Setelah memuntahkan semua isi perutnya, Alea kembali terduduk di lantai bersandar pada dinding marmer yang dingin meresap di punggungnya. Alea lemas, takut, dan cemas karena jika dia hitung-hitung ternyata dirinya sudah terlambat sekitar tiga minggu. Karena terlalu banyak pikiran Alea sampai luput memikirkan hal itu. Alea segera bangkit untuk mengambil alat tes kehamilan yang selalu disediakan tuan Anmar di laci kamar mandi.
Alea menunggu beberapa saat dengan pikiran cemas tidak karuan, walaupun dia sudah lama menanti kehamilan tapi dalam kondisinya sekarang ternyata hal itu justru membuatnya was-was.
Perlahan samar-samar dua garis merah mulai timbul menjadi lebih jelas dan Alea benar-benar lemas hingga kembali terduduk ke lantai. Rasanya sangat luar biasa karena setelah penantiannya begitu lama akhirnya sekarang dia bisa kembali hami. Alea sempat melupakan kecemasannya sejenak ketika kemudian meraba perutnya sendiri dan memeluknya sebentar. Itu adalah benih dari sua
JANGAN LUPA VOTRE YA KALIAN YANG TER LUV U ^.^
Alea masih terus mengingat semua nasehat bi Warni yang kemarin hanya terdengar seperti kalimat yang begitu panjang dan kali ini Alea baru sadar jika pengurus rumahnya itu sedang membekalinya dengan sebuah pegangan yang luar biasa. Karena bi Warni pasti paham Alea masih sangat muda, bisa sangat mudah salah jalan dan tersesat. 'Apapun masalah kalian jangan pernah balas kemarahan suamimu dengan kemarahan, jangan pernah balas sakit hatimu dangan balas menyakitinya' Alea jadi ingin mencium bibir suaminya lagi. 'Jangan pernah biarkan dirimu jadi seperti itu meskipun bujukan utuk saling membalas lebih sering menggoda.' Kali ini Alea mencium kelopak mata tuan Anmar yang masih terpejam dan menyapu alis tebalnya dengan bibir serta napasnya yang hangat. 'Tetap ingat jika suami istri bersama ut
Alea ikut melingkarkan lengannya untuk balas memeluk tubuh suaminya yang besar keras dan hangat. Alea masih sangat rindu dan ingin dipeluk terus seperti itu tanpa ingin ke mana-mana."Apa tidak apa-apa jika aku ingin begini dulu.""Ya." Tuan Anmar juga sedang luar biasa bahagia jika Alea benar-benar hamil, sesuatu yang tak terbayangkan. Tuan Anmar memeluk Alea lebih erat hingga tubuhnya meringkuk seperti anak kecil dan menciumi puncak kepalanya tanpa henti.*****Ternyata usia kehamilan Alea sudah memasuki minggu ke delapan, masih sangat riskan apa lagi dengan riwayat keguguran sebelumnya jadi harus ekstra dijaga. Dokter sudah menyarankan Alea
Alea benar-benar sedang dimanja oleh tuan Anmar karena kehamilannya. Bahkan semisal istri mudanya bisa dibungkus dengan plastik wrapping pasti tuan Anmar sudah membungkusnya agar tidak terkena angin. Kadang peraturan tuan Anmar agak menggelikan tapi Alea tidak keberatan karena kehamilannya ini juga sudah lama dia nanti-nanti. Alea harus menjaganya baik-baik. Selama kehamilan Alea belum cukup aman, Alea sama sekali tidak boleh turun ke lantai bawah, jadi setiap hari bi Warni akan mengantar makanan ke kamarnya. Mengeringkan lantai kamar mandi agar Alea tidak terpeleset dan menyiapkan semua menu makanan sehat dengan kualitas bahan makanan terbaik yang semua harus organik. Kedengarannya merepotkan tapi bi Warni juga tidak keberatan melakukanya dengan senang hati karena dia juga sudah tidak sabar menunggu kehadiran buah hati tuanya yang sudah lama di tunggu-tunggu.
Memasuki bulan ke empat kondisi Alea sudah jauh lebih baik, rasa mualnya juga sudah berkurang dan yang paling membahagiakan tuan Anmar dan Alea baru mengetahui jika jenis kelamin bayi mereka adalah laki-laki sama seperti yang Alea harapkan selama ini. "Jadi benar calon bayinya laki-laki?" bi Warni juga jadi tidak sabaran dan tuan Anmar yang mengangguk. Alea baru kembali dari pergi memeriksakan kandungannya ke dokter dengan ditemani tuan Anmar tentunya. Pipi Alea terus merona karena bahagia mengetahui anaknya cukup sehat dan akan menjadi pria hebat seperti ayahnya. Alea balas menggenggam tangan tuan Anmar yang juga terus melingkari pinggangnya. Benar-benar kebahagian yang sulit untuk diungkapkan dengan kata-kata, karena apapun yang sedang mereka pikirkan jadi terasa begitu indah, penuh limpahan cinta, kebahagiaan, dan sebuah harapan.
Setelah mencengkram amplop coklat di tangannya hingga buku-buku jarinya memucat, akhirnya Troy tetap tidak tahan juga. Pemuda itu segera melompat berdiri dan meninju permukaan meja, kepalan tangannya seperti hancur dan otot lengannya meregang bergetar. Rahang Troy yang mengeras kaku kembali berdesis menghisap udara dengan keras dari sela gigi depannya yang merapat. Troy masih tidak menyangka bagaimana papanya bisa menyembunyikan rahasia sebesar ini dari mereka semua. Pemuda itu kembali mencengkram rambut di kepalanya dan mulai mondar-mandir seperti orang sinting. Troy sedang tidak bisa berpikir, otaknya buntu dan papanya belum juga kembali. Troy memperhatikan kunci mobil papanya yang masih ada di atas meja dan segera menyambar benda itu tanpa berpikir. Troy memang sudah berjanji utuk tidak akan menemui Alea lagi, tapi kali ini dia benar-benar tidak perduli. Troy harus mencari Alea ia su
'Tuhan, beri aku waktu, tidak perlu terlalu panjang, cukup sampai Alea bisa merelakanku,' cuma itu doa yang terus terucap di hati tuan Anmar selama ia hanya bisa memeluk Alea untuk meminta maaf bahkan hingga larut tengah malam dan Alea masih belum mau tidur. "Siapa yang akan kupeluk jika Mas tidak ada? Siapa yang akan mendengarkanku jika Mas tidak ada ...?" Alea hanya terus menggumam. "Kemana aku harus mencarimu jika sedang rindu? siapa yang akan memelukku di tengah malam?" "Seharusnya aku tidak membuatmu seperti ini." Alea masih meringkuk di dalam pelukan tuan Anmar tidak ingin kemana-mana. Alea tidak sanggup memikirkan suaminya, Alea tidak sanggup jika harus kehilangan pria seperti tuan Anmar. Bahkan Alea takut untuk sekedar memikirkan besok pagi. Alea takut terbangun di pagi hari dan sadar jika semua ini bukan mimpi. Suaminya akan segera pergi, pergi ketempat yang tidak bisa dia cari, pergi yang tidak bisa dia h
Troy pilih berenang sejak pagi karena dia tidak mau ada yang melihat jejak air matanya. Walaupun dia anak laki-laki tapi kehilangan satu-satunya orang tua, dan panutan yang dia miliki tetu rasanya tidak akan pernah mudah. Troy sudah seperti anak laki-laki yang hilang tanpa pegangan dan sedang tersesat. Pagi itu suasana di rumah sangat sunyi walaupun semua penghuninya ada di rumah dan sedang berkumpul di meja makan. Tuan Anmar berusaha bersikap normal seolah tidak terjadi apa-apa, dia memenuhi makanan ke piring Alea yang sedang tidak sanggup menelan apapun sejak kemarin. "Makan lah, jaga kesehatanmu." Lagi-lagi tuan Anmar menyentuh perut Alea untuk memberi gadis muda itu semangat, karena nasehat apapun rasanya juga sedang tidak bisa diserap oleh otaknya Alea memang harus bertahan demi calon buah hati mereka karena itu Alea tetap harus menelan makanan meskipun tidak ingin. Bahkan Troy yang sedang tidak hamil pun jadi ikut mual dan tidak memiliki nafsu makan, da
Tuan Anmar segera mengangkat tubuh Alea yang sudah lemas dan pucat, membawanya berlari menuruni tangga sambil berteriak-teriak memanggil bi Warni dan Troy yang sepertinya sedang tidak ada di rumah. Cuma bi Warni yang muncul dari dapur dengan tergopoh-gopoh melihat Alea ada dalam gendongan tuanya dan darah Alea sudah ikut mengotori kemeja putih tuan Anmar yang sudah tidak perduli apapun. Kaki bi Warni bergetar semuanya mengerikan dan menjadi kacau dalam waktu yang cepat. "Hubungi Troy, minta dia menyusul ke rumah sakit!" "Ya, Tuan .... " bi warni gugup tapi tetap buru-buru melaksanakan perintah tuanya. Tuan Anmar menyetir sendiri membawa Alea yang sudah tidak sadar ke rumah sakit terdekat. Tuan Anmar juga panik, syok, dan takut tapi ia harus tetap tenang untuk mengambil tindaka