"Bunda, kenapa Abi fajar tidak tinggal dengan kita? Abi-nya Zahra tinggal dengan uminya," tanya Albanna pada Anin saat mereka tengah asyik bermain bertiga di ruang tamu.
Meysha langsung menatap kearah Anin, ingin tahu jawaban apa yang akan di berikan sahabatnya itu.
"Karena Abi Fajar bukan suami bunda, jadi kita tidak boleh bersama. Abi Fajar hanya suka di panggil oleh Abi oleh Albanna, bukan ayah Albanna sebenarnya seperti abi-nya Zahra," tutur Anin menjelaskan.
"Terus ayah Al sebenarnya siapa? suami bunda mana?" tanya bocah itu lagi.
Anin menatap ke arah Meysha dan Meysha hanya menjawab dengan menghendikkan bahunya.
"Albana ingat papa Evan? dia ayah kamu," jawab Anin singkat.
"Kenapa papa pergi, Al dan bunda tidak diajak?"
"Sini ...." Anin merentangkan tangannya dan meminta Albanna mendekatinya.
Bocah itu menurut dan masuk dalam dekapan sang bunda
Evan tampak sedang mengintrogasi seseorang di ruang kerjanya. Begitu banyak hal yang ingin dia lakukan hingga dia binggung hendak melakukan apa dulu."Bukankah dua tahun lalu kamu sudah menemukan Anin dan anaknya, kenapa tidak bilang padaku atau papa, Ghiban?" tanya Evan mengintimidasi.Ghibran, asisten papanya itu terlihat kaget dan tidak percaya."Kenapa kaget? kamu pikir kebohonganmu itu akan tersembunyi selamanya," ucap Evan lagi."Maafkan saya pak, saya terpaksa melakukannya. Selain itu, saya juga tidak melihat mbak Anin bersama seorang anak, saya pikir dia kehilangan anaknya ataupun menitipkannya disuatu tempat.""Terpaksa bagaimana? tugas kamu adalah memberitahukan semua yang kamu ketahui terkait dengan pekerjaan yang diberikan padamu, bukan malah menyembunyikannya.""Mbak Anin mengancam akan mengakhiri hidupnya jika saya memberitahukan ke
Mobil Evan berjalan menembus padatnya kota Jakarta terus bergerak menuju Jawa Barat. Evan membiarkan mobilnya disetir oleh Yusuf."Kenapa jauh sekali harus ke Jawa Barat," tanya Evan dengan gelisah.Ini akan memakan waktu lama, apa besok dia bisa dengan cepat kembali ke Jakarta."Saya mencari orang yang benar-benar hati-hati dalam menentukan sesuatu pak, bapak pasti tidak akan mudah percaya begitu saja kan dengan saya," tutur Yusuf memberikan alasan."Aakkkh! kenapa baru sekarang kau datang!""Maafkan saya pak,"Harusnya Evan tidak menyalahkan pria ini, dialah sendiri yang bersalah. Bukannya mencari tahu malah asyik meratapi nasibnya sendiri. Perkataan Fajar padanya kala itu kembali terngiang-ngiang. "Kau ulangi lagi kesalahan yang sama, jangan pernah menyesalinya!" Evan menarik nafas dalam-dalam dan mengacak-
Setelah menelpon Fajar, Evan malah tak bisa memejamkan matanya. Pikirannya menjadi semakin kacau, di tatapnya benda bulat yang ada di dinding kamar itu, baru jam satu malam. Dia mendesah panjang.Pikirannya menerawang menyesali kesalahan demi kesalahan yang trus dia lakukan. Apakah Anin pada akhirnya akan menjadi istri temannya? Semakin lama, matanya semakin berat dan akhirnya terpejam."Papa, ajak kami tinggal bersamamu," pinta Albanna."Papa ... Papa ...." panggilan itu terus bergema."Albanna ...." Evan terbangun sambil menyebut nama putranya.Dilihatnya lagi jam dinding yang ada di kamar itu, sebentar lagi sudah memasuki waktu subuh. Evan bergegas ke kamar mandi dan membersihkan diri, kemudian berganti dengan baju kurta dan kain sarung yang dipinjamkan oleh Yusuf.Selain itu semalam sebelum tidur, Yusuf juga meminjaminya baju kaos dan trainin
Evan kaget dan tidak percaya. Tadi saat ijab qobul, Evan melihat dari jauh pengantin wanita menggunakan baju berwarna putih dan kepalanya dihiasi bunga melati. Apa secepat itu Anin berganti pakaian?Pandangan Evan segera menyisir karangan bunga yang berjejer jauh di pintu masuk menuju tempat resepsi yang sejak tadi dia abaikan.HAPPY WEDDINGMalik Fajar & MeyshaJelas tertulis disana nama mempelai pengantin laki-laki dan wanita. "Fajar dan Meysha, mereka yang menikah? bukan Fajar dan Anin?" batin Evan.Ingin rasanya dia menghampiri anak dan mantan istrinya itu kemudian memeluknya."Al mau tinggal disini sama papa," celoteh Albanna.Kali ini barulah Anin menatap kearah Evan denga
Lantunan ayat suci Alquran mengalun merdu bergema dikamar sebuah hotel. Nampak wanita berbalut mukenah sedang membaca hafalannya dihadapan seorang laki-laki. "Shadaqallahul-'adzim' " ucap wanita itu mengakhiri murajaahnya. "Bagaimana?" tanyanya. "Mumtaz," jawab laki-laki didepannya sambil mencium keningnya. "Tapi cuma juz tiga puluh, jauh banget sama hafalan kamu mas," ucapnya sambil meringis memperlihatkan barisan giginya yang putih. "Itu sudah bagus, memangnya kamu gak ingat saat belajar membenarkan makhrijul huruf di TPQ sambil menjaga Albanna disana? Sekarang sudah benar makhrijul huruf dan hafal juz tiga puluh, bukannya itu sudah bagus?" tanya Fajar, laki-laki yang tadi pagi menikahinya. "Tunggu, kamu tahu aku belajar ngaji bareng Albanna? Kamu ngintilin aku mas?" "Jangan GR, aku cuma sedang mencari Albanna dan ternyata kamu ada disana. Ngapain aku ngintilin kamu, emang aku gak ada kerjaan apa?"
Evan berjalan sambil menggendong putranya, Albanna. Sedangkan Anin berjalan dibelakang mereka. Pagi ini mereka memutuskan untuk sarapan di restoran hotel setelah semalam terjadi drama saat hendak makan malam."Abi ...." seru Albanna saat melihat Fajar tengah duduk bersama Meysha sedang menikmati makanannya.Bocah itu langsung turun dari gendongan papanya dan menghambur kearah Fajar. Fajar menangkap bocah itu kemudian mendudukkannya di kursi sebelahnya.Fajar dan Meysha memang menginap di hotel itu juga selepas acara pernikahan mereka."Albanna mau makan?" tanya Fajar."He'em," jawabnya sambil mengangguk.Anin dan Evan akhirnya pun ikut duduk bersama mereka. Setelah memilih menu makanan yang ingin dimakan, mereka berempat makan sambil berbincang-bincang."Sampai kapan menginap disini?" tanya Fajar pada Evan.
"Sini jagoan, aku kakekmu," sapa Adiguna sambil merentangkan kedua tangannya pada Albanna.Anin menatap Evan untuk meminta persetujuan, yang dibalasnya dengan anggukan. Anin menurunkan putranya dari pangkuannya, kemudian bocah itu berlarian pada laki-laki dihadapannya."Al punya kakek?" tanyanya polos."Punya, aku kakekmu.""Yeey ... yeey ...." bocah itu melompat kegirangan kemudian memeluk pria paruh baya itu dan menciumi pipinya."Kamu senang?" tanya sang kakek."Senang.""Mau tinggal dengan kakek?""Mau!" jawab Albanna kegirangan."Tapi pak ...." Anin mencoba untuk memotong pembicaraan cucu dan kakeknya. Jika Albanna tinggal dengan kakeknya artinya mereka akan mengambil Albanna darinya."Kita bicara nanti, papa mau bicara dengan Evan dulu," ucap Adiguna pada An
Evan terus saja mencoba menelpon nomer Anin tapi belim juga di angkat."Pa, lihat apa yang papa lakukan. Anin takut dengan keluarga kita pa. Makanya dia pergi lagi," Evan mendesah kesal."Dia tidak pergi, pasti masih hotel ini. Kau pikir aku bod*h tidak mengantisipasi hal itu."Evan langsung teringat Meysha dan Fajar, segera dia menghubungi Fajar."Fajar, Anin hilang? kamu tahu kemana dia pergi?" cecar Evan begitu sambungan telepon terhubung."Mereka ada disini bersama kami, tadi kami menjemputnya karena Anin ketakutan sendiri di kamar hotel."Evan bernafas lega mendengar perkataan sahabatnya, segera saja dia pergi ke kamar hotel tempat Meysha dan Fajar berada. Sang papa pun mengikuti kemana Evan pergi. Sesampainya ditujuan, Adiguna langsung meminta Anin untuk berbicara dengannya. Dia berpikir harus segera menyelesaikan kesalahan pahaman