Share

Tidak Bisa

Senja bergelut dengan perasaan cemas, disaat ban mobil kembali bergulir menuju hotel. Raut wajahnya berbalut kekhawatiran, sangat kontras dengan Rey yang bersenandung bahagia.

"Kau bahagiakan Senja? Mas sangat bahagia sekali. Ini bukan nominal kecil. Kita bisa membuka cabang perusahaan dan juga menambah investasi saham, jika mereka menyukai pelayananmu nanti," celoteh Rey tanpa menoleh ke Senja. Bahkan sesekali Rey terpekik kegirangan, membayangkan limpahan mata uang dollar.

Senja memilih untuk menulikan pendengarannya. Pikirannya sedang sibuk melalang buana. Bayangan kotoran manusia menjijikkan masuk ke dalam mulut, sampai terdorong paksa masuk sampai ke tenggorokan, membuat Senja saat itu merasa seisi perutnya bergejolak. Dia sampai menahan mulutnya dengan telapak tangan, agar tidak muntah saat itu juga. Tapi rasa mual itu terus saja ingin menyembur keluar, hingga memerih di kerongkongan. Berulang kali mual itu kembali datang. Mata Senja sampai berair menahan luapan gejolak itu. Bahkan sekarang Senja merasakan ada cairan yang berasal dari lambung mulai mau membanjiri mulutnya.

Tak urung tingkah Senja mengusik kebahagiaan Rey. Dia memandang ke arah Senja, bahkan Rey sempat meminggirkan mobilnya di bahu jalan secara mendadak. Memastikan sekelebat pikiran yang mengusiknya.

Tatapan tajam Rey menyayat seluruh bagian tubuh Senja.

"Kau kenapa, Hah?!" bentak Rey.

Seketika membuat rasa mual Senja mereda karena rasa terkejutnya. Senja memandang kearah Rey yang menatap dirinya penuh emosi.

"Jawab, kau hamil?! Sudah berapa kali aku ingatkan, jangan lupa pakai pengaman. Aku tidak mau kau melahirkan anak haram lagi. Kau kira rumahku penampungan anak harammu?!" sarkas Rey.

Beruntun hujaman kata penuh hinaan diberikan Rey pada Senja. Tanpa peduli apa yang dirasakan oleh hati wanita itu. Wanita yang sudah menemani dan mengorbankan banyak hal untuknya.

"Aku tidak hamil. Kau tidak berhak menuduh dan menghinaku seperti itu, Mas!" lawan Senja. Tapi hanya bisa dalam hatinya. Mulutnya seakan tersumpal cairan berbau asam, hingga dia tidak bisa berbicara.

"Kenapa diam?! Kau tidak bisa menjawabnya bukan? Kau tidak bisa kembali membohongiku kan? Dari awal menikah, kau hanyalah pembual besar. Besok aku harus membawamu ke Dokter. Aku harus memastikan anak haram itu tidak lahir ke dunia." cercar Rey.

Senja hanya bisa membalas hinaan Rey dengan menelan paksa saliva yang sudah bercampur cairan lambungnya. "Beginikah rasanya, menelan kotoran itu? Terasa pahit, asam, dan sangat bau menyengat sampai memenuhi rongga mulut." batin Senja. Belum lagi air mata yang meluncur cepat, menambah rasa asin di bibir Senja.

Tapi sebelum semua cairan itu Senja kembalikan ke lambung. Senja sengaja menekan otot perutnya, mengembalikan gejolak yang tadi sempat mereda kembali datang. Bak tsunami yang tidak bisa terbendung, cairan berbau asam itu menumpah ruah ke pakaian jas mahal Rey.

"Apa yang kau lakukan, Sialan?!" berang Rey. Bahkan tangannya dengan Ringan mengayun keras ke pipi Senja.

Wajah Rey memerah padam. Kebahagiaan yang tadi menari - nari di pikirannya kini sirna.

Senja tersenyum dalam hatinya. Dia sengaja melakukan itu pada Rey. Melawan, tidak akan mengubah apapun. Walau mendapat satu tamparan, lebih baik untuk Senja. Daripada dia melayani kegilaan orang Dubai tersebut. Apalagi kata 'Anak haram' membuat Senja berpikir untuk membalas Rey dengan cara seperti itu.

"Bumi bukan anak haram. Tapi kau yang melakukan pekerjaan haram Mas. Kitalah yang haram. Bukan Bumi," batin Senja

Berbeda dengan Rey yang sangat ingin membunuh Senja saat itu juga. Dia berusaha menahan amarahnya, hingga wajahnya bukan lagi berwarna merah, tapi hampir kehitaman. Kepalan tangan yang sangat kuat di roda setir, mendesak Rey untuk melajukan mobilnya secepat mungkin kembali ke rumah. Dia sudah merasa risih dan jijik dengan tubuhnya sendiri.

"Kau tunggu, apa yang akan aku perbuat nanti denganmu di rumah Senja," batin Rey geram. Bahkan giginya kini bergemeletuk.

Jika tadi pikiran Senja yang berkecamuk, kini giliran Rey yang merasakannya. Bagaimana tidak? Dia harus berhadapan dengan amukan investornya. Rey sangat yakin mereka pasti kecewa dan marah. Gagal sudah semua yang sudah dia rencanakan.

Senja sementara memilih diam. Dia sadar, selamat dari mulut buaya, bukan berarti selamat dalam mulut singa. Tapi paling tidak, Ada rasa senang di hati Senja. Dia bisa membalas Rey. Apalagi Senja sempat mencuri lirik ke arah Rey yang tertular mual Senja. berulang kali Senja mendengar suara Rey yang ingin muntah, merasakan bau menyengat di pakaiannya, dan disusul berbagai umpatan.

"Kau sendiri jijik bukan dengan kotoran? Bagaimana dengan aku, Mas?! Apa kau kira aku tidak akan merasakan jijik sepertimu?" kembali Senja membatin.

Bunyi bantingan pintu mobil terdengar seperti sebuah ancaman, disaat Rey tergesa masuk kedalam rumahnya.

Senja yang masih didalam mobil hanya bisa memandang sendu, punggung kekar yang dia kira bisa melindungi dirinya setelah mereka menikah.

Senja memilih berlama - lama didalam mobil. Sungguh, batinnya belum siap untuk kembali berhadapan dengan Rey.

Kondisi sunyi didalam mobil, membawa Senja kembali ke lima tahun yang lalu...

"Dimana aku?" gusar Senja. Pertama kali sepasang kelopak matanya yang berat terbuka, menyadarkan dirinya yang berada di kamar yang berbeda.

Kepingan - kepingan ingatan tadi malam datang berdesakan. Senja sangat ingat, dia ditarik paksa masuk oleh seorang pria ke sebuah kamar. Disaat Senja ingin kembali ke kamar hotelnya. Dimana dia sedang menginap untuk foto praweddingnya lusa bersama Rey.

Senja yang sangat bahagia, sampai ingin datang kesana terlebih dahulu. Dia ingin melihat duluan lokasi foto mereka nanti, walau Rey tidak bisa menemaninya.

Sontak Senja meraba seluruh tubuhnya yang ternyata sudah tidak memakai sehelai benang pun. Senja berteriak histeris, dia menangis meraung. Apalagi lelaki yang sudah merebut mahkotanya sudah hilang tanpa meninggalkan jejak.

Senja yang merasakan jijik dengan tubuhnya sendiri, bahkan mencakar dan memukul tubuhnya. "Kau sudah tidak suci lagi Senja! Kau sudah tidak suci lagi. Kau hanya wanita kotor. Kau tidak pantas untuk Rey!" teriak Senja semakin menjadi.

Senja sudah kehilangan akalnya, bola matanya kini bergerak liar, mencari sesuatu yang ada didalam kamar tersebut.

Pandangan Senja kini tertuju pada sebuah pisau yang terletak dipinggir piring berisikan buah - buahan.

Pikiran Senja saat itu hanyalah ingin mengakhiri hidupnya. Sudah tidak ada lagi untuknya hidup. Sesuatu yang selama ini dia jaga untuk kekasihnya, kini sudah tidak ada. Senja sangat yakin, Rey akan marah dan meninggalkannya.

Tanpa memakai sehelai benang pun untuk menutupi tubuh. Senja berjalan tertatih menuju dimana pisau berada. Rasa perih di bagian intimnya, membuat Senja semakin ingin cepat mengakhiri hidup.

Tangan Senja gemetar saat memegang pisau itu. Untuk pertama kali pisau yang biasa membantu dirinya untuk memasak, kini beralih fungsi membantu senja dalam kematian.

"Maafkan aku Mas Rey. Aku sudah tidak pantas untuk Mas. Aku sudah kotor mas, sudah kotor," racau Senja dengan tergugu disela tangis yang masih belum mereda.

Mata Senja terpejam dan meringis, saat pisau mulai menyayat kulit pergelangan tangannya, dan terasa mengoyak urat nadinya.

"Selamat tinggal Mas Rey. Maafkan aku. Aku mencintaimu Mas. Sangat mencintaimu..."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status