamu mau, sih, nikah sama bocah ingusan itu? Apa selama ini kamu gak puas memilikiku?” Tatapan wanita itu tertuju sinis, bahkan mencemooh ke arah Tisa. “Lihat saja tubuhnya yang bagaikan papan penggilasan itu! Dan, hei! Kenapa ukuran dadanya … Auh, jauh banget sama milikku!”

“A-apa?” Tisa tertawa aneh ketika dirinya dikatai oleh orang yang tidak dikenal. Tatapannya beralih ke arah miliknya yang tertutupi oleh gaun. Miliknya memang tidak sebesar milik wanita gila itu. Namun, dia tetap tidak terima.

Sementara itu, Bara terlihat biasa saja dan tanpa merasa bersalah pada Tisa. Pria itu sama sekali tak risih dengan keberadaan tubuh si wanita yang menempel bak lintah. Bara tetap santai sambil menyesap wine tanpa memedulikan dua orang yang tengah meributkannya.

“Apa kau yakin akan puas dengan itu semua?” Sekali lagi, wanita itu mengh1na Tisa secara terang-terangan.

Mata Tisa seketika melotot. Dia melihat sekitar, bahkan para tamu undangan masih berada di ballroom. Akan tetapi, wanita tersebut berhasil membuat banyak kasak-kusuk tentang pernikahan antara Bara dan Tisa akan berakhir tidak lama lagi.

Tisa yang tidak terima miliknya dikatai langsung memepet, memisahkan tubuh wanita seksi itu untuk menjauh dari suaminya. Dia dengan tatapan berani langsung membusungkan dadanya. “Maaf, Tante yang miliknya lebih besar dari saya–”

“What! Tante!” Wanita itu menjerit heboh. “Yakh! Berani sekali kamu memanggil saya Tante? Apa kamu gak tau, kalau saya ini adalah seorang selebgram terkenal? Huh!” Dia adalah Oca, selebgram yang sudah banyak dikenal oleh masyarakat toktok.

Tisa mendengkus. “Mau selebgram, kek! Sologram, kek. Tisa gak peduli. Pokoknya, Anda harus jauh-jauh dari suami saya!”

Tisa mendorong Oca dengan dadanya hingga membuat wanita seksi itu jatuh terjerat gaun panjangnya sendiri ke belakang.

“Arghh!” teriak Oca yang kini menjadi bahan tertawaan para tamu undangan, termasuk Bara. “Sayang, tolong aku!”

Pria itu bukannya menolong Oca, dia justru lebih memilih memeluk pinggang istrinya. Baru kali ini dia menemukan seorang perempuan seperti Tisa. Memiliki pendirian teguh, berani, dan tidak menye-menye. “Gadis yang menarik." Bara mengelus rahangnya yang licin setelah bercukur tadi pagi.

***

Malam hari setelah resepsi pernikahan yang cukup menegangkan bagi Tisa. Bukan karena ada perampok, atau pembunuh bayaran yang datang, melainkan kehadiran beberapa mantan Bara yang membuat Tisa sedikit kuwalahan menghadapinya.

Tisa masih teringat jelas dengan kejadian setelah si mantan Bara–si paling besar– pergi, datanglah seorang model lain. Tubuhnya yang langsing dan berwajah cantik mendatangi pelaminan. Dia tidak seterus-terang si mantan tadi. Namun, wanita itu bermain cantik.

“Hai, Mantan!” sapa Luzi dengan mengedipkan satu matanya.

Bara hanya mengangkat gelas wine-nya, tapi tangan satu masih bertengger manis memeluk pinggang Tisa.

Tisa hanya cemberut. Dia ingin pergi, tetapi pelukan Bara begitu erat hingga membuatnya seperti terpaku di sana. Dia menatap Bara protes, tetapi pria itu justru mengecup bibirnya, tepat di depan mantan dan tamu undangan. “Yakh!” Tangan mungil Tisa memukul dada bidang itu.

“Kenapa, Cutie Pie? Bukankah kita suami istri? Jadi, sah-sah saja, kan, jika aku menciummu?” Bara bertanya polos, atau hanya pura-pura, Tisa tidak tahu.

“Cutie Pie….” batin Tisa bertanya bingung. “Siapa lagi yang disebutkan oleh Om Bara?”

Sementara itu, wanita di depan mereka justru tersenyum. Dia seolah tak terganggu dan tetap dengan calm berdiri di hadapan Bara dan istri “Tisa, aku harap kamu tak mencintai suamimu!” celetuknya kemudian.

Tisa mengerjap kaget. Dia lalu menoleh ke arah Luzi dengan kedua alis saling bertaut. “Maaf, maksudnya apa, yah?”

Bisa memang tidak terlalu memikirkan akan cinta di dalam pernikahan mereka. Hal itu terlalu jauh. Kenapa? Karena gadis itu yakin, lelaki yang dinikahi tidak mencintainya, sama seperti dirinya.

Bohong jika Tisa tak butuh cinta. Gadis itu justru sangat mengidam-idamkan seorang lelaki yang bisa menuntunnya menjadi istri dan ibu yang baik kelak. Namun, jika suaminya adalah Bara? Dia merasa insecure.

Luzi menyeringai melihat keraguan dan rasa penasaran Tisa. Dia kemudian menatap Bara–seolah tak takut jika rahasianya dibongkar– sekejap, lalu pandangannya beralih pada gadis mungil di hadapan. “Bara itu bukan tipe yang bisa menetap satu cinta. Dia akan berpindah-pindah, mencari wanita yang bisa diajak berhubungan tanpa status,” bisiknya.

Tubuh Tisa menegang. Gadis itu memang sudah menduga jika pernikahan ini hanya untuk sebuah bisnis dan tidak boleh didasari oleh cinta. Kini, dia semakin yakin untuk tak akan menyerahkan hatinya pada sang suami.

Luzi kembali melanjutkan ucapannya, “Apalagi, kalau dia sudah bosan maka dia akan menendangmu semau dia!” Kali ini, dia tak berbisik.

“Kau sangat tahu aku, Luz.” Bara berujar seolah tak menampik ucapan Luzi.

Tisa menatap Bara cukup lama hingga pria itu tahu dan mencolek hidung bangirnya.

“Kamu tak usah memandangku seperti itu, Bocah! Nanti, kalau kamu jatuh cinta padaku, aku gak mau tanggung jawab, lho!” Bara berseloroh dengan begitu enteng seolah itu memang hanyalah main-main.

Obrolan mereka sedikit banyak mempengaruhi Tisa, apalagi saat ini dia sedang diantar oleh salah satu pelayan menuju kamar pengantin, tepatnya kamar milik suaminya–Bara Langit Sanjaya.

“Silakan, Nyonya!”

“Ah, ya. Terima kasih, Bi!” Tisa membungkuk kikuk. Dia merasa bersalah karena sudah mengabaikan pelayan tadi. Namun, wanita paruh baya itu sudah pergi sebelum dia sempat meminta maaf.

Kini, ketika dirinya sudah menginjakkan kaki di kamar pengantin, keruwetan yang sempat menjadi momok dalam pikirannya seketika Butar. Tisa dibuat terperangah, serta terpesona dengan desain interior kamar Bara. Dengan gaya futuristik, dinding yang dominan berwarna putih dan abu-abu di beberapa bagian, kini tampak begitu mengintimidasi Tisa.

Luas kamar Bara bisa 4 kali lipat dari kamar miliknya. Di tengah ada ranjang king size bersprei putih dengan taburan kelopak bunga mawar merah. Sementara di bagian samping jendela, terdapat sofa panjang yang menghadap ke arah layar plasma besar.

Tisa meringis. “Sepertinya aku memang salah berada di sini,” gumamnya.

Tiba-tiba, suara pintu yang dibuka, lalu ditutup membuat Tisa berjengit kaget. Adalah Bara Langit Sanjaya, dia berjalan dengan begitu santai menuju Tisa yang berdiri menegang kaku.

“Kenapa menatapku seperti itu?” tanya Bara santai.

Tisa langsung menunduk. Dia memainkan jari tangannya di bawah sana.

Bara menaikkan salah satu alisnya. “Kenapa kamu mendadak diam? Bukankah tadi kamu begitu semangat menjadi istri yang posesif? Lalu, kenapa sekarang mengkerut?” Suara Bara terdengar menyebalkan.

“Bisakah Om jangan bahas masalah tadi!” Tisa cemberut.

Bara menyeringai. Gampang sekali memancing Tisa untuk berbicara. Dia lalu tak menanggapi pertanyaan sang istri, dia justru sibuk melihat pakaian yang dikenakan. “Apa kamu akan terus memakai baju itu?”

“A-aku….” Tisa langsung membekap mulutnya, menunduk untuk menutupi rona merah yang menghiasi pipi hingga belakang telinga.

Sementara pria tampan yang baru saja menjadi suaminya, justru sibuk melepaskan tuxedo, serta anak kancing kemejanya hingga mulai terlepas satu-persatu. Gadis cantik itu langsung memalingkan wajah ke arah lain ketika tak sengaja kulit bagian atas Bara terlihat.

“K-kenapa Om malah lepas baju di sini, sih?” Tisa menjerit tertahan.

Mendengar jeritan di depannya, Bara tersenyum. Dia malah dengan sengaja membuang kemeja putih dan menyisakan celana bahan berwarna putih untuk menutupi bagian pinggang hingga kakinya.

Tiba-tiba, Bara menyeringai. Dia memiliki ide untuk mengerjai istri kecilnya. Dia berjalan mendekat dan menarik tangan Tisa yang sedari tadi menutupi wajah.

“Om!” jerit Tisa makin menjadi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • ISTRI KESAYANGAN OM BARA    Bab 47. Kembali

    “Bagaimana ini?” Pada saat Tisa kebingungan, dia lalu menemukan pengawal pribadinya. Dia pun melambaikan tangannya ke arah Ricky.Tanpa disuruh dia kali, pemuda yang bernama Ricky itu berjalan ke arahnya dan menunduk hormat. “Ada yang bisa saya bantu, Nona?”“Bisa tolong kamu bawa Basta dulu? Saya ada urusan,” beritahunya.Ricky yang memang mengenal jelas siapa pria yang kini tengah memeluk kaki Nona Mudanya mengangguk patuh. “Baik, Nona.” Setelah Basta dibawa pergi oleh Ricky, Tisa pun memegang bahu yang ternyata bergetar milik suaminya. Dia yang sudah sangat merindukan suaminya tentu merasa bersedih dan tidak tega. “Bangunlah, Mas, sebaiknya kita cari tempat untuk bicara!” putus Tisa kemudian. Tisa kurang nyaman jika harus menjadi perhatian banyak orang. Bara mengangguk, lalu berdiri. Dia langsung membawa tangan mereka dalam satu tautan hangat yang sudah sekian lama tak dia daoatkan. “Biarkan begini ya, Sayang?” tanyanya den

  • ISTRI KESAYANGAN OM BARA    Bab 46. Terungkap

    “Arghh!” Tiba-tiba, Bara merasa sakit di bagian perut. Dia meringis sambil meremas baju bagian bawah dengan badan membungkuk. “Yah, ndak papa?” Panggilan cadel dan sedikit tak jelas, serta usapan di bagian punggung membuat Bara menengadahkan wajahnya sambil menahan sakit. Dengan terengah, ia memaksakan bibirnya tersenyum ketika menemukan ekspresi cemas di wajah batita tersebut. “Makasih, Sayang. Karena kamu, Om sudah jauh lebih baik,” kilahnya tak ingin membuat khawatir. Dia lalu menegakkan badan kemudian mengusap puncak kepala Basta. Biarlah dia yang sakit, tanpa perlu ada yang tahu sebenarnya.“Ndak!” Basta menggelengnkeras kepala. “Yah, Atit?” Wajah anak kecil masih saja khawatir. “Acuk, yu, Yah … alem!” ajaknya kemudian.Bara sempat tidak mengerti maksud ucapan Basta. Namun, dia sadar ketika tangannya terus ditarik oleh anak kecil tersebut. “Apa kamu mengajak Om masuk ke dalam?” tanyanya bodoh.“Hem! Cuk, yuk, Ya

  • ISTRI KESAYANGAN OM BARA    Bab 45. Penyesalan

    “Jika boleh meminta, Bara ingin mengejarnya. Tapi, Bara juga gak mau egois, Yah!” Pria itu tampak merenung.“Ckckck! Pantas saja menantuku milih kabur daripada tetap bertahan denganmu,” cibir Sanjaya pada anaknya.“Yah!” Bara terlihat merengek.Sanjaya menghela napas, lalu menepuk bahu sang anak. “Apa kau tahu jika Tisa itu sangat mencintaimu?”Bara mengangguk ragu. “Entahlah, Yah.”Sanjaya yang gemas pada Bara lalu menempeleng kepala putranya. “Badan besar, umur tua, emang gak menjamin,” cibirnya pedas, “intinya, kamu itu terlalu banyak berpikir yang tidak-tidak tentangnya. Sampai kau melupakan hal yang sesungguhnya, Nak!”“Jadi, maksud Ayah, prasangka Bara selama ini salah?”“Hem. Jadi, kau akan tetapi diam saja? Atau, kamu emang gak mau kembali pada menantuku?” Sanjaya menatap putranya dengan serius.Bara menggeleng. Tekadnya sekarang makin kuat untuk tetap mendapatkan kata maaf dari Tisa. “Bara akan mel

  • ISTRI KESAYANGAN OM BARA    Bab 44. Mengantar Nyawa

    “Sayang, kamu di mana? Aku kangen sama kamu!” Bara menatap pigura foto pernikahan mereka dengan tatapan merindu. Badannya juga tak sesegar dulu, bahkan dia menjadi malas hanya sekedar memotong jambang. Semenjak empat tahun lalu, tepatnya ketika sang istri kabur dari rumah Dia memutuskan untuk tinggal di apartemen, sendirian. Semua dilakukan untuk ketenangan hati serta batinnya. Jika di rumah, kepalanya penuh.“Pulanglah, Baby! Aku minta maaf karena sudah bodoh melukai gadis yang benar-benar tulus mencintaiku. Mungkin jika saat itu aku tidak termakan kecemburuanku, mendengarkan dulu penjelasan mu, kamu pasti masih berada di sisiku,” gumamnya seorang diri.Kini, dia menyesal, sangat-sangat menyesal. Andai bisa memutar waktu, Bara tidak ingin gegabah dan mencari tahu dulu tentang mereka berdua. Bukan malah main tuduh dan mabuk hingga melampiaskan kekesalannya pada hal yang salah.Akan tetapi, nasi sudah menjadi bubur. Sanjaya bahkan sampai menghajar

  • ISTRI KESAYANGAN OM BARA    Bab 43. Kabur

    Tisa merasa gelisah di tempat tidurnya. Berkali-kali dia berusaha untuk memejamkan mata, tetapi selalu tidak bisa. Akhirnya, dia menyerah dan menatap jam dinding di mana sudah menunjukkan pukul 1 dini hari. Namun, sisi ranjang di sampingnya belum juga terisi.“Sebenarnya kamu ke mana, sih, Mas? Kenapa kamu belum pulang juga? Apa karena kamu masih kesal kepadaku?” Wajahnya berubah sendu dan tidak bersemangat. Dalam kegelisahannya, dia duduk sambil bersandar. Tisa ingin menyusul sang suami, tetapi dia tidak tahu keberadaan Bara. Telepon pun sedari tadi tidak diangkat. Membuat hatinya semakin was-was, takut terjadi apa-apa dengan sang suami. “Tapi, aku juga nggak bisa hanya berdiam diri seperti ini terus,” katanya sambil berpikir keras. “Iya, aku harus cari Mas Bara kemanapun dia berada!” Tekadnya kuat. Gadis itu pun bangun dari ranjang untuk mengganti piyamanya dengan celana jeans, serta kaos pendek yang dilapisi dengan jaket. Dia bukan gadi

  • ISTRI KESAYANGAN OM BARA    Bab 42. Keributan

    “Apa-apaan bocah itu?” Bara hendak turun, tetapi tangannya langsung mengepal karena melihat si pemuda dengan sekonyong-konyong menarik tubuh Tisa ke dalam pelukan. “Bajigur!”Wajah Bara langsung melengos dan tidak mau menatap ke arah dua muda-mudi itu. Dia mengepalkan tangan karena kecewa pada sang istri. Tidak semestinya Tisa bermesraan dengan orang lain. Apalagi, ada dirinya sekarang.“Tuan, Nona sedang ke sini,” beritahu si supir.“Hem.”Badan memilih diam saja ketika pintu geser terbuka bahkan suara pekikan dari sang istri pun tidak diindahkan. Bayangan ketika sang istri berpelukan dengan pria lain membuat emosinya mendidih. “Mas Bara beneran jemput Tisa?” Suara bernada riang itu langsung menembus gendang telinga Bara. “Makasih, Mas,” sambungnya sambil memeluknya. Akan tetapi, Bara tidak membalas pelukan sang istri. Dia justru terlihat cuek dan lebih memilih untuk melihat tabnya. “Aku kan emang udah janji untuk menjemputmu. Jadi, aku pasti datang,” jawabnya sambil lalu.Sepertin

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status