Kabar yang Alvandra dengar seperti suara petir di tengah hujan badai, menggelegar memekakkan telinga. Tubuhnya seketika kaku, ponsel yang ia pegang pun jatuh begitu saja ke lantai berlapiskan marmer hingga retak layarnya."Tuan! Tuan Alvan!"Bodyguard terus memanggil Alvandra yang mematung setelah menerima telepon. Tak ada respon, ia memberanikan diri menepuk pundak Alvandra pelan. Kelopak mata Alvandra mengerjap cepat kemudian ia menoleh pada bodyguard yang berdiri di sampingnya."Siapkan mobil!" perintah Alvandra cepat. Ia tak boleh terpuruk, ia harus tegar sebab kini ada dua orang yang bergantung padanya. Bodyguard segera berbalik keluar melaksanakan perintah sang majikan.Mengambil ponsel di lantai, Alvandra kemudian mengecek kondisi benda canggih tersebut dan ternyata masih bisa digunakan. Lekas ia mencari nomor Abrisam kemudian mengabari sang mertua, setelah itu Alvandra berjalan cepat menuju kamarnya untuk berpamitan pada sang istri."Memangnya kamu mau ke mana, Mas?" Aluna ter
Deru napas Alvandra terdengar memburu. Rahangnya mengeras dengan gigi yang saling gemerutuk. Amarahnya kembali naik ke permukaan setelah sekian bulan bersembunyi di palung hati terdalam.Sang putra tercinta berada dalam dekapan pria yang selama ini ia cari, namun tak kunjung ditemukan. Entah di mana pria itu bersembunyi. Alvandra jadi berpikir kalau pelaku tabrak lari itu adalah si mantan asisten."Pengecut! Lepaskan dia!" pekik Alvandra kencang sehingga mengalihkan perhatian para pelayat yang sedang mengikuti prosesi pemakaman kepadanya.Kasak-kusuk terdengar dari para pelayat. Mereka yang sebagian besar rekan bisnis Alvandra, tentu saja mengenal Gibran. Mereka jadi menduga-duga masalah yang terjadi antara keduanya."Hahaha ... tidak semudah itu, Tuan Muda! Kalau Anda ingin anak kecil ini lepas, ada syarat yang harus Anda penuhi," teriak Gibran terbahak-bahak, dan itu membuat Leon terkejut.Bocah kecil itu menangis dalam kungkungan tangan kekar lelaki bertubuh tinggi besar tersebut s
Polisi datang ke lokasi pemakaman berikut dengan mobil ambulan setelah mendapat laporan. Mereka langsung memasang garis polisi di lokasi Gibran terkapar. Semua orang yang berada di area pemakaman dilarang membubarkan diri sebab akan dimintai keterangannya.Alvandra meminta izin pada polisi supaya istri dan anaknya bisa pulang lebih dulu sebab hari semakin petang. Akhirnya yang pertama diperiksa polisi adalah Aluna, selanjutnya Camilla lalu yang lainnya.Acara pengajian di rumah tetap digelar meskipun Alvandra belum pulang sebab harus mengurus jenazah Gibran sekaligus melaporkan kasus tabrak lari yang dialami kakeknya, walaupun sang kakek sudah meninggal. Justru karena Ghazi meninggal, ia jadi ingin mengusut kasus itu.Alvandra tiba di rumah larut malam karena banyak sekali yang harus ia urus terkait kematian Gibran. Polisi menetapkan Gibran meninggal karena tembakan peluru tepat di kepalanya, hanya siapa pelakunya masih menjadi misteri. Mereka sudah menyisir seluruh area pemakaman, na
"Dasar mantu tidak berguna! Mokondo! Nyesel saya nikahin kamu sama Hanum," maki seorang wanita tua kepada lelaki yang baru saja keluar dari rumahnya."Ada apa sih, Bu, marah-marah terus?" tanya seorang wanita yang keluar dari kamar."Suami kamu tuh ngeselin banget. Tiap dimintain uang, bilangnya gak punya melulu," keluh wanita yang dipanggil Ibu."Ya wajar, Bu. Mas Alvandra kan cuma supir angkot. Penghasilannya pas-pasan untuk kebutuhan kita sehari-hari," bela istri Alvan."Kamu juga, Num, kenapa harus nikah sama laki kere? Kayak gak ada yang lain aja." Kini cacian beralih ke anak perempuannya."Bu, kalo Ibu mau punya mantu kaya, Ibu harus modalin aku. Minimal beliin aku baju, sepatu sama tas ber-merk.""Kenapa Ibu harus modalin kamu? Mending uangnya Ibu pake buat usaha minjemin duit, pasti cepet balik modal," ucap Ibu Hanum sarkas."Dih ... mending kalo bayarnya pada bener. Orang tiap ditagih pasti jawabnya 'tar ... sok ... tar ... sok' terus, kayak Ibu," cibir Hanum."Emang bener ngg
Ternyata, inilah alasan kenapa Hanum selalu mencari masalah dengan suami. Hadirnya lelaki lain menjadi pemicu sikap Hanum berubah 180 derajat."Kamu sudah gila, Dek? Tega kamu berkhianat di belakang, Mas! Dan, lo bajingan, tidakkah malu dengan seragam yang lo kenakan itu?" bentak Alvandra menatap bengis kepada lelaki yang kini sudah berdiri tegak dengan rudal yang masih mengacung. Terlihat juga sisa cairan yang meleleh di selangkangan lelaki laknat itu, membuat Alvandra merasa mual dan jijik melihat itu."Hahaha ... kasihan lo! Bini lo sendiri yang membuka paha untuk gue. Gue laki normal, Bung! Lihat barang mulus dan ditinggal pemiliknya, wajar dong kalau gue pake?" racaunya tanpa merasa berdosa dan ia malah terbahak seakan merasa bangga atas perbuatan dosanya.Bugh! "Pergi lo dari sini!" bentak Alvan lagi, setelah kembali memberikan bogem mentah di wajah lelaki tak bermoral itu."Ini rumah aku. Yang seharusnya pergi itu kamu, Mas!" pekik Hanum.Sontak hal itu membuat Alvandra bagaik
Keputusan Alvandra adalah menggugat cerai Hanum. Tetapi ia serahkan semua urusan kepada salah satu orang yang sanggup menangani kasusnya, dengan syarat tanpa harus membuka aib atau kelakuan Hanum juga keluarganya. Alasan utama penyebab cerai cukup dengan kata sudah tidak ada kecocokan di antara mereka berdua.Alvandra sendiri sudah bersiap untuk kembali ke negara tujuan di mana di sana ia sudah merasa nyaman dengan tugas yang harus ia kerjakan. Alvandra selama ini mengaku kepada Hanum hanya bekerja sebagai supir saja, tetapi faktanya jauh berbeda.Alvandra bekerja di sebuah pabrik tetapi karena kinerjanya lumayan bagus, maka sang atasan menarik anak muda itu untuk bekerja di bagian kantornya. "Bismillah, aku awali kembali semuanya dari nol," gumam Alvandra di dalam kamarnya."Van, ada Om Danu. Katanya belum ketemu kamu tapi kamu sudah mau berangkat lagi saja," ujar sang Bunda.Danu adalah adik kandung Almira. Rumahnya tak jauh dari sana. Tetapi karena kesibukannya, membuat Alvandra s
Alvandra termenung di sudut kamar. Sejujurnya ia masih belum bisa melupakan Hanum. Hari-hari saat bersama calon mantan istrinya itu selalu terbayang di mata. Kebesaran hati Hanum ketika menerima lamarannya, membuat Alvandra berjanji akan selalu membahagiakan wanita yang sangat dia cinta.Entah dia yang bernasib sial atau memang jodohnya bersama Hanum hanya sependek itu, Alvandra masih tidak bisa menerima pengkhianatan yang dilakukan Hanum. Hatinya masih berdenyut nyeri kala membayangkan perbuatan Hanum di depan mata."Kenapa lo tega melakukan ini sama gue, Hanum? Apakah cinta yang lo ucapkan ke gue itu hanya bualan semata? Hati gue sakit, Num!" Alvandra memukul-mukul dadanya yang terasa sesak."Pantas akhir-akhir ini selalu menolak kalau gue ajak lo melakukan panggilan video. Rupanya kamu tidak ingin diganggu saat sedang bersama lelaki jahanam itu." Rahang Alvandra mengeras saat dia membayangkan kembali apa yang sudah dilihatnya.Alvandra sebenarnya tidak ingin terus-terusan memikirka
Sebulan sudah Alvandra berada di Malaysia. Dan selama satu bulan itu ia berjuang untuk dapat melupakan Hanum tanpa harus kembali ke tempat yang akan membawa dirinya pada jurang yang menyesatkan. Mona, gadis yang malam itu tak sengaja bertemu dan baik kepadanya, tak mampu menggetarkan hati dan jiwa Alvandra yang sudah tak perduli akan rasa pada lawan jenis. Setelah kesakitan yang di torehkan Hanum, calon mantan istri.Alvandra hanya ingin fokus bekerja mencari nafkah demi membahagiakan sang Bunda juga dirinya. Ia ingin mengubah hidup agar tak selamanya menjadi hinaan dan cemoohan orang-orang yang selalu dengki kepadanya.Beberapa hari yang lalu, sang bunda sudah memberikan kabar jika proses perceraian dirinya dengan Hanum sudah mulai berjalan. Alvandara pun berharap semuanya cepat selesai dengan baik tanpa ada kendala apa pun yang dibuat oleh Hanum beserta keluarganya."Al, petang nanti you na kemane?" tanya seorang lelaki yang menjadi sahabat Alvandra di negara itu. "Awak tak kemane