Share

Iya, Dia Suami Saya

Maira menghela napas, perempuan desa itu memutuskan untuk berkeliling sebentar. Mengagumi betapa kokoh dan dan indahnya rumah satu lantai yang di berikan keluarga Sore kepadanya. Maira sekali lagi menghela nafas, setelah itu membawa tas lusuhnya ke dalam kamar.

“Bagus.” gumamnya tanpa sadar, perempuan itu menatap benda kotak panjang berwarna putih. Pandu bilang itu pendingin ruangan. Maira mencoba mengingat-ingat hal-hal yang di ajarkan Pandu kepadanya sebelum laki-laki itu pergi beberapa saat yang lalu.

“Eh, loh kok ini dingin banget?.” Maira yang panik memencet remot AC di tanganya dengan sembarangan, hal itu rupanya justru membuat suhu di kamar itu menjadi semakin dingin.

“Duh enggak tau ah! Mainan orang kaya ribet banget ternyata.” Maira menggigil karena sama sekali tidak terbiasa dengan suhu pendingin ruangan di kamarnya, perempuan itu membereskan barang bawaannya yang tidak seberapa dengan cepat.

“Haaah, kayaknya hari ini enggak bisa tidur di kamar.” Gumam perempuan itu.

Naira mulai mengelilingi daerah dapur, memeriksa apakah ada bahan makanan yang bisa di olah. Perut perempuan itu lapar karena sama sekali belum menyentuh makanan, bahkan di pesta pernikahannya sendiri Maira tidak bisa dengan bebas menikmati makanan yang di suguhkan.

“Enggak ada apa-apa, berarti aku harus tahan sampai besok.”

“Tek..tek..tek.. mie tek teknya bu.. mie tek teknya neng.”

Maira mengintip dari balik jendela, perempuan itu melihat sebuah gerobak behenti tepat di depan rumahnya. Para tetangga yang juga mungkin kelaparan mengerumuni gerobak itu dengan sekejap mata, Maira menimbang-nimbang. Perutnya lapar, tapi ia malu jika harus keluar.

“Duh, wanginya kecium sampe sini.” Maira menelan ludah, aroma mie tek-tek benar-benar menguji imannya.

“Ah, enggak tahan.”

Maira membuka pintu rumahnya dengan perlahan, perempuan itu ragu-ragu mendekati kerumuanan ibu-ibu yang sedang asik bercanda dengan penjual mie tek-tek

“Wah ini ya tetangga baru.”

“Iya ibu, saya Miara.” Sapa perempuan itu dengan kikuk.

“Loh cantik ya.”

“Yang tadi sore itu suaminya neng?” Maira tidak tau harus menjawab apa, sebelumnya Giana sudah memperingatkan Maira untuk tidak pernah memberi tahu orang-orang kalau ia adalah istri ke dua Pandu. Giana meminta Maira untuk tidak memperkenalkan diri kepada sembarang orang.

“Eng, iya. Dia suami saya.”

“Oalaah, ganteng ya suaminya.”

“Iya, artis ya neng suaminya?”

Maira rasa tidak ada salahnya mengakui Pandu sebagai suaminya di komplek perumahan ini, karena bagaimanapun nanti Pandu akan sering menginap di rumahnya. Terlebih jika akhirnya ia hamil nanti, mengakui Pandu sebagai suaminya akan mempermudah semua urusan mereka kedepannya.

Maira hanya tersenyum menanggapi antusiasme ibu-ibu yang penasaran akan sosok suaminya, perempuan itu mengatakan pesannya kepada abang penjual dan langsung berpamitan setelah pesanannya di berikan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status