Ternyata, inilah alasan kenapa Hanum selalu mencari masalah dengan suami. Hadirnya lelaki lain menjadi pemicu sikap Hanum berubah 180 derajat.
"Kamu sudah gila, Dek? Tega kamu berkhianat di belakang, Mas! Dan, lo bajingan, tidakkah malu dengan seragam yang lo kenakan itu?" bentak Alvandra menatap bengis kepada lelaki yang kini sudah berdiri tegak dengan rudal yang masih mengacung. Terlihat juga sisa cairan yang meleleh di selangkangan lelaki laknat itu, membuat Alvandra merasa mual dan jijik melihat itu."Hahaha ... kasihan lo! Bini lo sendiri yang membuka paha untuk gue. Gue laki normal, Bung! Lihat barang mulus dan ditinggal pemiliknya, wajar dong kalau gue pake?" racaunya tanpa merasa berdosa dan ia malah terbahak seakan merasa bangga atas perbuatan dosanya.Bugh!"Pergi lo dari sini!" bentak Alvan lagi, setelah kembali memberikan bogem mentah di wajah lelaki tak bermoral itu."Ini rumah aku. Yang seharusnya pergi itu kamu, Mas!" pekik Hanum.Sontak hal itu membuat Alvandra bagaikan baru tersadar dari pingsannya. Ia pikir, kenapa dia masih mau berdiam diri di rumah itu? Istri sendiri saja sudah mau di obok-obok lelaki lain. Harga diri lelaki itu sudah semakin terinjak-injak. Untuk apa lagi ia bertahan bersama wanita murahan?Jika saja penyatuan itu atas dasar paksaan atau tekanan dari si lelakinya, mungkin masih ada kata maaf untuk sang istri tercinta. Tetapi ini ... jelas sudah Hanum pun mau bahkan Alvandra melihat sendiri betapa Hanum menikmati setiap hentakan yang dilakukan selungkuhan-nya."Baiklah kalau itu maumu, Dek!" Alvandra berbalik meninggalkan kamar yang menjadi saksi bisu akan kebejatan moral istrinya.Sebelum keluar dari rumah, Alvandra menyempatkan diri untuk memindai seluruh ruangan yang ada. Banyak kenangan yang tercipta di sana. Dan, yang paling membekas lara adalah bagaimana terhinanya dia sebagai seorang suami atas pengkhianatan Hanum.Alvandra melangkah gontai menuju jalan raya sambil menyeret koper yang belum sempat dibuka. Dia mencari angkutan yang akan membawanya ke rumah ternyaman di dunia, yiatu rumah orangtuanya.Senyum terukir di bibir Alvandra kala atap rumah orangtuanya sudah terlihat. Sebahagia inikah rasanya jika akan bertemu dengan surga - ku? bisik Alvandra dalam hati. Sejenak kesedihan dan kesakitan yang dia rasakan sedikit terlupakan."Assalamualaikum." Alvandra mengetuk pintu sekaligus mengucapkan salam."Waalaikum salam," sambut seseorang dengan suara lembut dari dalam. Pintu terbuka lebar, wajah teduh itu menjadi hal pertama yang Alvandra lihat."Bunda!" Alvandra menghambur dalam pelukan wanita paruh baya di depannya. Cukup lama keduanya saling berpelukan, melepaskan rindu yang sudah menggunung."Bunda sehat?" Alvandra memandang wajah renta ibunya tanpa melepaskan rangkulan di pinggang."Alhamdulillah selalu sehat," jawab sang Bunda dengan senyuman yang terus terukir di sisa wajah ayunya.Almira - ibu Alvandra, melepaskan rangkulan mereka. Kemudian dia membawa anaknya duduk di ruang tamu. Wajah lelah Alvandra terlihat jelas oleh mata tuanya."Kamu enggak pulang dulu ke rumah istrimu, Nak?" Tanya Almira."Pulang, Bun, tapi balik lagi. Hanum sama keluarganya lagi nggak ada di rumah," jawab Alvandra dengan perasaan bersalah karena sudah berbohong kepada bundanya. Dia tidak sanggup jika harus menceritakan apa yang baru saja dialami kepada sang bunda. Alvandra tak ingin ibunya ikut kecewa dan terluka mendengar bertapa rendahnya sang menantu yang selama ini ia banggakan."Kemana mereka? Apa kamu tidak memberi kabar mau pulang?" Almira menatap Alvandra heran."Enggak, Bun. Tadinya aku mau kasih kejutan ke Hanum, eh ... malah aku yang dikasih kejutan, dianya nggak ada." Alvandra tersenyum tipis. Nggak ada diluar tapi ada di kamar sama laki-laki lain, sambung Alvandra dalam hati."Udah kamu telepon?"Alvandra merogoh sakunya lalu mengambil ponsel yang ternyata padam karena kehabisan baterai."Lupa nge-charge, Bun." Alvandra terkekeh geli.Almira menggeleng menyadari kebiasaan anaknya yang belum berubah. "Kamu ini, kebiasaan banget. Ponsel itu penting untuk komunikasi. Jadi, usahakan jangan sampai mati," pesan sang bunda terkadap putra kebanggannya."Ya sudah, kamu istirahat dulu sana. Bunda mau masak buat kita makan," lanjut Almira.Alvandra memasuki kamar sembari menarik koper yang sepertinya sudah lelah karena ditarik kesana kemari. Ia membaringkan tubuh di ranjang. Rasa penat karena perjalanan jauh dan masalah yang baru menimpanya, membuat dia cepat memejamkan mata.***Alvandra sedang duduk termenung di rumah ibunya. Lelaki berparas tampan nan mempesona itu seolah sedang memikirkan banyak hal yang terjadi dalam hidupnya.Karena terlalu asyik dalam lamunan, Alvandra sampai tak menyadari kehadiran sang Bunda yang sudah berdiri di sampinganya."Kamu kenapa, Van?" tanya Almira."Eh, Bunda. Maaf, tadi aku ... ""Hmm ... anak Bunda pasti sedang memikirkan istri cantiknya," potong Almira tersenyum menggoda.Alvandra tersenyum tipis menanggapi perkataan sang bunda. Istri yang sudah mengkhianati pernikahan kami, batin Alvandra miris."Kamu baru pulang dari perantauan, tapi kenapa malah berlama-lama di rumah Bunda, Van?" tanya Almira heran. Sebagai seorang ibu, dia merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan putranya.Mendengar pertanyaan sang Bunda, Alvandra lantas menatap wajah renta itu. Apakah dia tega membebani bundanya dengan permasalahan yang sedang dihadapi, pikir Alvandra."Ada apa, Nak? Apa ada sesuatu yang sedang mengganggu pikiranmu?" Almira berkata dengan lembut."Banyak, Bun," jawab Alvandra singkat."Kamu bisa bercerita ke Bunda. Kalau kamu enggak bisa mengatasi itu sendirian, kita atasi sama-sama."Alvandra terdiam. Ia sedang menimbang baik buruknya jika bercerita kepada sang Ibu. Selang beberapa menit kemudian, Alvandra menghela napas panjang, lantas ia menceritakan apa yang sudah terjadi saat kepulangannya dari perantauan.Almira mendengarkan apa yang anaknya ceritakan. Ia tidak merasa kaget karena sedikit banyak dia sudah menduga jika kebungkaman Alvandra ada hubungannya dengan kelakuan Hanum. Lelaki itu sama sekali belum tahu jika sang bunda sudah lebih dulu tahu soal gosip-gosip yang beredar tentang hubungan menantu dengan salah satu aparat negara.Almira sejatinya sudah mendengar gosip tentang Hanum saat masih gadis. Keluarga Hanum sangat mendambakan memiliki menantu yang menjadi seorang pejabat. Jadi, dengan beredarnya kabar Hanum ada kedekatan dengan lelaki yang punya pangkat, tentu tak heran bagi Almira.Bukan maksud Alvandra membuka aib rumah tangga, tetapi ia sama sekali tak tahu harus bagaimana lagi menyelesaikan masalah dengan sang istri.Berbagi masalah dengan sang bunda, Alvandra berharap dapat menemukan jalan keluarnya. Jika pun harus berpisah, bagaimana caranya agar nama baik Alvandra tetap terjaga, begitu juga nama keluarga Hanum. Alvandra tak ingin ada yang tersakiti, baik dirinya maupun Hanum - istrinya."Bunda tak mau ikut campur masalahmu, Van. Bunda hanya mendukung langkah apa yang akan kamu ambil," ucap Almira setelah Alvandra menceritakan semuanya."Iya, Bun. Aku juga tak mau melibatkan Bunda. Sudah cukup hidup aku menjadi beban Bunda," jawab Alvandra menatap nanar wajah ibunda.Wanita itu merasa iba atas apa yang menimpa putranya. Tetapi Almira tidak mau ikut campur terlalu dalam. Almira percaya jika Alvandra bisa mengatasi masalahnya seorang diri. Sebagai ibu, sesekali saja ia menasehati jika menurut Almira putranya memang salah, tanpa mau membela siapa dan yang mana. Bagi Almira, jika memang salah ya salah tanpa harus mencari pembenaran.Merengkuh pundak putranya yang sedang kalut, Almira memeluk Alvandra begitu erat. Berulang kali Almira mengecup kening Alvandra. tanda kasih sayang sang bunda kepada sang putra."Van, Bunda percaya kamu kuat, tegar dan sabar. Buktikan kamu bisa seperti almarhum Ayah. Dulu, Ayahmu tak mudah ngeluh, tak mudah putus asa. Hadapai masalah dengan kepala dingin." Almira memberi nasehat dengan penuh kelembutan membuat Alvandra semakin nyaman berada dalam pelukan wanita yang sudah melahirkanya.Tak terasa, netra Alvandra menghangat seketika. Sekuat apa pun Alvandra sebagai lelaki, ia hanyalah manusia biasa terkadang bisa rapuh juga tentunya."Terima kasih ya, Bun. Bunda selalu ada untuk aku," ucap Alvandra. Ia bersyukur memilki Ibu yang penuh kasih dan selalu bernasehat baik kepadanya.Alvandra sudah memutuskan apa yang akan dilakukannya terhadap Hanum."Bismillah, semoga keputusan aku ini yang terbaik." Bersambung ...Keputusan Alvandra adalah menggugat cerai Hanum. Tetapi ia serahkan semua urusan kepada salah satu orang yang sanggup menangani kasusnya, dengan syarat tanpa harus membuka aib atau kelakuan Hanum juga keluarganya. Alasan utama penyebab cerai cukup dengan kata sudah tidak ada kecocokan di antara mereka berdua.Alvandra sendiri sudah bersiap untuk kembali ke negara tujuan di mana di sana ia sudah merasa nyaman dengan tugas yang harus ia kerjakan. Alvandra selama ini mengaku kepada Hanum hanya bekerja sebagai supir saja, tetapi faktanya jauh berbeda.Alvandra bekerja di sebuah pabrik tetapi karena kinerjanya lumayan bagus, maka sang atasan menarik anak muda itu untuk bekerja di bagian kantornya. "Bismillah, aku awali kembali semuanya dari nol," gumam Alvandra di dalam kamarnya."Van, ada Om Danu. Katanya belum ketemu kamu tapi kamu sudah mau berangkat lagi saja," ujar sang Bunda.Danu adalah adik kandung Almira. Rumahnya tak jauh dari sana. Tetapi karena kesibukannya, membuat Alvandra s
Alvandra termenung di sudut kamar. Sejujurnya ia masih belum bisa melupakan Hanum. Hari-hari saat bersama calon mantan istrinya itu selalu terbayang di mata. Kebesaran hati Hanum ketika menerima lamarannya, membuat Alvandra berjanji akan selalu membahagiakan wanita yang sangat dia cinta.Entah dia yang bernasib sial atau memang jodohnya bersama Hanum hanya sependek itu, Alvandra masih tidak bisa menerima pengkhianatan yang dilakukan Hanum. Hatinya masih berdenyut nyeri kala membayangkan perbuatan Hanum di depan mata."Kenapa lo tega melakukan ini sama gue, Hanum? Apakah cinta yang lo ucapkan ke gue itu hanya bualan semata? Hati gue sakit, Num!" Alvandra memukul-mukul dadanya yang terasa sesak."Pantas akhir-akhir ini selalu menolak kalau gue ajak lo melakukan panggilan video. Rupanya kamu tidak ingin diganggu saat sedang bersama lelaki jahanam itu." Rahang Alvandra mengeras saat dia membayangkan kembali apa yang sudah dilihatnya.Alvandra sebenarnya tidak ingin terus-terusan memikirka
Sebulan sudah Alvandra berada di Malaysia. Dan selama satu bulan itu ia berjuang untuk dapat melupakan Hanum tanpa harus kembali ke tempat yang akan membawa dirinya pada jurang yang menyesatkan. Mona, gadis yang malam itu tak sengaja bertemu dan baik kepadanya, tak mampu menggetarkan hati dan jiwa Alvandra yang sudah tak perduli akan rasa pada lawan jenis. Setelah kesakitan yang di torehkan Hanum, calon mantan istri.Alvandra hanya ingin fokus bekerja mencari nafkah demi membahagiakan sang Bunda juga dirinya. Ia ingin mengubah hidup agar tak selamanya menjadi hinaan dan cemoohan orang-orang yang selalu dengki kepadanya.Beberapa hari yang lalu, sang bunda sudah memberikan kabar jika proses perceraian dirinya dengan Hanum sudah mulai berjalan. Alvandara pun berharap semuanya cepat selesai dengan baik tanpa ada kendala apa pun yang dibuat oleh Hanum beserta keluarganya."Al, petang nanti you na kemane?" tanya seorang lelaki yang menjadi sahabat Alvandra di negara itu. "Awak tak kemane
- Di Indonesia -Danu tak kuasa menahan kesedihan dalam hatinya. Almira, sang kakak tertuduh pembunuh ayahnya Robby yang bernama Sugandi.Almira seorang janda cantik. Di usianya yang sudah berkepala 4, banyak sekali lelaki yang ingin mendekati. Tetapi belum satupun yang berhasil menaklukan hati Almira. Kesetian wanita itu terhadap Zayn Malik, mediang suami amatlah besar. Sedikit pun tak ada niat di hatinya mencari pengganti ayah dari Alvandra Zayn Malik, putra tunggalnya. Oleh karena itulah, Sugandi kerap mencari celah untuk dapat mendekati bahkan ingin melecehkan Almira.Beberapa jam sebelumnya tepat pukul 3 dini hari.Almira terbiasa bangun di sepertiga malam untuk melakukan shalat malam. Saat selesai mengambil air wudhu, Ia mendengar ketukan pintu yang cukup keras, membuat dirinya terlonjak karena terkejut.Tok! tok!"Mir, Mira!" seru seorang lelaki di balik pintu."Siapa, sih? Suaranya seperti Danu, tapi kenapa manggil saya-nya Mira? Biasanya Mbak," gumam Almira dengan kedua alis
Kegemparan terjadi di sebuah komplek perumahan. Semua warga berkerumun ingin menyaksikan Almira yang digelandang polisi. Mereka semua mengamuk dan memaki sembari menunjuk-nunjuk ke arah Almira dengan tatapan nyalang. Sebagian ada yang melempar botol plastik, ada pula yang meludah dan mengenai tubuh Almira. Tak bisa dipungkiri, Almira kini menjadi bulan-bulanan massa di kompleknya. Wanita itu hanya bisa menunduk, menerima segala hinaan dan cemoohan orang-orang yang memang sudah lama selalu dengki terhadap dirinya. Sejak wanita itu dinikahi pria tampan seperti Zayn Malik, banyak orang benci terhadap Almira.Entah salahnya di mana wanita itu, sehingga semua orang menganggap Almira seakan-akan musuh di daerah itu, bahkan hingga turun temurun. Apakah karena nasib baiknya yang dinikahi pangeran tampan yang menjadi idola kaum hawa di masanya atau karena ada hal yang lain. Tidak ada yang tahu, termasuk para pembenci itu.Oleh karena itulah mengapa Alvandra selalu merasa khawatir akan keselam
- Malam hari di Malaysia -Alvandra sudah menerima telepon dari Danu. Kabar yang ia terima sungguh mengejutkan dan mampu menggoyangkan dunianya. Ibunda tercinta, dunianya juga jalan menuju surga-nya sedang tersandung kasus hukum, ia terbukti membunuh ayah dari lelaki yang sudah merebut Hanum istrinya.Lelaki itu kini tengah terpuruk untuk kedua kalinya. Dunia yang ia jaga dengan sepenuh hati, saat ini terasa hancur lebur, bahkan lebih parah dari sebelumnya. Saat pulang pertama ke negaranya, lelaki itu disambut oleh peristiwa yang cukup menyakitkan hati dan jiwanya.Untuk melupakan masa lalu, Alvandra kembali ke negara di mana ia mengais rezeki demi sesuap nasi juga untuk masa depan dia dan keluarga barunya nanti. Tetapi rupanya Tuhan masih mau menguji kesabaran dan keikhlasan hati seorang Alvandra, lelaki yang selama ini terlihat baik dan tak banyak tingkah yang merugikan banyak orang. Sungguh, Alvandra merasa bingung harus berbuat apa. Ia tak mungkin bisa fokus dengan pekerjaan jika
Setibanya di Indonesia, Alvandra pun turun dari pesawat beserta penumpang yang lainnya. Karena sudah tak sabar ingin segera bertemu dengan sang bunda, lelaki itu lantas berjalan tergesa hingga tanpa sengaja dia menabrak seorang wanita."Eh, maaf, Mbak. Saya tidak sengaja," ucap Alvandra seraya mengatupkan kedua telapak tangannya. Gadis yang tak diketahui namanya pun hanya mengangguk dan tersenyum saja menanggapi.Alvandra lekas berlari keluar dari bandara dan memesan taxi menuju rumah kediaman-nya, ia bermaksud untuk menemui Danu sang paman. Sepanjang perjalanan, pikirannya tidak tenang. Wajah ibunya selalu melintas setiap dia mengedipkan mata.Tetapi siapa sangka, setibanya anak muda itu di rumah, netranya disuguhkan sebuah pemandangan yang sangat mengejutkan. Dengan bola mata yang hampir keluar, ia melihat sebuah plang terpampang di depan rumahnya yang bertuliskan pengumuman jika rumah itu telah disita oleh pihak BANK.Mengerut kening Alvandra, merasa bingung akan apa yang ia saksik
Alvandra membesuk Almira ke kantor polisi. Tangisnya pecah ketika melihat Almira memakai baju tahanan lengkap dengan kedua tangan terborgol. Wanita itu menemui dirinya di kawal sipir yang mendampingi. Sungguh, bagi Alvandra ini pemandangan yang teramat sangat menyakitkan sepanjang hidupnya.Dunianya seakan kembali hancur berkeping-keping membayangkan sang bunda tidur di dalam sana yang mungkin hanya beralaskan tikar saja. Dan, belum ia ketahui keadaan di dalam sana bersih atau tidak.Andaikan bisa di gantikan oleh dirinya, ingin sekali Alvandra menggantikan posisi Almira asalkan sang bunda bebas dari hukuman itu. Tetapi ia juga sadar, yang salah harus menerima hukuman atas segala perbuatan-nya."Bundaa ... "Alvandra memeluk erat tubuh ringkih Almira dan tangisnya pecah di hadapan sang bunda. Ia tak perduli para polisi yang menyaksikan dirinya sebagai lelaki cengeng. Yang Alvandra rasakan saat ini adalah wanita yang paling mulia dalam hidupnya tengah dihadapkan dengan masalah yang men