“Kamu pulang mas? Udah bosen sama yang di sana?” Ghiana bertanya sembari membersihkan wajahnya dari makeup. Perempuan itu baru saja pulang dari kegiatan sosialitanya.
“Sam bilang kamu ngelarang kepala pelayan untuk mecat Ella.”
“Iya, kamu enggak suka?”
“Bukan, aku cuma eggak mau kamu nyesel aja nanti.”
“Apa yang bisa aku sesalin dari Ella? Yang bikin aku nyesel itu udah ngebiarin kamu menikah sama Maira! Perempuan ular, aku kira dia perempuan polos.”
“Kamu terlalu khawatir sama Maira kayaknya, sampe enggak bisa berfikir jernih. Kamu enggak bisa ngebedain mana kebenaran dan mana kebohongan. Kasian.”
“Maksud kamu apa?!”
“Enggak ada, aku cuma mau peringatin kamu aja. Supaya kamu enggak terlalu kecewa karena udah bela orang yang salah.” Ucap Pandu sebelum menghilang di balik pintu kamar mandi.
Pandu yang sedang memejamkan mata d
“Rudi udah buat surat undangan interview pak, rencananya akan di kirim hari ini via email.” Pandu yang sedang membaca laporan yang di berikan oleh Sam menganggukan kepala.“Maira tau cara menggunakan email?” tanya laki-laki itu sangsi.“Sudah saya ajari pak, terakhir itu Maira udah bisa tau tanda ada email masuk dan gimana cara membalasnya.” Pandu spontan mengangkat kepala, laki-laki itu berusaha mengontrol mimik wajahnya.“Kamu ngajarin Maira?” tanya Pandu sangsi, telunjuknya mengetuk-ngetuk resah. Laki-laki itu merasa terganggu dengan kenyataan Sam mengajari Maira tanpa sepengatahuannya.“Kapan?”“Baru-baru ini, tepatnya semenjak bapak kembali ke rumah utama.”“Kamu enggak izin sama saya?”“Eh?” Sam mendadak bingung, karena jelas beberapa waktu lalu Pandu memberi laki-laki dengan stelan rambut klimis itu in
Pandu duduk di ruang menonton sembari menopangkan dagunya pada jari-jarinya yang saling bertaut. Laki-laki itu sedang menunggu Maira yang sedang mencoba pakaian di dalam kamarnya. Laki-laki itu memaksa Maira untuk mengenakan beberapa pakaian yang beberapa waktu lalu ia belikan, Maira sempat menolak dan mereka berdebat tapi Pandu dengan sejuta akalnya berhasil memenangkan perdebatan.“Gimana?” Maira keluar, dengan mengenakan blouse berkancing putih polos dengan bawahan rok hitam di atas lutut. Blouse yang sedikit trasparan dan kancingnya masih belum sanggup menutupi belahan dada perempuan itu.“Bagus enggak pak?” Pandu sedkit tersentak, sesaat tadi pikirannya memang melayang entah kemana. Pandu dengan kurang ajarnya membayangkan Maira terbaring pasrah di atas meja kerjanya yang berantakan.“Ekhm, coba ganti yang lain.” Bibir Maira sedikit mengerucut maju, tapi perempuan itu tetap menuruti Pandu dengan mencoba pakaian yang lain.
Pandu sampai di rumahnya dan Ghiana saat hampir tengah malam, laki-laki itu sudah kehabisan akal untuk bertahan di rumah Maira tanpa membuat istri rahasiannya itu besar kepala. Pandu menyampirkan jas kerjanya di lengan sebelum membuka pintu kamarnya yang temaram.“Wah, kamu lagi ngerayain sesuatu Ghi?” tanya Pandu melihat Ghiana di kelilingi botol anggur, makeup di wajah perempuan itu berantakan.“Kamu melakukannya mas?” tanya Ghiana dengan suara serak?”“Melakukan?”“Kamu tidur sama pelayan sialan itu?” Pandu tersenyum miring sembari membuka kancing-kancing kemeja.“Gimana aku bisa nolak kan? Dia cukup cantik untuk sekedar jadi alat pelepas penat”“Mas!”“Jangan salahkan aku, kamu yang ngasih pelayan itu kesempatan untuk ngegoda suami kamu ini.”“Aku kirim dia bukan untuk kamu tiduri!”“Oh, ayolah Ghi. Ini bukan k
“Jadi lo enggak yakin bisa lolos?” Maira yang sedang menggigiti sedotan minumannya menganggukan kepala lemas, perempuan itu baru saja menyelesaikan wawancara kerjanya satu jam yang lalu dan sekarang sedang menikmati makan siangnya tanpa gairah bersama Sam.“Jangan pesimis lah, pasti lolos.” Ucap Sam sembari meringis lucu, Maira jelas akan lolos karena Pandu sendiri yang menjaminnya.“Susah banget ya sekedar mau jadi tukang bersih-bersih di kota.” Ratap Maira, perempuan itu sama sekali tidak keberatan dengan jabatan sebagai cleaning service yang di tawarkan Sam. Ia cukup tau diri, dengan latar belakang Pendidikan dan pengalamannya pekerjaan itu adalah pekerjaan terbaik yang bisa ia dapatkan untuk mencari uang tambahan.“Udah, enggak usah terlalu di pikirin. Kalau memang yang ini enggak dapet, nanti gue bantu cari kerjaan yang lain.” Maira kembali menganggukan kepala, perempuan itu mulai menyantap bakso malang di man
Pandu membatalkan niatnya untuk keluar, laki-laki itu kembali duduk di kursi kebesarannya sembari bertopang dagu. Pandu seolah baru saja menyadari sikap tidak biasanya di kantin karyawan tadi. Sebenarnya ia sedang melakukan peninjauan, dan kantin adalah tempat peninjauan terakhirnya. Biasanya Pandu hanya akan mengamati dari jauh, menunggu laporan dan kemudian pergi.Tapi kali ini sosok Maira yang sedang duduk berdua dengan asisten pribadinya membuat Pandu gerah, laki-laki itu bahkan tidak bisa mendengarkan laporan dari pengelola kantin dengan jelas. Pandu meninggalkan laki-laki tua itu dan langsung melangkah menghampiri Maira dan Sam di meja mereka.“Sialan.” Desis laki-laki itu sembari menggebrak meja, Maira benar-benar berhasil mengusiknya. Pandu yang mulai kelabakan karena merasa tidak lagi mengenal dirinya sendiri mulai mengambil tindakan, di tekannya interkom yang langsung tersambung ke meja Dara dengan cepat.“Dar, booking kamar di hotel
“Selamat pagi semua, saya Maira. Karyawan baru di divisi cleaning, mohon bantuannya.” Maira memperkenalkan diri kepada rekan-rekan kerjanya, hari ini adalah hari pertamanya bekerja di perusahaan Sore Corporation.“Oke Maira, selamat bergabung dan mari bekerja dengan baik.”“Siap pak!”“Oke, kalau gitu saya tinggal ya. selamat bekerja.” Maira langsung mendekati salah satu perempuan yang akan menjadi partnernya hari itu.“Siap-siap Mai, kita bakalan bersihin ruangan paling atas.”“Iya mba.” Maira mencoba tidak gugup ketika harus memasuki kotak besar yang di sebut lift oleh rekan kerjanya.“Kamu ini beneran baru dateng dari kampung ya?”“Hehehe iya mba.”“Ck, hati-hati loh Mai. Kalau kamu keliatan banget polosnya nanti sering di kibulin orang.”“Hehe iya mba, enggak akan gitu lagi.” Pintu lift ter
Sam menguap di depan lift yang akan membawanya ke lantai paling atas Sore Corporation, di sampingnya Dara juga melakukan hal yang sama. Selama dua bulan ini rutinitas pagi mereka menjadi lebih cepat karena Pandu mendadak menjadi sangat rajin datang ke kantor. Sebenarnya, jam kerja mereka di mulai pukul sembilan pagi, akan tetapi belakangan ini jam kerja karyawan Sore Corporation lebih maju satu jam yaitu pukul delapan pagi. Mengikuti Pandu yang memang biasanya sudah ada di ruangannya di waktu tersebut.“Sampe kapan tuhan, gue harus bangun jam empat dini hari untuk nyatok sama dandan terus berdiri di depan lift jam setengah delapan.” Dara menggerutu, sejak Pandu selalu datang lebih awal Sam dan Dara berusaha mengimbangi atasannya itu dengan datang lebih pagi juga.“Gue ngantuk!”“Berisik Dar.”“Lo tau, orang-orang sibuk ngegosip kalau pak Pandu jadi rajin dateng awal ke kantor gara-gara adik lo yang selalu ke bagia
“Hei.. kalian beneran ada di dalem sana?” Pandu mengernyit, suara bisik-bisik seorang perempuan terus saja menganggu tidurnya.“Eng, makan yang tadi gimana rasanya? Kalian suka?” Pandu menajamkan telinga, tangannya juga mulai meraba sekeliling kasur khusus penunggu pasien untuk mencari ponselnya. Begitu berhasil menemukannya Pandu langsung melihat jam, pukul 01.00.“Haah, baik-baik ya kalian di sana. Sehat-sehat, enggak perlu khawatirin apapun karena keluarga yang ngasuh kalian nanti orang baik. Mereka juga punya banyak uang, jadi kalian enggak perlu takut kelaparan atau takut hidup di kejar-kejar rentenir hehehe.” Hening, Pandu lagi-lagi mengernyit. Ia penasaran kenapa suara Maira tidak lagi terdengar.“Pak pandu?”“Astaga!” Pandu langsung melonjak kaget saat mendengar bisikan pelan di telinganya, sejak tadi ia memang tidur dengan posisi membelakangi Maira.“Kamu mau bikin saya jant