Beranda / Romansa / ISTRI KESAYANGAN OM BARA / Bab 2. Diperebutkan

Share

Bab 2. Diperebutkan

Penulis: Lavinka
last update Terakhir Diperbarui: 2024-08-11 05:35:43

Seketika langkah Bara berhenti tepat di tengah lorong. Di belakang tubuhnya terdapat potret besar dirinya yang sedang memandang tajam. “Kau–”

Tisa menelan kasar dengan bulu kuduk meremang, apalagi setelah ditatap begitu dingin oleh Bara. Gadis itu berubah menjadi gugup. “A-apa Tisa salah ngomong, O-om?”

Bara menyeringai. Dengan cepat, ia mendorong Tisa hingga tubuh mungil itu terpojok di dinding. Hidungnya kembang kempis lantaran terus saja dipanggil ‘Om’ oleh budak kecil di hadapan.

“Apa kau cari mati, Bocah?” Kedua tangan besar dan berotot milik Bara, kini mengukung tubuh calon istri kecilnya. Ia bagaikan singa yang siap menerkam mangsanya.

Tisa menggeleng panik.

“Lalu, bagaimana bisa kamu memanggilku Om? Huh! Padahal, wajahku ini adalah aset termahal yang sulit didapatkan oleh siapapun. Terus, punya apa kamu sampai bisa menghinaku, Bocah?”

Tubuh Tisa bergetar ketakutan, tetapi dia bersikeras jika apa yang diucapkan tidaklah salah. Pandangannya naik dengan bibir sedikit mengerucut. “Tapi, Om ‘kan emang udah tua. Jadi, apa salah, kalau Tisa panggil Om?”

“Jelas salah, Bocah!” Bara berteriak. Deru napasnya naik turun karena emosi. “Ok. Aku akan memberimu hukuman karena sudah membuatku kesal,” imbuhnya sebelum menarik dagu gadis itu ke dalam ciuman.

Tadinya, Bara hanya ingin menggertak, memberi pelajaran kepada Tisa karena sudah membuatnya kesal. Namun, entah kenapa dia tak rela melepaskan pagutan itu.

Bibir Tisa begitu manis dan Bara terlena. Dia enggan melepaskan pagutan itu hingga tangannya naik ke belakang rambut calon istrinya. Dia berusaha memperdalam ciuman mereka. Namun, pria itu tak suka ketika si gadis begitu pasif.

“Balas aku, Bocah!”

Tisa masih belum sadar saat Bara menciumnya. Mencuri ciuman pertamanya yang selama ini dijaga hanya untuk suaminya kelak. Akan tetapi, Bara juga calon suaminya. Jadi, apakah boleh jika bibir itu menciumnya sekarang?

Manik gelap Tisa mengerjap, menatap kosong sosok yang terus berusaha menguasai bibirnya dengan rakus.

“Please, Tisa!”

Bukan balasan yang diterima Bara, melainkan sebuah gigitan lidah dari Tisa.

“Arghh!” Bara berjengit kaget sambil menjulurkan lidahnya lantaran digigit oleh gadis itu. “Yakh! Aku memintamu untuk membalas ciumanku, bukan malah menggigitku,” omelnya protes.

“A–ku ….” Tisa ketakutan. Dia mundur, lalu berlari menuju ke tempat pamannya berada. Namun, ketika di ujung lorong, justru dirinya dibuat terperanjat ketika tangannya ditarik oleh seseorang.

Dia hampir berteriak, tetapi sebuah tangan sudah lebih dulu membekap mulutnya. Matanya melotot shock saat melihat si pelaku.

“Hai, Cantik!” Tangan Danandra mengelus pipi lembut milik Tisa. “Apa yang terjadi, hm? Kenapa kau berlari ketakutan? Apa abangku baru saja membuatmu ketakutan? Hm!”

“Lepas!” Tisa merasa ketakutan dan tidak nyaman. Kakak-beradik itu menakutkan dengan cara mereka sendiri. Dia langsung melengos ketika pria itu hendak menciumnya. “Jangan lakukan hal yang justru akan membuat orang salah paham, Tuan! S-saya adalah adalah calon istri kakak Anda. Jadi, tolong hormati saya!”

Danandra hanya tertawa.

Tisa segera menjauh dari adik calon suaminya. Gadis itu menatap ngeri sikap calon adik iparnya. Dalam hati dia berkata, “Gak Om Bara, gak Tuan Andra, mereka sama-sama gila!”

“Apa kamu yakin jika abangku mau menerimamu sebagai calon istrinya?” Tatapan Andra kini berubah mencemooh dengan kedua tangan bersedekap di depan dada. Dengan seenaknya, dia menilai penampilan Tisa dari atas hingga bawah. “Kau itu bukanlah tipe abangku, Manis. Kamu jelas akan kebanting dengan perempuan-perempuan yang selama ini pernah singgah di hati abangku!”

Tisa merasa terintimidasi dan hina secara bersamaan. Seolah-olah, dirinya hanyalah barang cacat yang tidak pantas dimiliki oleh siapapun.

“Tapi–”

Tisa melangkah mundur. Matanya menatap was-was ketika Andra berjalan menghampirinya. Bibirnya langsung mengumpat, menyadari jika dirinya sudah terpojok. Apalagi, pria itu berusaha mengukungnya. “Menjauh! Aku bukanlah siapa-siapa!” usirnya gemetaran.

Akan tetapi, pengusiran itu ternyata tak berefek apa pun pada Andra. Pria itu, justru semakin mendekat hingga membuat tubuh Tisa gemetar. Apalagi, saat bibir calon adik iparnya berada di dekat telinganya.

“Tuhan, tolong bantu, Tisa!” pintanya dalam hati.

“Aku bukanlah pemilih. Jika kamu tidak mau dengan abangku … aku bersedia menikahmu, Manis,” bisik Andra.

“Gak!” Tisa mendorong dada pria itu menjauh. Kini, dia bisa bernapas lega. Namun, harapan itu tak berlangsung lama karena Danandra seolah tak membiarkan dirinya bernapas lega. “Tolong, Tuan! Jangan buat hal ini menjadi rumit!”

Kikikan dari arah depan membuat Tisa semakin dirundung waspada. Dia pun memberanikan diri untuk menatap wajah Danandra. “Tuan, aku gak segan menyakitimu jika sampai kau berani menyentuhku!” ancamnya kemudian.

“Oh, iya?” Andra berpura-pura kaget. Akan tetapi, setelah itu dia tersenyum puas. “Ka–” Belum selesai dia menyelesaikan ucapannya, suara dobrakan pintu yang disusul dengan keberadaan Bara menginterupsi ucapan si adik. “Oh, hai, Abang,” sapanya ceria.

“Kembalikan calon istriku!”

“Om!” Tisa merasa senang ketika calon suaminya datang. Dia pun beringsut minggir dan segera berlari menuju punggung Bara. Dia berlindung di belakang tubuh tinggi dan kekar si calon suami. “A-aku bisa–”

“Diamlah!” Bara segera memotong ucapan Tisa yang kini tengah mencengkeram lengan kemejanya. “Jika kau ingin aman, seharusnya kau tidak melakukan tindakan bodoh seperti tadi. Karena di sini bukanlah tempat yang aman untuk berkeliaran, Bocah!”

“Dan kamu, Andra!” Kini, tangan Bara menunjuk ke arah sang adik. “Jangan pernah mengganggu calon istriku! Jika kamu ingin bermain-main, cari orang lain saja!”

Setelah itu, tangan Tisa ditarik Bara untuk keluar dari kamar. Tidak ada percakapan apa pun, bahkan tour keliling kediaman Sanjaya saja tidak terjadi. Gadis itu hanya terdiam saja ketika dibawa kembali ke ruang tamu. Di sana, para orang tua sedang membahas masalah pernikahan mereka.

Keputusan sudah diambil, pernikahan Bara dan Tisa dilaksanakan satu bulan lagi. Semua persiapan pernikahan ditangani oleh WO di kediaman Sanjaya. Sementara keluarga Tisa hanya terima beres. Galuh bahkan terlihat bahagia karena rencana untuk mendapatkan uang banyak sudah hampir berhasil.

Kini, satu bulan telah berlalu. Hari pernikahan Tisa dan Bara sudah di depan mata. Suasana khidmat ketika kedua mempelai pengantin mengucapkan janji suci di depan keluarga, dan juga tamu undangan telah usai. Kini, mereka pun sudah sah menjadi pasangan suami-istri yang berbahagia.

Acara pun berlanjut, resepsi diadakan di taman samping rumah keluarga Sanjaya. Dengan mengambil tema garden party. Mempelai perempuan dan lelaki kini sudah berdiri di sebuah kursi pelaminan yang penuh bunga.

“Kenapa melihatku seperti itu, Om?” Bibir Tisa mengerucut. Dia sedikit tak percaya diri dengan gaun yang dikenakannya hari ini.

Rambut Tisa diikat tinggi dengan model konde atau bun yang menampilkan leher jenjangnya. Dengan wedding veil berbahan ringan yang akan bergoyang terkena angin, membuat penampilannya semakin manis. Gaun pendek diatas lutut dengan ekor panjang berbahan satin membalut tubuh mungil gadis tersebut.

Beberapa aksen bunga besar diletakkan pada dada kiri dan pinggul kanannya, agar badan Tisa terlihat sedikit besar. Buket bunga mawar putih seakan melambangkan cinta suci mereka dan harapan rumah tangga bahagia. Tidak lupa sepatu Louis Vuitton yang membuat kakinya sedikit gemetar saking mahalnya

Bara yang baru saja menyalami salah satu rekan bisnisnya kini menatap wajah sang istri. Keningnya mengernyit ketika menemukan ketidaknyamanan dari Tisa. Lalu, pandangannya tertuju pada gaun yang dikenakan oleh si istri.

"Cantik!" bisiknya.

"Apa, Om?"

Bara yang sadar telah berkata salah segera berdeham. Sekali lagi dia melihat penampilan Tisa dari atas hingga bawah, kemudian mendengkus prihatin. “Kau semakin terlihat seperti kurcaci, bocah!”

Bibir Tisa seketika melongo dengan mata membelalak. “Om aja yang terlalu tua,” cibirnya balik.

Bara menatap Tisa dengan geram, “Sekali lagi kamu memanggilku Om, aku gak segan untuk menci–”

“Darling!” Teriakan nyaring dari arah depan segera menginterupsi ucapan Bara.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • ISTRI KESAYANGAN OM BARA    Bab 47. Kembali

    “Bagaimana ini?” Pada saat Tisa kebingungan, dia lalu menemukan pengawal pribadinya. Dia pun melambaikan tangannya ke arah Ricky.Tanpa disuruh dia kali, pemuda yang bernama Ricky itu berjalan ke arahnya dan menunduk hormat. “Ada yang bisa saya bantu, Nona?”“Bisa tolong kamu bawa Basta dulu? Saya ada urusan,” beritahunya.Ricky yang memang mengenal jelas siapa pria yang kini tengah memeluk kaki Nona Mudanya mengangguk patuh. “Baik, Nona.” Setelah Basta dibawa pergi oleh Ricky, Tisa pun memegang bahu yang ternyata bergetar milik suaminya. Dia yang sudah sangat merindukan suaminya tentu merasa bersedih dan tidak tega. “Bangunlah, Mas, sebaiknya kita cari tempat untuk bicara!” putus Tisa kemudian. Tisa kurang nyaman jika harus menjadi perhatian banyak orang. Bara mengangguk, lalu berdiri. Dia langsung membawa tangan mereka dalam satu tautan hangat yang sudah sekian lama tak dia daoatkan. “Biarkan begini ya, Sayang?” tanyanya den

  • ISTRI KESAYANGAN OM BARA    Bab 46. Terungkap

    “Arghh!” Tiba-tiba, Bara merasa sakit di bagian perut. Dia meringis sambil meremas baju bagian bawah dengan badan membungkuk. “Yah, ndak papa?” Panggilan cadel dan sedikit tak jelas, serta usapan di bagian punggung membuat Bara menengadahkan wajahnya sambil menahan sakit. Dengan terengah, ia memaksakan bibirnya tersenyum ketika menemukan ekspresi cemas di wajah batita tersebut. “Makasih, Sayang. Karena kamu, Om sudah jauh lebih baik,” kilahnya tak ingin membuat khawatir. Dia lalu menegakkan badan kemudian mengusap puncak kepala Basta. Biarlah dia yang sakit, tanpa perlu ada yang tahu sebenarnya.“Ndak!” Basta menggelengnkeras kepala. “Yah, Atit?” Wajah anak kecil masih saja khawatir. “Acuk, yu, Yah … alem!” ajaknya kemudian.Bara sempat tidak mengerti maksud ucapan Basta. Namun, dia sadar ketika tangannya terus ditarik oleh anak kecil tersebut. “Apa kamu mengajak Om masuk ke dalam?” tanyanya bodoh.“Hem! Cuk, yuk, Ya

  • ISTRI KESAYANGAN OM BARA    Bab 45. Penyesalan

    “Jika boleh meminta, Bara ingin mengejarnya. Tapi, Bara juga gak mau egois, Yah!” Pria itu tampak merenung.“Ckckck! Pantas saja menantuku milih kabur daripada tetap bertahan denganmu,” cibir Sanjaya pada anaknya.“Yah!” Bara terlihat merengek.Sanjaya menghela napas, lalu menepuk bahu sang anak. “Apa kau tahu jika Tisa itu sangat mencintaimu?”Bara mengangguk ragu. “Entahlah, Yah.”Sanjaya yang gemas pada Bara lalu menempeleng kepala putranya. “Badan besar, umur tua, emang gak menjamin,” cibirnya pedas, “intinya, kamu itu terlalu banyak berpikir yang tidak-tidak tentangnya. Sampai kau melupakan hal yang sesungguhnya, Nak!”“Jadi, maksud Ayah, prasangka Bara selama ini salah?”“Hem. Jadi, kau akan tetapi diam saja? Atau, kamu emang gak mau kembali pada menantuku?” Sanjaya menatap putranya dengan serius.Bara menggeleng. Tekadnya sekarang makin kuat untuk tetap mendapatkan kata maaf dari Tisa. “Bara akan mel

  • ISTRI KESAYANGAN OM BARA    Bab 44. Mengantar Nyawa

    “Sayang, kamu di mana? Aku kangen sama kamu!” Bara menatap pigura foto pernikahan mereka dengan tatapan merindu. Badannya juga tak sesegar dulu, bahkan dia menjadi malas hanya sekedar memotong jambang. Semenjak empat tahun lalu, tepatnya ketika sang istri kabur dari rumah Dia memutuskan untuk tinggal di apartemen, sendirian. Semua dilakukan untuk ketenangan hati serta batinnya. Jika di rumah, kepalanya penuh.“Pulanglah, Baby! Aku minta maaf karena sudah bodoh melukai gadis yang benar-benar tulus mencintaiku. Mungkin jika saat itu aku tidak termakan kecemburuanku, mendengarkan dulu penjelasan mu, kamu pasti masih berada di sisiku,” gumamnya seorang diri.Kini, dia menyesal, sangat-sangat menyesal. Andai bisa memutar waktu, Bara tidak ingin gegabah dan mencari tahu dulu tentang mereka berdua. Bukan malah main tuduh dan mabuk hingga melampiaskan kekesalannya pada hal yang salah.Akan tetapi, nasi sudah menjadi bubur. Sanjaya bahkan sampai menghajar

  • ISTRI KESAYANGAN OM BARA    Bab 43. Kabur

    Tisa merasa gelisah di tempat tidurnya. Berkali-kali dia berusaha untuk memejamkan mata, tetapi selalu tidak bisa. Akhirnya, dia menyerah dan menatap jam dinding di mana sudah menunjukkan pukul 1 dini hari. Namun, sisi ranjang di sampingnya belum juga terisi.“Sebenarnya kamu ke mana, sih, Mas? Kenapa kamu belum pulang juga? Apa karena kamu masih kesal kepadaku?” Wajahnya berubah sendu dan tidak bersemangat. Dalam kegelisahannya, dia duduk sambil bersandar. Tisa ingin menyusul sang suami, tetapi dia tidak tahu keberadaan Bara. Telepon pun sedari tadi tidak diangkat. Membuat hatinya semakin was-was, takut terjadi apa-apa dengan sang suami. “Tapi, aku juga nggak bisa hanya berdiam diri seperti ini terus,” katanya sambil berpikir keras. “Iya, aku harus cari Mas Bara kemanapun dia berada!” Tekadnya kuat. Gadis itu pun bangun dari ranjang untuk mengganti piyamanya dengan celana jeans, serta kaos pendek yang dilapisi dengan jaket. Dia bukan gadi

  • ISTRI KESAYANGAN OM BARA    Bab 42. Keributan

    “Apa-apaan bocah itu?” Bara hendak turun, tetapi tangannya langsung mengepal karena melihat si pemuda dengan sekonyong-konyong menarik tubuh Tisa ke dalam pelukan. “Bajigur!”Wajah Bara langsung melengos dan tidak mau menatap ke arah dua muda-mudi itu. Dia mengepalkan tangan karena kecewa pada sang istri. Tidak semestinya Tisa bermesraan dengan orang lain. Apalagi, ada dirinya sekarang.“Tuan, Nona sedang ke sini,” beritahu si supir.“Hem.”Badan memilih diam saja ketika pintu geser terbuka bahkan suara pekikan dari sang istri pun tidak diindahkan. Bayangan ketika sang istri berpelukan dengan pria lain membuat emosinya mendidih. “Mas Bara beneran jemput Tisa?” Suara bernada riang itu langsung menembus gendang telinga Bara. “Makasih, Mas,” sambungnya sambil memeluknya. Akan tetapi, Bara tidak membalas pelukan sang istri. Dia justru terlihat cuek dan lebih memilih untuk melihat tabnya. “Aku kan emang udah janji untuk menjemputmu. Jadi, aku pasti datang,” jawabnya sambil lalu.Sepertin

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status